Jatuhnya Yugoslavia dan Implikasinya terhadap Indonesia

Bangkitnya nasionalisme sempit di kawasan Eropa Tenggara mengakibatkan pecahnya konflik etnis bersenjata yang berakhir dengan pecahnya Yugoslavia menjadi negara-negara kecil meliputi Republik Serbia, Republik Montenegro, Republik Kroasia, Republik Slovenia, Republik Makedonia dan Bosnia Herzegovina. Sebelum pecah, negara pelopor Gerakan Non-Blok (GNB) ini dikenal sebagai sebuah negara Komunis yang maju dan makmur rakyatnya.
1417849752390616964
Peta Google Earth - Wilayah bekas Yugoslavia



Sejarah Berdirinya Yogaslavia
Yugoslavia terletak di wila­yah Balkan, penduduknya ber­asal dari bangsa Slavia, mereka tinggal di pegunungan Carpatus seperti bangsa Rusia, Ceko­slovakia, Rumania dan Bulga­ria. Sejarah Yugoslavia dimulai pada abad ke-6, mereka terdiri atas beberapa bangsa kecil yang masing-masing berdiri sendiri, kemudian secara ber­gantian pernah dijajah oleh bangsa Romawi, Perancis, Austro Ho­ngaria, Turki, Itali dan Jerman.
Pada saat pasukan Turki me­lak­ukan invasi ke Yugoslavia tahun 1389 men­dapat per­lawanan sengit dari etnis Ser­bia, King of Serbia Stjifan Dusan terbunuh, demikian juga raja Turki tewas dalam pertem­puran tersebut.
Akhirnya Serbia kalah pe­rang dalam suatu pertem­puran yang terkenal dengan “The battle of Kosovo” di Black Bird Valley. Kekalahan tersebut selalu dike­nang oleh bangsa Serbia karena merupakan se­jarah hitam Serbia.
Selanjutnya Turki dapat mengembang­kan agama Islam di Bosnia Herze­govina, hal tersebut me­nim­bulkan rasa dendam Serbia kepada kelom­pok Muslim Bos­nia. Tahun 1914 Putra Mahkota Kerajaan Austro Hongaria “Archduke Francis Ferdinand” dan istrinya terbunuh oleh “Bosnian Serb Student”, hubungan Serbia – Hongaria memburuk karena Serbia me­nolak permintaan Hongaria untuk menyelidiki ka­sus ter­sebut. Terjadilah perang Serbia – Hongaria, yang kemudian meluas menjadi perang dunia pertama.
Sejarah permasalahan daerah Balkan dimulai sejak kekaisaran Austria-Hongaria dimana setelah dibubarkannya Kekaisaran Austria-Hongaria pada akhir Perang Dunia I (sekitar tahun 1918) maka “Kerajaan Serbia, Kroasia dan Slovenia” didirikan dengan Peter I dari Serbia sebagai raja. Bibit untuk konflik di masa datang sudah ditaburkan mulai saat ini. Serbia menginginkan sebuah negara kesatuan padahal Kroasia menginginkan sebuah federasi. Pada tahun 1928, Kroasia mencoba melepaskan diri setelah seorang anggota parlemen dari Kroasia dibunuh. Raja Alexander, sejak 1921, bereaksi keras dengan membubarkan parlemen dan mencanangkan diktatorialisme.
Pada tahun 1929 nama negara diubah menjadi Yugoslavia (= Slavia Selatan). Raja Yugoslavia, Alexander, dibunuh di Paris, Prancis, oleh kelompok nasionalis ekstrim Makedonia-Kroasia. Tahun 1939 Kroasia mendapatkan lebih banyak otonomi. Selanjutnya pecah Perang Dunia ke 2 dimana Wali Raja Yugoslavia pada saat itu, Pangeran Paul, terpaksa menandatangani persetujuan kerja sama dengan Poros Jerman-Italia-Jepang. Akan tetapi para perwira Serbia yang anti-Jerman berontak dan menggulingkan pemerintahannya. Hitler marah dan menyerang Yugoslavia. Negara Balkan tersebut jatuh dengan cepat, terutama karena etnis-etnik non Serbia banyak yang bergabung dengan para penyerbu.
Setelah menaklukkan negeri itu, Hitler memecah-belah negeri tersebut di bawah pendudukan Poros dan rezim boneka lokal. Atas perintah Hitler, bekas propinsi Kroasia, Bosnia, dan Herzegovina digabungkan ke dalam negara boneka Kroasia sementara wilayah sebagian besar Kosovo, Montenegro Selatan dan Makedonia Barat digabungkan ke dalam Negara Albania Raya.
Penduduk Yugoslavia kemudian bangkit melawan pasukan pendudukan dan bergabung dengan dua kekuatan gerilya utama: kaum Chetnik yang didominasi orang Serbia pendukung raja dan kaum Partisan pimpinan Tito yang komunis. Yugoslavia pada masa ini menjadi medan pertempuran berdarah, di mana penduduknya bukan hanya memerangi pasukan pendudukan Poros namun juga saling membantai antara sesama warga–suatu preseden bagi perang antar etnis tahun 1990-an.
Hal ini terjadi karena adanya tumpang tindih kepentingan antara berperang melawan pendudukan Jerman dan upaya membersihkan negara boneka tertentu dari ras tertentu.
Di Negara Kroasia Merdeka, kaum nasionalis ekstrim Kroasia bekerja sama dengan kaum Muslim Bosnia berusaha membersihkan negara boneka tersebut dari orang-orang Serbia, Yahudi dan Jipsi. Antara tahun 1941-45, kaum Ustasa-Muslim telah membantai 750.000 orang Serbia, 60.000 Yahudi dan 25.000 Jipsi. Pembersihan etnis juga terjadi di Negara Albania Raya, di mana kaum militan Albania mengusir dan membunuh puluhan ribu orang Serbia dan orang Slavia Ortodoks lainnya, terutama di Kosovo dan Macedonia Barat, dan menggantikannya dengan para pendatang Albania dari wilayah Albania. Tragedi ini membuat trauma yang mendalam terhadap bangsa Serbia.
Perjuangan kemerdekaan Yugoslavia dilakukan dengan ber­gerilya melawan tentara Fasis Jerman. Kelompok mili­tan Serbia “Chetnik” yang terdiri atas tentara kerajaan yang tidak mau menye­rah kepada Turki dan Nazi Jerman bahu-membahu dengan Partai Komu­nis yang dipimpin oleh Tito, pada tanggal 4 Juli 1941 dapat meng­u­sir Fasis Jerman dan sekutu­nya.
Kemudian pada tanggal 29 September 1943 Tito mem­bentuk “Anti Fasist Coun­sil for the National Liberation of Yugoslavia”, selanjutnya hari tersebut dires­mikan sebagai hari kemer­deka­an Yugoslavia.
Tahun 1944 terbentuk 6 negara bagian yaitu Republik Sosialis Serbia, Montenegro, Croatia, Macedonia, Slovenia dan Bosnia Harzegovina. Pada tanggal 7 April 1945 sistem kerajaan dengan negara boneka berganti menjadi “Negara Re­publik Federasi Rakyat Yugoslavia” untuk mematahkan dominasi politik orang Serbia sebelumnya. Negara ini terdiri dari: Serbia, Kroasia, Slovenia, Bosnia-Herzegovina, Montenegro dan Republik Makedonia serta dua daerah otonom: Kosovo dan Vojvodina.
Tahun 1948 Yugoslavia melepaskan diri dari pengaruh Uni Soviet. Yugoslavia ingin berjalan sendiri dalam melaksanakan paham komunisme dan menjadi salah satu kekuatan vokal dalam pembentukan KTT Negara Non Blok.
Sebagian besar teritori Republik Federal Yugoslavia (Republik Federasi Yugoslavia) terletak di tengah-tengah pertemuan geopolitik kawasan Balkan, fakta tersebut menunjukkan betapa besarnya arti geopolitik yang dikandung oleh eks.negara Republik Federasi Yugoslavia. Eks.negara Republik Federasi Yugoslavia terletak di pertengahan jarak pendek antara wilayah Eropa dan Mediteranian, wilayah-wilayah eks.negara Republik Federasi Yugoslavia merupakan penghubung antara Eropa dengan Asia Timur Dekat dan Timur Jauh serta Mediteranian sehingga merupakan transit dari Euro-Asia. Eks.negara Republik Federasi Yugoslavia merupakan wilayah penyangga antara dua pengaruh yakni pengaruh eks. Pakta Warsawa dan pengaruh NATO, serta penghubung atau jembatan antara Eropa dan Turki dan negara-negara di wilayah Timur Tengah.
Yugoslavia sejak dipimpin oleh Presiden Josep Broz Tito adalah sebuah negara Komunis yang mandiri, sejahtera dan makmur rakyatnya. Dibawah Presiden Tito, Yugoslavia bisa dibilang berkembang menjadi sebuah negara industri yang cukup disegani di Eropa. Bahkan Yugoslavia konon termasuk 10 besar negara industri militer dunia dengan standar Pakta Warsawa dan NATO yang harganya sangat kompetitif. Peme­rintahan Tito sendiri berakhir karena meninggal dunia pada 1980.
Timbulnya Perpecahan
Sejak Tito meninggal, perbedaan antar etnis mulai nampak, terutama ketika pada akhir tahun 80’an terjadi krisis ekonomi. Diskriminasi terhadap penduduk Serbia dan non Albania lainnya di Kosovo menyebabkan ribuan orang mengungsi dari propinsi tersebut. bebe­­rapa negara bagian ingin merdeka, krisis politik memun­cak, dan partai komunis yang saat itu berkuasa ter­pecah. Hal tersebut membuka kembali luka lama orang Serbia dan mendorong terpilihnya Milosevic yang mengajukan program-program nasionalis Serbia sebagai presiden Serbia: status otonom Kosovo dan Vojvodina ditiadakan. Nasionalisme berdasarkan etnisitas menjadi marak. Pada bulan April 1990 diselenggarakan pemilu di negara-negara bagian. Di Slovenia dan Kroasia; daerah terkaya, partai pro kemerdekaan menang. Di Serbia dan Montenegro, partai komunis.
Pada bulan Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memproklamasikan kemerdekaan. Tentara Federal (terutama beranggotakan orang Serbia) mengintervensi. Akan tetapi perang di Slovenia hanya berlangsung 7 hari karena penduduk di sana nyaris homogen sehingga tidak ada kepentingan warga Serbia yang terancam. Dibandingkan dengan Slovenia yang memiliki penduduk homogen, perang di Kroasia berlangsung sengit dan lama serta kejam karena ingatan sejarah Perang Dunia II maupun besarnya komunitas Serbia di wilayah tersebut. Ketika Republik Makedonia, negara bagian termiskin, memerdekakan diri, Tentara Federal diam saja.
Pada tanggal 25 September 1991 PBB mengeluarkan reso­lusi No. 713 dan menyatakan perhatian yang mendalam ter­hadap negara bekas Yugoslavia, serta meminta semua negara untuk melaksanakan embargo senjata dan per­leng­kapan militer lainnya. Tanggal 8 Oktober 1991 Sekjen PBB menunjuk Mr. Cyrus Vance (bekas menlu AS) sebagai utusan khusus PBB di bekas negara Yugoslavia dalam rang­ka penye­lesaian konflik. Tin­dakan konkrit yang diambil adalah dengan dikirimkannya pasukan perda­maian PBB ke negara bekas negara Yugoslavia. Akhirnya pada tanggal 23 November 1991 tercapai per­setujuan di Jenewa tentang gencatan senjata dan kese­pa­katan terhadap pengi­riman pasukan perdamaian PBB. Berdasarkan Resolusi De­wan Keamanan PBB No. 743, tgl. 21 Pebruari 1992 dibentuk UNPRO­FOR.
Pada bulan Februari 1992, penduduk Muslim dan Kroasia di Bosnia-Herzegovina memilih untuk merdeka. Penduduk Serbia Bosnia menolak hasil tersebut dan berusaha membentuk negara terpisah dengan bantuan Tentara Federal. Dari enam negara bagian hanya Serbia dan Montenegro yang tertinggal. Sekali lagi, perang di Bosnia-Herzegovina berlangsung sengit dan kejam karena alasan trauma sejarah. Pada tahun 1995 perang di Bosnia-Herzegovina berakhir dengan adanya Perjanjian Dayton.
Tahun 1999 pecah pemberontakan orang Albania di Kosovo. Upaya memadamkan pemberontakan tersebut oleh Serbia menyebabkan banjirnya kaum pengungsi Albania ke wilayah tetangga. NATO tanpa mandat PBB menyerang Serbia. Milosevic menyerah dan Kosovo diberikan di bawah pengawasan internasional. Giliran penduduk Serbia yang dibersihkan secara etnis oleh KLA. Kelompok gerilyawan Albania ini juga menghancurkan banyak peninggalan budaya Serbia di Kosovo sebagai jalan menghapuskan jejak orang Serbia di sana. Tujuan utama KLA sendiri adalah menggabungkan Kosovo dan berbagai wilayah Balkan lainnya yang dihuni orang Albania ke dalam suatu Negara Albania Raya, seperti yang terjadi pada masa Perang Dunia II. Pemberontakan orang Albania meluas ke Makedonia, yang sebelumnya dengan tangan terbuka menerima pengungsi Albania dari Kosovo.
Kemudian pada Bulan Oktober 2000 Milosevic mundur setelah Vojislav Kostunica menang pemilu. Milosevic pada bulan Juni 2001 diserahkan kepada Tribunal Yugoslavia. Pada bulan Maret 2002 pemerintah Serbia dan Montenegro sepakat untuk membuat uni yang lebih bebas. Uni Eropa bisa menekankan tidak boleh diadakan referendum kemerdekaan (untuk Montenegro). Sejak tanggal 4 Februari 2003 negara Yugoslavia bernama Serbia Montenegro.
Disintegrasi eks Yugoslavia telah menciptakan pecahan negara-negara kecil yang tidak memiliki posisi strategis seperti.pada saat Republik Federasi Yugoslavia dulu. Bahkan tidak satupun dari negara pecahan eks Yugoslavia mempunyai posisi strategis sentral seperti eks.negara Republik Federasi Yugoslavia. Komposisi wilayah Yugoslavia yang terdiri dari daratan, laut, pantai, pegunungan, danau dan sungai-sungai yang merupakan komposisi lengkap, menggambarkan negara eks.Yugoslavia memiliki potensi sumber daya alam yang beraneka ragam dan sangat diperlukan dalam pembangunan ekonomi maupun bagi kepentingan pertahanan dan keamanan.
Masing-masing dari negara-negara pecahan Yugoslavia yang bergabung kedalam Masyrakat Eropa (EU), saat ini tengah berkutat dalam permasalahan ekonomi yang tak kunjung usai. Sebagai contoh Slovenia, saat ini tingkat pengangguran di negara tersebut meningkat hampir separoh dari jumlah penduduk Slovenia yang mencapai dua juta orang. Terjadinya keterpurukan ekonomi dan tingginya pengangguran ini dikarenakan sejak bergabungnya Slovenia kedalam EU, Slovenia diharuskan menutup pabrik gulanya yang berkualitas tinggi. Hal ini dikarenakan pasokan gula akan diimport dari Jerman yang sedang mengalami surplus gula. Selain daripada itu, tingginya tingkat korupsi dan penyalahgunaan wewenang semenjak jatuhnya pemerintahan Yugoslavia ikut menyumbang carut marut yang terjadi di Slovenia.
Keterlibatan Amerika dalam Operasi Balksanisasi
Keruntuhan Yugoslavia tidak terlepas dari agenda tersembunyi Amerika. Balkanisasi adalah sebuah bukti nyata kekejaman dari gerakan imperialisme yang telah terintegrasi dalam sistem keamanan global Amerika. Setelah bubarnya Uni Soviet, Pecahnya Yugoslavia menjadi negara-negara kecil tidak terlepas dari setting tersembunyi AS yang boleh dibilang merupakan agenda sesungguhnya, yakni menyingkirkan Slobodan Milosevic dari panggung politik Eropa Tenggara. Kongres AS sangat khawatir bila Slobodan membangkitkan kembali “Pakta Warsawa Baru.” Slobodan Milosevic dianggap sebagai musuh besar oleh AS seperti halnya Saddam Hussein di Irak. Habis manis sepah dibuang.
Melalui setting media yang luar biasa, dengan modus operandi agenda pelanggaran HAM berat terhadap Presiden Yugoslavia Slobodan Milosevic yang digambarkan sebagai setan, dengan tuntutan-tuntutan yang tidak berdasar dan simpang-siur atas pembunuhan massal dan kematian orang-orang Albania. Sebuah eksploitasi tuntutan tanpa henti atas terjadinya “pemusnahan masal terhadap suatu bangsa,” dan pemancaran secara berulang-ulang tayangan televisi dari pengungsi-pengungsi yang menderita. Hal ini dirancang secara massive untuk melemahkan, membiasakan dan menakuti-nakuti masyarakat umum dengan sangat menyakinkan melalui pemaksaan argumen. Inilah yang kemudian yang menjadi alasan AS untuk menginvasi Yugoslavia. Amerika berhasil menyerat Slobodan Milosevic ke Pengadilan HAM internasional. Dimana Slobodan Milosevic pun akhirnya gugur di dalam penjara karena diracun para penguasa. Dia disebut sebagai “The Last Mohicans” Komunis.
Berkaca dari sejarah kehancuran Yugoslavia, kita bisa membaca ulang peristiwa Reformasi 1998 sebagai skema Balkanisasi Nusantara yang dipicu dari Gerakan Reformasi 1998 namun gagal. Walau demikian, kita harus tetap waspada, karena Indonesia sudah masuk dalam agenda besar kaum imperialis Timur dan Barat.
Sebuah pelajaran menarik dari kasus Balkan 1990 dan Nusantara 1998 adalah kemampuan AS memprediksi masa depan suatu bangsa. Melaui lembaga riset semacam “Rand Corporation” yang berfungsi memonitor perkembangan peradaban suatu bangsa, AS mampu membaca tanda-tanda zaman dari suatu bangsa jauh sebelum bangsa itu sendiri menyadari masa depan bangsanya. Boleh dibilang AS sudah tahu masa depan satu bangsa bahkan termasuk figur pemimpinnya. Sehingga AS bisa memprediksi masa depan suatu bangsa bila dipimpin oleh figur yang pas atau sesuai dengan ramalan sejarah bisa menjadi ancaman bagi kepentingan nasionalnya. Bagi AS, kebangkitan Indonesia Raya merupakan ancaman serius terhadap eksistensi Amerika. Oleh karena itu tidak boleh dibiarkan berkembang, harus dicegah sebelum tumbuh menjadi besar.
Referensi:
  • Agus Setiawan, Pegiat Sosial Politik dan Research Associate GFI, “Perspektif Perang Non Militer Milenium Ketiga”, 26-11-2014,

  • Agus Setiawan, Pegiat Sosial Politik dan Research Associate GFI,”Perspektif Perang Non Militer Milenium Ketiga”, 02-12-2014,
    Kresno Aji (kresno.aji@gmail.com),

No comments: