Mohammad Natsir dan Perjuangannya

natsir Mohammad Natsir dan Perjuangannya


Pada tanggal 5 Rabi’ul Awal 1400 H atau 23 Januari 1980, Sekretaris Jenderal Lembaga Hadiah Internasional Malik Faisal, Dr. Ahamad Al-Dhubaidh memberitahukan kepada Bapak Mohammad Natsir, bahwa berdasarkan keputusan juri, yang diangkat oleh lembaga tersebut untuk tahun 1400 H, tanda penghargaan di bidang penghidmatan Islam akan diberikan kepada Mohammad Natsir dari Indonesia bersama-sama dengan Syekh Abul Hasan An-Nadwy dari Lucknow, India. Pada tanggal 25 Rabi’ul Awal 1400 H (12 Februari 1980 M) dalam suatu upacara yang khidmat di ibukota Arab Saudi Riyadh tanda penghargaan itu diberikan kepada yang berkepentingan.
Dalam sebuah piagam tertanggal hari itu dinyatakan, bahwa Hadiah Internasional Malik Faisal untuk Pengabdian pada Islam untuk tahun 1400 H diberikan kepada Saudara Mohammad Natsir sebagai penghargaan atas karya-karyanya yang patut mendapat penghargaan dalam bidang pengabdian pada Islam dan ummatnya yang berupa sebagai berikut:
  1. Karya-karyanya di bidang dakwah dan mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.
  2. Usaha-usahanya untuk menyelesakan persoalan kaum muslimin dan untuk mewujudkan solidaritas diantara mereka.
  3. Kegigihannya melawan penjajah yang ada di negerinya Indonesia sampai memperoleh kemerdekaan.
  4. Karyanya yang sungguh-sungguh dalam melawan aliran-aliran destruktif, atheisme, dan lain-lain.
  5. Bimbingan yang diberikannya kepada berbagai macam organisasi di negaranya untuk pembinaan pemuda-pemuda Islam Indonesia.
Pada malam ini kita berkumpul di tempat yang sederhana ini untuk bersama-sama menyatakann berterima kasih kepada Ketua Lembaga Malik Faisal bin Abdul Aziz, yang telah berkenan menganugerahkan hadiah internasional kepada pemimpin kita Mohammad Natsir.
Kita mengucap syukur alhamdulillah, bahwa Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang telah meridloi hadiah itu diberikan kepada pemimpin kita Mohammad Natsir. Bersama dengan hadiah internasional Malik Faisal, kami memohon kepada Allah Swt., semoga memberikan taufiq kepada Bapak Mohammad Natsir dalam usaha-usahanya, dan semoga kami yang menerima didikannya dapat memanfaatkan pimpinannya.
Bapak Mohammad Natsir sejak masa muda memang menunjukkan kesetiaan kepada agama yang kuat, serta ketekunan yang tak kenal lelah.
Dalam masa remaja, ia telah bergerak dalam berbagai-bagai organisasi, yang saya hanya menyebut dua saja yaitu Jong Islamieten Bond dan Persatuan Islam, kedua-duanya bergerak dalam bidang studi dan dakwah Islam. Persatuan Islam menerbitkan majalah yang terkenal yaitu: Pembela Islam, dimana Mohammad Natsir mengembangkan penanya yang tajam tapi bijaksana untuk membela Islam, yang pada waktu itu mendapat serangan dari berbagai-bagai pihak. Persiapan itu membawa Mohammad Natsir dalam perjuangan kemerdekaan, dalam mana senantiasa berdiri dan ikut serta di baris depan.
Dengan melalui zaman Jepang yang sulit, maka pada permulaan revolusi Mohammad Natsir termasuk orang yang mendirikan dan ikut memimpin Partai Politik Masyumi, dalam mana akhirnya ia menjadi Ketua Umum selama bertahun-tahun.
Setelah partai politik Islam Masyumi dibubarkan oleh Presiden Sukarno, dengan demikian baginya bidang politik sudah tertutup, maka bersama-sama dengan rekan-rekannya secita-cita ia mendirikan Lembaga Dakwah yang bernama Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.
Maka tanda penghargaan yang baru diterimanya itu, adalah satu bukti, bahwa Allah Swt. Membuka tidak hanya satu jalan, melainkan berbagai-bagai ikhtiar, bagaimana seorang muslim dapat berbakti kepada Tuhan, agama, dan bangsa serta negara.
Di masa sekarang memang sudah tidak ada partai-partai seperti di kala Mohammad Natsir mendirikan sebuah partai politik. Masa itu dinamakan zaman demokrasi liberal atau parlamenter, dan bangsa Indonesia dimasa itu mencapai kemerdekaan, berkat kerjasama antara berbagai golongan dan partai politik. Dalam zaman itu sudah tampak “kegigihan Mohammad Natsir melawan penjajahan yang ada di negerinya Indonesia sampai tercapai kemerdekaan”.
Usaha-usahanya untuk menyelesaikan persoalan kaum muslimin dan untuk mewujudkan solidaritas diantara mereka, dapat digambarkan dalam sejarah yang akan saya ceritakan di bawah ini:
Proklamasi yang dicetuskan oleh bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, sebenarnya tidak dimengerti oleh kepemiminan Belanda, yang sudah mengenal bangsa Indonesia selama 300 tahun.
Kepemimpinan Belanda melihat Proklamasi itu tidaklah sebagai sesuatu yang tumbuh dari hati nurani bangsa Indonesia, akan tetapi lebih banyak sebagai bom waktu Jepang, atau pemikiran-pemikiran Sukarno dan Hatta saja, atau digerakkan oleh pengaruh komunis. Andai kata kepemimpinan Belanda mengerti bahwa itu benar-benar isi nurani bangsa Indonesia yang sudah dipimpin Belanda selama 300 tahun dan yang sekarang mau merdeka, maka penyelesaian soal Indonesia tidak akan sampai memakan waktu lama dengan segala kepahitannya inklusif dua aksi militer. Penyelesaian India dan Pakistan dengan Inggeris, berlainan sekali.
Karena itu Belanda meskipun lahirnya tidak dapat lain dari melepaskan Indonesia, tapi memakai cara-cara yang tidak tepat. Akhirnya Indonesia lepas juga dari ikatan Belanda, tapi dengan cara yang terlalu banyak kompromis, yang akhirnya tidak berjalan. Indonesia yang diakui kemerdekaannya mempunyai struktur federal, terdiri 16 negara bagian, ada ikatan Uni Indonesia-Belanda karena Belanda tidak ikhlas melepaskan Irian Barat. Ikatan itu akhirnya semua musnah, sebelum hubungan Belanda Indonesia menjadi baik seperti sekarang.
Saya ingin mengutip pendapat baru di Nederland yang meninjau lagi apa yang terjadi 30 tahun yang lalu. Pemikir muda itu bernama Ben Van Kaam, yang menamakan bangsanya sendiripada tahun 1949 dihinggapi oleh penyakit “buta warna politik”. Buta warna politik itu sebenarnya sudah dimulai tahun 1945, waktu Belanda tidak mengerti arti proklamasi Indonesia.
Negara Kesatuan Indonesia, yang oleh Belanda tadinya dibagi-bagi dalam 16 negara bagian dalam struktur federal, dalam waktu beberapa bulan saja sudah dipulihkan kembali oleh rakyat. Dalam penyelesaian ini, Mohammad Natsir sebagai Ketua Masyumi bekerjasama dengan lain-lain partai, telah memberikan darma baktinya dengan bijaksana, sehingga persoalan dapat selesai tanpa membahayakan persatuan bangsa. Mohammad Natsir menjalankan usaha itu dengan apa yang dinamakan mosi integral.
Bagaimana caranya? Waktu itu ada 16 negara kecuali R.I. diciptakan Belanda yang tergabung dalam Negara Indonesia Serikat yang sudah merdeka dan berdaulat. Tinta pengakuan kemerdekaan belum kering sudah ada sebuah kabupaten Malang, pada tanggal 30 Januari 1950, menyatakan keluar dari Negara Jawa Timur, ciptaan Van Mook dan menggabungkan diri dengan Republik Jogya. Tindakan ini segera disusul oleh Kabupaten Sukabumi, kotapraja Jakarta Raya, Sulawesi Selatan. Kalau hal yang demikian itu dibiarkan berjalan terus, akan menjadi kosong negara Indonesia Serikat. Mohammad Natsir tidak mau melihat Soekarno dan Hatta menjadi Presiden dan Wakil Presiden dari satu federasi yang kosong. Karena itu Natsir mengajukan mosi agar yang sedang berjalan itu disalurkan menurut hukum dan dihindarkan perpecahan.
Akhirnya diadakan perundingan antara Republik Indonesia yang berpusat di Jogya dan Negara Indonesia serikat yang bertindak juga atas nama Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur. Maka hasilnya kembalinya ke Negara Kesatuan dengan UUDS 1950, yang dalam DPR memilih Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakil presiden. Maka Mohammad Natsir mendapat kehormatan untuk mengantarkan Negara Kesatuan Indonesia yang pulih kembali sebagai Perdana Menteri.
Masyumi sudah tidak ada sekarang. Bapak Natsir mengabdi kepada Tuhan Islam dan Negaara melalui Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Mu’tamar Alam Islami dan Majlis Ta’sisy Rabitah Alam Islami. Muktamar Alam Islami, adalah badan Internasional yang pada tahun 1926 didirikan oleh Raja Abdul Azis Ibnu Saud bersama dengan Mufti Besar Palestina, Muhammad Amin al Husaini di Mekah Mukarramah. Pada saat itu hadir dari Indonesia pemimpin-pemimpin besar kita Haji Oemar Said Cokroaminoto dan Kyai Haji Mas Mansur, Mohammad Natsir yang saat ini adalah Wakil Presiden Muktamar Alam Islami. Kita bersyukur dan bangga, bahwa jalan yang sudah dirintis oleh anak moyang ummat Islam Indonesia pada saat ini diteruskan oleh Mohammad Natsir.
Duduk dalam badan Internasional bagi Mohammad Natsir sifatnya tidak berlainan dan bertentangan dengan duduk dalam badan nasional. Sebab berbakti kepada Tuhan, berdasarkan keadilan dan kebenaran sama arahnya, apakah kita di dalam atau di luar negeri. Demikianlah umpamanya dalam masalah penyelesaian soal Timor Timur. Sebagaimana kita ketahui, Timor Timur itu berada dalam penjajahan Portugis berabad-abad lamanya. Setelah Indonesia berabad lama mengecap kemerdekaan, maka dalam saat meninggalkan jajahannya begitu saja dan membiarkan rakyat dikuasai oleh golongan yang berhaluan kiri. Ribuan pengungsi mengalir ke wilayah Indonesia. Timor Timur sendiri merupakan daerah tak bertuan. Tentu saja Indonesia tahu apa yang harus dikerjakan, tidak lain bersatu dengan bagian yang dengan kekerasan dan telah wajar telah dipisahkan itu.
Pada waktu itu ada negara-negara yang tidak kenal persoalannya, ada negara anggota Konferensi Islamyang ikut mengutuk Indonesia sebagai negara yang expansif menyaplok negara lain. Negara-negara komunis tentu anti-Indonesia. Sebagai Wakil Presiden Muktamar Alam Islami, Mohammad Natsir mengajukan satu usul resolusi dalam konferensinya yang mendudukkan bagaimana persoalan yang sebenarnya dan menyokong pendirian serta langkah yang diambil oleh Indonesia. Usul resolusi itu diterima dengan suara bulat dan dikirimkan ke PBB dan organisasi-organisasi internasional lainnya, dan khususnya kepada pemerintah negara anggota dari konferensi menteri-menteri luar negeri Islam.
Selanjutnya, Mohammad Natsir mengadakan kontak dengan pemimpin-pemimpin yang berpengaruhdi negara-negara Islam seperti Pakistan, dan mengadakan konferensi pers guna menghilangkan salah paham. Salahsatu slogan yang dilancarkan Natsir dalam konferensi persnya berbunyi “We don’t wont a seconder Anggola in South East Asia” (Kita tidak suka menjadi Anggola kedua di Asia Timur Tengah), menjadi kata bersayap dan headlinedi surat-surat kabar Pakistan. Dengan kata yang ringkas itu, khalayak ramai mudah menanggapi apa sebenarnya hakekat persoalan Timor Timur itu.
Kalau ada sesuatu yang penting bagi Indonesia dalam kesempatan apapun Mohammad Natsir akan berbuat, diminta atau tidak, sesuai keadilan. Tidak semata-mata soal yang besar-besar yang menarik minat Mohammad Natsir. Ia justru di kalangan kawan-kawan yang dekat sering mendapat sesalan, ia terlalu banyak menerima tamu. Ia terlalu banyak memperhatikan soal-soal yang kecil-kecil yang sebenarnya dapat diserahkan kepada pembantu-pembantunya. Ia suka menerima siapa saja yang ingin ketemu dengannya. Mohammad Natsir berpendirian, ia suka menerima tamu-tamu yang penting-penting , yang membawakan soal-soal besar-besar. Tapi bagaimana orang dapat tahu soal besar, kalau ia tidak tahu soal kecil.
Demikianlah dalam Dewan Dakwah yang ia pimpin, ia siapkan pemuda-pemuda Islam Indonesia yang pada saatnya akan mengganti generasi yang sekarang sedang menjalani bakti.
Kita do’akan semoga Bapak Mohammad Natsir dipelihara kekuatannya agar masih dapat meneruskan pimpinannyakepada ummat yang sangat memerlukan pimpinan itu. * * *
Mohamad Roem
 Ditulis ulang oleh Andi Ryansah dari Serial Media Dakwah No.70, Islam dan Modernisasi Jum.Akhir 1400 H/April 1980

No comments: