Harta karun di tanah Sriwijaya

Setelah 6 tahun lebih berkeliling Sumatera Selatan, begitu luar biasa sumber daya alamnya. Selain bertebaran emas dalam berbagai macam bentuk di beberapa tempat di Sumatera Selatan, sejumlah petilasan kerajaan pun masih ada meski keberadaannya ditutup-tutupi.


Beberapa bangunan pabrik maupun museum didirikan sekedar untuk memprotek keberadaan peninggalan bersejarah dengan alasan untuk kepentingan negara padahal punya tujuan lain. Atau bungkamnya warga setempat karena takut diintervensi oleh pihak-pihak tertentu. Entah mengapa kisah bertebaran emas di tanah Sriwijaya dibuat merancu.



Kalau mau diteliti lebih jauh, tanah Sumatera Selatan ternyata adalah sebuah nagari yang pernah menjadi persinggahan bagi kerajaan-kerajaan tertentu mulai dari abad 7 hingga 17. Jika menurut cerita pada kitab Babad Tanah Jawi, pada masa itu (abad 7), adalah masa kejayaan sekaligus runtuhnya kerajaan Sriwijaya yang meninggalkan sisa-sisa peradaban pada jaman itu. Setelah sempat menaklukkan Thailan, Malaysia, Singapura dan Philipina.



Ada beberapa tempat yang diyakini masih terdapat emas peninggalan pada masa kerajaan-kerajaan setelah pecahnya kerajaan Sriwijaya. Juga masih ada harta peninggalan pada masa VOC, namun lokasi tersebut tak bisa dijamah karena dijaga oleh beberapa orang yang katanya bersenjata, secara bergilir.



Dalam perjalanan keliling saya, pernah ada seorang warga yang mengaku pernah punya senjata dan patung kecil terbuat dari emas, namun dikembalikan ke tempat asalnya dengan alasan takut membawa bencana. Sementara di lain tempat (lain kabupaten) ada juga yang memperlihatkan pada saya sebuah arca emas peninggalan masa kejayaan kerajaan yang pernah berdiri di tanah Sumatera Selatan. Sementara di tempat lain ada juga yang menyesal karena terlanjur menukar benda berharga peninggalan bersejarah dengan mobil senilai Rp 1.2 Miliar.



Selain bertebaran situs sejarah peninggalan masa megalitikum di tanah Besemah, Pagaralam. Di Pagaralam juga pernah ada cerita seorang keturunan bangsa lain mengambil emas dari rumah batu dalam bentuk pusaka. Kini, semenjak kejadian tersebut, bagi pengunjung yang ingin melihat rumah batu harus mengisi buku tamu untuk menjaga hal-hal yang tak diinginkan. Kabar-kabarnya yang mengambil harta karun tersebut adalah orang Belanda.



Pernah suatu ketika saya diminta untuk membantu membuat ilustrasi cover buku kamus dalam tiga bahasa; daerah, indonesia dan inggris; hasil riset bahasa salah seorang profesor dari Ohio University. Saya sempat menaruh curiga, mengapa jauh-jauh dari Amerika datang ke Sumatera dengan alasan riset bahasa daerah? Jangan-jangan ini hanya kedok, alih-alih hanya untuk mencari keberadaan emas.


Saya berharap benda-benda berharga peninggalan bersejarah itu jangan dijamah oleh siapapun termasuk pemerintah Indonesia. Mengapa? Biarkan benda itu ada pada tempatnya agar kelak penerus bangsa ini bisa tahu perjalanan sejarah yang
sebenarnya.


Griwodegrivaadam

No comments: