Jejak Kuburan Belanda di Samalanga




Ratusan serdadu Belanda yang tewas dalam perang di Samalanga tak diketahui kuburnya. Situs sejarah ini luput dari perhatian pemerintah.
Empat nisan kuburan itu setinggi satu meter. Bentuknya kubus selebar setengah meter di bagian bawah, 30 sentimeter bagian atas. Nisan-nisan itu teronggok di dalam sebuah kebun tebu di Desa Namploh Baro, Samalanga, Bireuen.


Selain empat nisan beton tegak, ada empat kuburan lain. Bentuknya memanjang. Dua kuburan lebih pendek seperti kuburan anak-anak. Dua lagi terlihat lebih lebar, kemungkinan makam juga.




Pada Sabtu 28 Juli 2012, di atas kuburan terdapat bekas daun tebu terbakar. Empat meter arah barat kuburan ada lagi nisan setinggi satu meter. Ada tulisan di nisannya: Hier Rust, Fransiscus Keher, Geb 9-2-26, Overleid 11-6-28.



Satu nisan lagi berada lima meter arah selatan nisan Fransiscus Keher itu. Di sana tulisannya: Hier Rust, MM Huka, Geb 9 April 1928, Overleid 19 Des 1929. Di dekat nisan, terdapat satu kuburan lain berukuran pendek. Tutup kuburan seperti peti mati, tidak ada tulisan apa pun.



Inilah makam-makam orang Belanda. Teungku Adnan, 60 tahun, warga Namploh Baro, mengatakan nisan-nisan itu memang tidak terurus. Sejak dulu, kata dia, jumlah makam hanya delapan.

Adnan tidak tahu apakah itu makam tentara atau warga sipil Belanda. “Yang pasti itu makam orang Belanda. Yang pendek itu menurut orang-orang dulu kuburan anak-anak Belanda,” ujarnya.

Menurut dia, jumlah makam Belanda di Samalanga hanya diketahui beberapa buah. Padahal, pada kurun waktu 1880 hingga 1928, banyak terjadi pertempuran antara pejuang Aceh dan Belanda yang ingin merebut Samalanga.

Salah satu yang terkenal adalah perang mempertahankan Benteng Kuta Glee, Batee Iliek oleh pejuang Aceh. Mereka dipimpin Teungku Chik Bugis.Sepasukan Belanda dipimpin Letnan Van Woortman menyusup hendak menyerang benteng. Tiba di Cot Meurak, pasukan dihadang pejuang Aceh hingga sebagian besar meninggal di lokasi peperangan. Namun, bekas kuburan serdadu yang tewas tidak ada di Cot Meurak.


Menurut informasi, seorang Jenderal Belanda bernama Van Heutz tewas saat menyerang benteng dan dikubur di sana. Namun, menurut warga Meurah, Samalanga, puluhan tahun mereka tak mendengar ada kuburan Van Heutz di sana.

Di kalangan masyarakat Samalanga terekam cerita, jika ada pasukan Belanda berpangkat tinggi, pasukan itu akan diboyong ke Banda Aceh (Kutaraja) untuk dikubur. Lain halnya jika yang tewas pasukan Marsose. Mereka dikubur sekadarnya di sembarang tempat. Marsose adalah pasukan Belanda yang terdiri dari penduduk pribumi Indonesia. Mereka direkrut dari Ambon, Manado, dan Jawa.

Selain itu, juga ada pertempuran di Kuala Tambue, kini Cureh Baroh. Sekitar tahun 1877, kavaleri Belanda mendarat di Kuala Tambue. Kavaleri melintasi hutan menuju Samalanga. Rupanya di hutan itu telah dipasangi ranjau oleh 40 pejuang Aceh. Pada pertempuran itu satu batalion tentara Belanda kalah oleh pejuang Aceh di bawah pimpinan ulama, Haji Ahmad.



Selain perang, jejak markas Belanda juga gampang ditemui di Samalanga. Di kebun cokelat yang digarap Adnan, dulunya adalah bekas tangsi militer Belanda. Bekas fondasi bangunan tangsi masih terlihat di kebun itu. Sebagian sudah tidak berbekas sebab telah dibangun asrama Koramil Samalanga. Baik kebun cokelat Adnan maupun kebun tebu berisi makam yang merupakan tanah negara.

Sekitar 22 tahun lalu, kata Adnan, seorang Belanda datang melihat nisan-nisan itu. Melalui juru bahasa yang mendampinginya, warga Belanda itu mengatakan kepada Adnan kalau jenazah yang dikubur itu keluarganya yang tewas dalam peperangan Aceh. Orang Belanda itu mencocokkan nama yang tertera di batu nisan itu. Saat itu semua nisan setinggi satu meter tersebut ada tulisannya. Usai menjenguk nisan-nisan itu sekitar satu jam, orang Belanda itu pulang.

“Saat itu ia mengatakan akan kembali lagi ke sini. Tetapi, hingga 22 tahun berlalu dia tidak kembali, minimal untuk membangun nisan supaya tidak hilang,” ujar Adnan. Dia tidak paham juga mengapa pemerintah daerah tidak memugar kawasan makam Belanda itu.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Olahraga Bireuen, M. Halim, yang dihubungi The Atjeh Times, Sabtu 4 Agustus 2012, tidak tahu ada makam Belanda di Samalanga. Lagi pula, kata dia, makam Belanda di Samalanga belum termasuk situs sejarah yang dilestarikan.


“Kami akan turun ke lapangan untuk mengecek keberadaan makam-makam Belanda di Samalanga untuk dapat diusulkan supaya dilestarikan dengan cara pengalokasian anggaran untuk dapat dipugar,” kata Halim.

Ia mengatakan makam-makam Belanda itu mungkin saja bernilai sejarah sangat tinggi. “Juga sebagai bukti adanya serangan asing di Aceh pada masa lalu yang ingin menguasai wilayah Indonesia.

AP

No comments: