Bandung 1955 (2) Cerita Pasca-Konferensi Asia-Afrika 18-24 April 1955, Hospitality Committee, Sabotase Kashmir Princess, Rencana Pengacauan terhadap Konferensi

1367504032197360838
Suasana Konferensi KAA (kredit foto www.merdeka.com)
Pada 24 April 1955 Konferensi Asia-Afrika resmi ditutup. Semangat Bandung menjelma menjadi semangat Asia-Afrika. Di Kota Bandung sendiri pasca konferensi meninggalkan beberapa isu politik. Dalam Sidang Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Sementara (DPRDS) Kota Bandung, Senin 2 Mei 1955, sejumlah anggota parlemen mengajukan pertanyaan yang terpaksa dijawab secara tertutup. Di antaranya adalah pertanyaan dari Hadidjah Salim, anggota parlemen perwakilan muslimat yang terkenal vokal.
Dalam sidang yang dihadiri 27 anggota DPRDS Kota Bandung itu, Hadidjah Salim melontarkan pertanyaan yang bakal bergulir menjadi isu lokal yang cukup panas: Apakah benar ada “suguhan istimewa” untuk tetamu dari Asia-Afrika yang menjadi rahasia umum (Pikiran Rakjat, 3 Mei 1955). Yang memberikan suguhan kepada para tamu itu ialah apa yang disebut “Hospitality Committee”.
Selain menjadi perdebatan di DPRDS Kota Besar Bandung, Nonoman Sunda mengeluarkan pernyataan yang menuntut pertanggungjawaban Hopsitality Committee soal adanya berita suguhan istimewa beberapa wanita cantik untuk sebagian peserta dari anggota delegasi yang mengunjungi konferensi Asia-Afrika. Mereka meminta kejelasan berita itu mengingat kejadian ini merendahkan derajat kaum wanita umumnya (Pikiran Rakjat, 4 Mei 1955).
Hospitality Committee disebutkan menawarkan karcis untuk bisa datang ke rumahtertentu di kawasan Lembang dan Ciumbuleuit. Namun yang terjadi ada tamu yang dikabarkan datang ke Jalan Anggrek, Lengkong Kecil karena tidak ada yang tahu tempat yang disediakan. Kabar itu berasal dari tulisan yang ditempel di Hotel Preanger berbunyi “Special Wishes” yang tidak diketahui apa maksudnya.
Gubernur Jawa Barat, Sanusi Hardjadinata selaku ketua panitya setempat (lokal) membantah dan mengatakan tidak pernah ada hospitality committee seperti yang diberitakan. “Djika terdjadi betul sangat tertjela karena mentjemarkan nama,” ujar Sanusi seperti dilansir Pikiran Rakjat, 6 Mei 1955. Sanusi meminta pers mendapatkan berita secara bijaksana dan dapat membatasi diri khusus untuk kepentingan negara. 1
Perdebatan juga sampai ke parlemen pusat. Pemerintah akhirnya memberikan jawaban atas pertanyaan anggota DPR-RI M. Nur El Ibrahimy tentang berita mengenai hospitality committee untuk peserta konferensi KAA. Dalam pernyataan tertulisnya yang dilansir Pikiran Rakjat 16 Mei 1955 bahwa pemeirntah pusat maupun secretariat bersama konferensi asia-Afrika tidak pernah mengambil inisiatif memutuskan atau menyetujui pembentukan hospitality committee.
Walikota Bandung R. Enoch juga menyatakan di depan sidang DPRDS Kota Bandung, Rabu 11 Mei 1955 tidak tahu menahu soal suguhan istimewa itu. Perkara ini menjadi perdebatan apakah dibahas tertutup atau terbuka. Umar Suraatmadja (Masyumi) menginginkan perkara ini dibahas secara terbuka, namun Nogi Amir Hakim dari PNI minta dibahas tertutup. Dia menuding bahwa ramai-ramai mempersoalkan hal ini hanya untuk sensasional belaka bahkan tendensius untuk menjatuhkan pemerintahan (Pikiran Rakjat, 12 Mei 1955). Tampaknya politisi dari Masyumi paling vokal menyuarakan perkara ini, sementara politisi PNI ingin meredam karena bisa dijadikan amunisi dari oposisi untuk menjatuhkan kabinet Ali Sastroamidjojo.
Perkara hospitality committee ini makin melebar ketika muncul sebuah laporan beberapa wartawan yang ingin menggali lebih dalam soal hospitality committee ini mendapatkan ancaman dari Pembantu Komisaris Besar Polisi Keresidenan Priangan, Mustofa Pane. Wartawan yang mendapatkan ancaman antara lain Ridwan Siregar dari Indonesia Raja dan Achdi Awi dari Sipatuhan, Bandung ketika mereka bertemu Mustafa Pane di rumahnya di Jalan Cipaganti pada 8 Mei 1955. Menurut wartawan, polisi tak ingin disebut dalam perkara itu.
Namun Mustafa Pane membantah memberikan ancaman kepada kedua wartawan itu, melainkan mempertanyakan Sabaruddin yang ikut bersama rombongan wartawan. Sabaruddin yang berprofesi sebagai Pegawai Phillips yang bertanya tentang adanya polisi yang menjaga Hotel Telagasari. Mustafa Pane balik menuding Sabaruddin menuduh korps alat negara dan dia kurang pada tempatnya berkata seperti itu. Menurut Mustafa Pane polisi hanya menjada hotel atau rumah yang didiami anggota (Pikiran Rakjat, 13, 16, 17 Mei, 20 Mei 1955)
Isu Hospitality Committee menghilang pada akhir Mei 1955. Apalagi kemudian terungkap laporan razia yang dilakukan polisi kesusilaan di Bandung atas permintaan dan kerjsama dengan Jawatan sosial Bandung. Razia yang dilaksanakan sebelum Konferensi Asia-Afrika ditujukkan kepada perempuan yang dituding sebagai pelacur. Jadi sebenarnya pihak panitia penyelenggara justru membuat antisipasi terhadap hal yang tak diinginkan.
Tanggal 8 April 1955 sebanyak 97 orang ditangkap, sebanyak 29 di antaranya pelacur dan sisanya gelandangan. Pada hari berikutnya 9 April 1955 sebanyak 33 perempuan ditangkap, hanya 9 pelacur. Pada 10 April 1955 sebanyak 35 perempuan ditangkap, di antaranya 30 pelacur. Puncak razia dilakukan pada 12 April 1955 sebanyak 42 perempuan ditangkap, 17 di antaranya adalah pelacur. Sesudah Konferensi Asia-Afrika polisi kesusilaan Bandung menangkap 10 perempuan lagi pada 5 Mei 1955 dan diajukan ke Pengadilan Negeri Bandung dan dijatuhi hukuman 1,5 bulan penjara atas dasar Peraturan Kotapradja Bandung 28 November 1931 (Pikiran Rakjat, 21 Mei 1955).
Selain cerita soal hospitality committee, pasca Konferensi Asia Afrika, publik juga digemparkan oleh hasil penyelidikan jatuhnya pesawat Kashmir Princess pesawat penerbangan India yang seharusnya membawa Chou En-Lai, Perdana Menteri RRC pada 11 April 1955 di Laut Natuna. Pesawat ini membawa sebagian delegasi RRC ke konferensi itu, serta beberapa wartawan. Hanya 8 dari 18 penumpang dan awak yang ditemukan. Dari jumlah itu tiga selamat. Tim penyelamatan dari Indonesia dan India (Pikiran Rakjat, 3 Mei 1955, lihat juga Pikiran Rakjat, 12 April 1955).
Sebagian rangka pesawat yang diangkut ke Indonesia untuk diteliti. Pada Jum’at 27 mei 1955 panitya pemeriksaan kecelakaan pesawat yang melibatkan pihak Indonesia menyimpulkan bahwa pesawat itu jatuh karena sabotase. Menurut tim penyelidik terdapat alat peledak (bom waktu) yang ditempatkan di ruangan roda kanan yang menyebabkan tembus ke tangki bensin nomor 3 hingga terjadi kebakaran. Bukti ditemukan plat beserta barang-barang yang melengkung ke luar tempat ledakan. Lubang melengkung di dalam tangki bensin nomor 3. Tim Indonesia yang terlibat antara lain Ir. Sutomo, Dr. MS Kamminga, Kepala Operasional GIA dan wakil dari India dan Inggris (Pikiran Rakjat 28 Mei 1955).


1367504143754124519
Pengangkatan bangkai pesawat Kashmir Princess (kredit foto www.pepolesrepublic.net)



Rencana Pengacauan Terhadap Konferensi Asia-Afrika
Dalam Pikiran Rakjat 5 Mei 1955 terungkap soal adanya rencana sebuah gerombolan bersenjata untuk mengacaukan Konferensi Asia-Afrika yang berhasil digagalkan. Menurut Perwira Pers Nawawi Alif setelah Konferensi Bogor Gerombolan DI/TII pada 1 Januari 1955 berkumpul di Gunung Haruman, Garut. Komandan mereka antara lain, OZ Mansyur, Harumanja Godjin, Udin Sadikin, Kurnia dan Danu. Rapat DI/TII dipimpin Taolikul Rachman menamakan dirinya Sekjen Pertahanan DI/TII. Rencananya adalah pertempuran di dalam kota sebelum konferensi.
Namun pihak keamanan terlebih dahulu mengadakan razia di Bandung dan menahan sekitar seratus orang yang dicurigai. Selama April 1955 terjadi 52 kontak senjata yang menewaskan 33 anggota gerombolan. Di pihak TNI gugur 5 orang dan 43 orang sipil (rakyat) terbunuh. Sebanyak 44 pucuk senjata milik gerombolan dirampas. Usaha pengacauan konferensi tidak pernah berhasil. Pada hari H Senin, 18 April 1955, Jalan Raya Asia-Afrika ditutup. Pasukan bersenjata tersebar di daerah itu. Becak-becak yang biasa melintas di jalan itu harus memutar jalan yang lebih jauh. Tukang becak menaikkan tarif, dan penjual bahan makanan pun menaikkan harga-harga. Harga diturunkan lagi seusai KAA. 2
Justru keadaan keamanan di Jawa Barat pasca KAA bertambah suram, terutama di kawasan Priangan Timur. Pertengahan Mei 1955 sebuah jip tentara di Kampung Sidangwangi (Singaparna) sebuah jeep tentara dicegar 60 orang bersenjata. Dalam kontak senjata selama stau jam seorang tentara dan seorang juru tulis gugur. Tetapi tentara berhasil menewaskan tiga orang dari gerombolan bersenjata itu. Pada saat yang hamper bersamaan oplet bernomor D 7912 dicegat 100 orang di Manonjaya (Ciamis). Oplet lolos namun ditembaki menyebabkan dua penumpang meninggal. Serangan gerombolan bersenjata terjadi juga di legok, Pangandaran. Sebuah truk dicegat 100 orang bersenjata. Seorang polisi dan seorang guru Sekolah Rakyat ditembak mati (Pikiran Rakjat, 16 Mei 1955).
Pada 3 Juni 1955 sebuah truk tentara dari Batalyon 321 di Karacak, Ciamis dicegat 30 orang gerombolan bersenjata. Dalam tembak-menembak seorang tentara gugur dan dua lagi luka-luka. Selain itu sebanyak 77 rumah di Kampung Lebak Jaya, Karangpawitan, Garut, pada awal Juni digarong. Aksi ini juga menewaskan dua orang. Serangan gerombolan juga terjadi di Kampung Pasanggarahan, Bojong Bonang, Garut . Sekitar 100 orang bersenjata menjarah 50 rumah dan menimbulkan kerugian sebesar Rp896,50 dan membawa lari ekor biri-biri (Pikiran Rakjat, 6 Juni 1955).
Pada hari Kamis 12 Mei 1955 terjadi kecelakaan hebat menimpa kereta api cepat Yogyakarta-Bandung di kawasan antara Ciamis-Manonjaya, sekitar 70 meter sebelum jembatan Cirahong. Sebuah lok, sebuah gerbong barang dan dua buah gerbong kereta penumpang tergelincir . Kecelakaan itu menewaskan 33 orang, sementara 20 luka berat. Adanya kecelakaan itu membuat kekhawatiran adanya sabotase dari pihak gerombolan-pernah terjadi pada 1950-an. Namun segera dibantah (Pikiran Rakjat, 13 Mei 1955)
Sekalipun keamanan di Jawa Barat tidak sepenuhnya pulih, tetapi Bandung berhasil menjadi tuan rumah konferensi internasional perumahan rakyat pada 21 hingga 22 Juni 1955. Konferensi ini bersamaan dengan diadakan pameran planologi di kota itu juga diadakan di Gedung Merdeka. Dibahas antara lain soal building codes, standar perumahan serta masalah perumahan di negara Asia. Para peserta bahkan diajak berdarmawisata ke Tangkubanparahu hingga tempat peneropongan bintang Lembang. Pada saat yang hampir bersamaan diadakan juga Kongres Polisi ke 9 di Bandung yang dihadiri antara lain oleh PM Ali Sastroamidjojo, Gubernur Jawa Barat Sanusi Hardjadinata dan Panglima Siliwangi AE Kawilarang, kepala Polisi Negara Sukanto.
Dalam kongres ini terungkap nasib polisi yang menyedihkan. Puluhan ribu polisi masih tinggal di pondok 3 x 3 meter bersama keluarga bahkan mertua. Anak-anak polisi banyak yang menjadi calo bioskop hingga penjaja parkir mobil. Kongres yang berlangsung seminggu itu mengganti Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Pegawai Polisi RI dari Mohamad Basah digantikan A. Bastari (Pikiran Rakjat, 20, 22 Juni, 24 Juni dan 27 Juni 1955).
Irvan Sjafari
Catatan Kaki:
1. Lihat juga artikel yang ditulis H. Soeharmono Tjitrosoewarno, Peristiwa yang Mencoreng Konferensi Asia Afrika (KAA) Ke-I/1955″Hospitality Committee” Menjual “Ayam Kampung” dalam Pikiran Rakyat, 28 April 2005. Lihat juga di situs http://groups.yahoo.com/group/kmnu2000/message/17215 diakses pada 30 April 2013.
2. Menurut Edi S Ekajati, penasihat di Museum KAA, tahun 1955 seperti yang dilansir Kompas 16 April 2005, pemberontakan Darul Islam Tentara Islam Indonesia (DII/TII) masih berlangsung di pinggiran Kota Bandung. Saat rombongan berekreasi ke Puncak, Bogor, sempat terdengar tembakan di daerah itu. Secara umum menurut Edi suasana Bandung tetap tenang. Hal yang sama juga diungkapkan saksi sejarah. “Petugas yang berjaga lebih banyak tidak menggunakan pakaian seragam,” tutur Prof Judistira K Garna, seorang saksi sejarah KAA 1955. Saat itu ia ikut bergabung sebagai panitia lokal dari Bandung. Berita ini dikutip juga dalam situs http://www.pda-id.org/library/index.php?menu=library&act=detail&gmd=&Dkm_ID=20050174
Irvan S

No comments: