NWO, Untold

sion biara
Kejatuhan Yerusalem tersebut ke tangan pasukan kaum Muslimin pimpinan Salahuddin al-Ayyubi oleh pihak Kristen dikatakan sebagai akibat dari kecerobohan—bahkan ada yang mengatakan pengkhianatan—Grand Master Ordo Templar bernama Gerard de Ridefort. Kejatuhan Yerusalem ini membawa implikasi yang tidak mudah dalam dunia Kristen. Ribuan orang-orang Perancis dan sekitarnya yang bermaksud pergi ke Yerusalem untuk ‘melamar’ menjadi anggota Ordo Sion akhirnya berbalik arah dan kembali ke kampung halamannya. Para tokoh Ordo Sion, dan Templar, juga meninggalkan Palestina dan menemukan sebuah basis baru di Perancis. Basis yang baru ini bisa saja di Orleans atau juga di daerah pegunungan Bezu di Selatan Perancis, dekat Rennes-le-Château.
Akibat kejadian di tahun 1187 tersebut, hubungan antara Ordo Sion dengan Ordo Ksatria Templar rusak. Setahun kemudian, ‘ayah dan anak’ ini secara resmi berpisah. Perpecahan ini diperingati dengan sebuah ritual yang disebut ‘The Cutting of the Elm’ (Penebangan Pohon Elm). Banyak kisah manipulatif tentang penebangan pohon elm ini yang dibuat secara harfiah. Padahal diyakini, istilah tersebut tidak bisa diartikan secara harfiah melainkan sebuah simbolisasi. Namun hingga sekarang, para penelti masih menyusuri apa sebenarnya yang tersimpan di dalam simbolisasi penebangan pohon Elm tersebut?
Setelah peristiwa 1188, Ordo Biara Sion memilih Grand Masternya sendiri, lepas dari Grand Master Knights Templar, dan memilih Jean de Gisors yang dilahirkan pada tahun 1133 dan meninggal dunia pada 1220. Orang ini juga diliputi kemisteriusan sejarah dan jejak kehidupannya begitu kacau. Nama Ordo Sion pun kemudian diubah menjadi Prieuré de Sion (Biara Sion). Dalam dokumen yang lain disebutkan juga bahwa mereka memiliki sebuah nama lain: Ormus. Yang dipakai setahun sebelum penangkapan dan pengejaran Ordo Templar di Perancis.
Tentang keberadaan Biarawan Sion, Lynn Picknett dan Clive Prince yang juga melakukan penelitian langsung ke berbagai jantung heresy Eropa hingga menghasilkan buku “The Templar Revelation: Secret Guardians of the True Identity of Christ” (1997), juga sependapat dengan Michael Baigent dan kawan-kawan.
Mereka adalah kelompok kuasi-Masonik atau Ordo Ksatria yang memiliki ambisi-ambisi politis tertentu dan, kelihatannya, juga kekuasaan “belakang layar” yang sangat besar. Meski demikian, teramat sulit untuk memetakan posisi Biarawan Sion. Kesulitan ini mungkin disebabkan oleh adanya sesuatu yang bersifat simeris (nyaris utopis) di seputar aktivitasnya. Bahkan dalam penelitiannya, Picnett dan Prince mengaku telah bertemu dan banyak dibantu seorang informan rahasia—yang dinamakan ‘Giovanni’(versi bahasa Italia untuk John atau Yohanes, sebuah nama yang banyak dipilih oleh para petinggi Biarawan Sion karena mengacu pada sosok Yohanes Sang Pembaptis yang sangat dihormati mereka ketimbang Yesus)—yang merupakan anggota dari Biarawan Sion sendiri yang berasal dari Perancis.
Awalnya, kedua peneliti yang memiliki latar belakang sebagai pengajar di bidang paranormal, okultisme, serta misteri sejarah dan agama di London ini merasa ragu dengan Giovani. Namun setelah menjalani hubungan yang dekat dan intens, mereka berdua akhirnya meyakini bahwa apa yang diakui Giovanni memiliki kebenaran.
“Perjumpaan dan hubungan kami dengan Giovanni meyakinkan kami bahwa ia, setidak-tidaknya, bukanlah pembual dan bahkan informasinya dapat dipercaya. Ia tidak hanya menyampaikan kepada kami berbagai fakta yang tidak ternilai harganya mengenai kain kafan Turin, tetapi juga menyebutkan secara rinci orang-orang dari masa sekarang yang menjadi anggota kelompok Biarawan Sion atau berbagai organisasi esoteris dan rahasia lain, di Inggris maupun di Eropa daratan. Misalnya, ia menyebut seorang konsultan penerbitan, yang pernah bekerjasama dengan kami pada 1970-an, sebagai anggota kelompoknya. Sekilas, pernyataan Giovanni mengenai orang ini tampak sebagai rekaan imajinasinya, tetapi beberapa bulan kemudian sesuatu yang sangat aneh terjadi,” tulis Picknett.
Kisahnya terjadi saat sebuah pesta yang diselenggarakan seorang kenalan pada November 1991 di sebuah restoran mewah yang letaknya berdekatan dengtan distrik mereka. Konsultan itu hadir walau dia tinggal sangat jauh. Konsultan itu mengundang Picknett dan Prince ke kediamannya. Setelah memenuhi undangan tersebut, peneliti ini sampai pada kesimpulan bahwa konsultan tersebut memang anggota Biarawan Sion. Apalagi konsultan itu yang taat menjalankan ritual okultisme, kemudian juga mengadakan sebuah pesta amat mewah di rumahnya yang terletak di sebuah desa. Namun tamu-tamunya bukanlah orang sembarangan, …semua yang hadir di sana adalah pejabat perbankan internasional yang ternama.
Disebabkan pengalaman dan penelitian yang panjang itulah, mereka sampai pada keyakinan bahwa Biarawan Sion modern—seperti yang dikatakaln Plantard kepada Michael Baigent dan kawan-kawan—bukan sekadar ciptaan atau temuan segelintir orang Perancis yang punya fantasi monarkis sebagaimana dituduhkan oleh sebagian kritikus. “Berdasarkan pengalaman dan temuan kami, tidak ada keraguan sedikit pun di benak kami untuk memercayai bahwa Biarawan Sion sungguh-sungguh ada pada masa kini,” demikian tulis mereka.

DOSSIERS SECRETS DAN PIERRE PLANTARD

Sebelum kita menelusuri lebih jauh, ada baiknya kita berhenti sejenak untuk mencermati kisah tentang Pierre Plantard yang dikatakan sebagai orang yang berada di belakang penulisan Les Dossiers Secrets—dokumen rahasia—yang memuat nama sejumlah tokoh Barat sebagai Grand Master Biara Sion.
Pierre Plantard
Pierre Plantard
Henry Lincoln dan dua penulis The Holy Blood and the Holy Grail lainnya menyatakan kesulitan untuk menentukan sejak kapan awal mula Biara Sion diketahui berdiri.
Ada pula yang meyakini bahwa cikal bakal Biara Sion bermula pada tahun 43 Masehi, ketika Raja Herod (King Herod Agrippa) bersama-sama dengan delapan pendeta Yahudi merencanakan sebuah gerakan untuk memenangkan dunia. Namun catatan ini pun sulit untuk menemukan pembuktian atau dokumen-dokumen pendukung yang lebih kuat. Namun ketika mereka menemukan Les Dossiers Secrets, mereka akhirnya mengambil sebuah pijakan sementara yang akan diuji kemudian. Salah satu temuan mereka mengatakan bahwa di Annemasse, Perancis, pada tahun 1956 telah berdiri satu organisasi resmi bernama Priory of Sion yang telah mendaftarkan diri—sesuai hukum Perancis—di Sous-Prefecture of Saint Julien-en Genevois, pada 7 Mei 1956. Pendaftarannya sendiri dicatat pada tanggal 20 Juli 1956 di ‘Journal Officiel de la République Française dengan dewan pendiri empat orang: Pierre Plantard, André Bonhomme, Jean Delaval, dan Armand Defago.
Priory the Sion juga memiliki nama lain yakni “Chevalerie d’Institutions et Régles Catholiques d’Union Independence et Traditionaliste” (C.I.R.C.U.I.T) atau dalam bahasa Inggris berbunyi: Chivalry of Catholic Rule and Institution and of Independent Traditionalist Union. Organisasi dikabarkan bubar pada bulan Oktober 1956, lalu muncul kembali tahun 1962 dan 1993. Semuanya oleh Pierre Plantard .
Ada yang menyatakan bahwa Plantard pernah terlibat dalam tindakan kriminal, yaitu perbuatan menipu, seperti yang dikatakan oleh sebuah dokumen di Sous-Prefecture of Saint-Julien en Genevois. Di belakang hari, hal ini dijadikan salah satu landasan utama oleh kalangan yang menganggap Priory of Sion tidak ada dan sekadar dusta dari Plantard. Benarkah demikian? Kita simak dulu perjalanan keterangan ini.
Menurut pengakuan Plantard, Priory of Sion semula dimaksudkan sebagai sebuah perkumpulan yang mampu mendudukan kembali pewaris Dinasti Merovingian, sebagai keluarga besar yang memiliki darah suci keturunan Yesus, sebagai raja di Eropa. Untuk itu, ini menurut kalangan yang menganggap Priory of Sion tidak ada, dengan dibantu oleh rekannya bernama Philipe de Cherisey, Plantard membuat sebuah naskah dan perkamen palsu yang dikatakannya ditemukan oleh Pendeta Saunière saat merenovasi gereja Magdala di Rennes-le-Château. Dokumen-dokumen dan naskah ini selain berisi daftar nama Grand Master Biara Sion, juga menyinggung tentang garis keturunan Merovingian yang masih hidup.
Ada banyak yang dikerjakan Plantard untuk mengungkap keberadaan The Priory of Sion di tahun 1961-1984. Ini dianggap mereka sebagai upaya manipulasi sejarah. The Dossiers Secrets oleh Plantard disimpan di Bibliothèque nationale de France (BN) di Paris, yang kemudian ditemukan oleh Henry Lincoln, dan mengantarkan Henry Lincoln ini kepada Plantard. Menurut Dossiers Secrets, Suku Sicambrian-Frank, yaitu suku yang asal dari Dinasti Merovingian, asli Yahudi. Mereka berasal dari Suku Benyamin, suku ke-13 bangsa Yahudi yang hilang dan bermigrasi ke Yunani dan kemudian ke Jerman, satu wilayah yang kemudian membuat mereka dikenal sebagai suku atau orang Sicambrian.
Dalam upayanya menelisik keabsahan dokumen rahasia tersebut, Henry Lincoln dan kawan-kawan menemukan kejadian-kejadian aneh yang menimpa para penulis yang telah menuliskan hal-hal terkait hal ini. Sekurangnya ada empat penulis yang diketemukan mati secara misterius secara bersamaan, sama sekali bukan bunuh diri. Seolah ada pihak atau kelompok yang tidak ingin sesuatu yang selama ini tertutup rapat, diketahui publik. Beberapa kejadian juga dialami Lincoln sehingga membuat dirinya akhirnya harus merasa yakin dengan kebenaran dokumen rahasia tersebut.
Dalam The Holy Blood and the Holy Grail, Henry Lincoln dan kawan-kawan untuk Biara Sion sampai pada beberapa kesimpulan:
  • Biara Sion berdiri di belakang Ksatria Templar dan dialah yang membentuknya secara rahasia. Biara Sion dipimpin oleh para Grand Master yang terdiri dari tokoh-tokoh Barat.
  • Walau Ksatria Templar telah dihancurkan antara tahun 1307-1314, Biara Sion tetap tidak terjamah dan terus berjalan selama berabad-abad dalam bayangan gelap dan di balik layar, dan secara misterius berada di belakang sejumlah peristiwa penting dalam sejarah Barat.
  • Ordo Biara Sion masih ada hingga kini dan masih menjalankan kegiatannya. holy grail

Sebelumnya, kita akan mencoba terlebih dahulu untuk mencari tahu, minimal bisa mereka-reka dengan pengetahuan yang cukup, tentang keberadaan Biarawan Sion (Priory Sion) dan hubungannya dengan Ksatria Templar, sebuah ordo militer legendaris yang namanya mencuat dalam Perang Salib.
Banyak yang percaya jika organisasi ketentaraan modern dan juga organisasi pasukan elit dunia, sesungguhnya berasal dari ordo militer ini. Bahkan sejarah meyakini sistem perbankan konvensional yang ada sekarang ini berasal dari salah satu kegiatan ordo. Siapa yang sesungguhnya berada di belakang para Ksatria Templar?
Henry Lincoln dan kawan-kawan, ketika menyusuri berbagai perkamen dan dokumen untuk menyusun buku The Holy Blood and the Holy Grail juga masih berspekulasi tentang siapa yang sebenarnya berada di belakang ordo militer ini. Namun agar pencarian tidak berhenti, akhirnya mereka bertiga dengan berani mengambil hipotesis bahwa di belakang Ksatria Templar ada sebuah organisasi yang tak kalah misteriusnya bernama Biarawan Sion.
“Kami tak berhenti pada kesimpulan ini, sebaliknya kami menggunakan ini sebagai pijakan untuk penelitian selanjutnya,” tulis mereka.
Salah satu dokumen yang dijadikan ‘sandaran’ Henry Lincoln cs, bernama Dossiers Secrets (Dokumen Rahasia). Dokumen Rahasia ini tersimpan di Perpustakaan Nasional Perancis di Paris dengan Referensi Bibliografi nomor 4-Lml 249. Menurut dokumen ini, Ordo Sion didirikan oleh Godfroy de Bouillon pada tahun 1090, sembilan tahun sebelum dirinya memimpin penaklukan Yerusalem dari tangan kaum Muslimin yang berakhir dengan tragedi berdarah di kota suci tersebut.
Dokumen lainnya, yang diistilahkan oleh Henry Lincoln cs disebut sebagai ‘Dokumen Biara’ (The Priory Document) malah menyatakan Ordo Sion didirikan tahun 1099, bertepatan dengan jatuhnya Yerusalem ke tangan pasukan Salib. Dan menurut dokumen ini, King Baldwin I yang juga kakak lelaki dari Godfroy ‘menghutangkan tahtanya’ pada ordo tersebut. Naskah itu juga memberitahu kedudukan resmi ordo (markas induk) ada di sebuah gereja khusus bernama Abbey of Notre Dame du Mont de Sion (Gereja Biara Notre Dame di Gunung Sion) di Yerusalem, atau juga di luar Yerusalem, sebuah bukit tinggi yang terkenal di selatan kota. .
Di selatan kota Yerusalem inilah, daerah di mana berdiri ‘bukit tinggi’ Gunung Sion, pada tahun 1099, saat pasukan salib membantai seluruh penduduk Yerusalem—baik kaum Muslimin dan Yahudi—dalam penaklukkannya, mereka menemukan sebuah reruntuhan di bukit tersebut. Reruntuhan ini mengindikasikan secara kuat bahwa dahulu kala di daerah tersebut telah berdiri sebuah basilika atau Gereja Byzantium kuno yang diperkirakan sudah berdiri pada abad ke-4 dan sebab itu disebut sebagai Induk Seluruh Gereja (The Mother of All Church). Di atas reruntuhan gereja induk tersebut, Godfroi memerintahkan dibangun kembali sebuah gereja yang ternyata dipergunakan oleh golongannya sendiri. Gereja itu lebih mirip dengan menara dan benteng, yang kemudian diberi nama Abbey of Notre Dame du Mont de Sion (Gereja Biara Notre Dame di Gunung Sion). Karena kelaziman penamaan ordo disamakan dengan nama gerejanya—misal Ordo Holy Sepulchure ternyata menempati Gereja Holy Sepulchure, maka banyak sejarahwan meyakini kelompok Godfroi yang menempati Gereja Abbey of Notre Dame du Mont de Sion ini dikemudian hari disebut dengan istilah Ordo Sion dan para pendetanya dipanggil dengan sebutan Biarawan Sion (Priory of Sion).
Walau demikian, banyak pula sejarahwan yang menolak premis ini. Ada yang memaparkan bahwa gereja tersebut dihuni oleh persaudaraan anggota Ordo Agustinian yang memiliki nama ganda seperti ‘Saint-Marie du Mont Syon et du Saint-Esprit’ (Santa Maria dari Gunung Sion dan dari Santa Esprit) . Ada pula yang menyatakan bahwa gereja tersebut selama Perang Salib di Yerusalem dihuni oleh para ksatria dengan nama ‘Chevaliers do Odre de Notre Dame de Sion’ (Kavaleri Ordo Notre Dame di Sion).
Petunjuk yang mungkin lebih jelas akhirnya datang dari Gérard de Sède. Menurutnya, para biarawan Calabria yang dipimpin oleh seorang tokoh bernama ‘Ursus’ yang dikaitkan dengan garis keturunan Dinasti Merovingian sebelum berangkat dari Orval, mereka memasukkan seorang lelaki yang dikenal sebagai Peter the Hermit (Peter si Pertapa). Dikatakan pula bahwa Peter si Pertapa itu diyakini sebagai pembimbing pribadi Godfroi de Bouillon.
Pada tahun 1095, bersama Paus Urban II, Peter membuat dirinya dikenal di seluruh umat Kristen karena khotbahnya yang mengobarkan Perang Salib untuk merebut kembali Tanah Suci Yerusalem dari tangan kaum Muslim. Peter adalah salah seorang penyebab diakhirinya perdamaian antara dunia Kristen dengan Islam, dengan menyerukan Perang Salib.
Setelah Yerusalem jatuh ke tangan pasukan salib di tahun 1099, sekelompok tokoh bersidang dalam konklaf rahasia yang diduga berasal dari Gereja Yohanit. Dari Guillaume de Tyre didapat keterangan bahwa seorang uskup dari Calabria mendominasi sidang itu dan sangat dihormati seluruh peserta. Pertemuan itu digelar untuk menobatkan seorang Raja Yerusalem. Konon, saat itu secara aklamasi peserta menunjuk Godfroi de Bouillon sebagai Raja Yerusalem, namun dengan sikap merendahkan hati yang dibuat-buat, Godfroi menolaknya dan memilih untuk memakai gelar “Pembela Holy Sepulchure” yang sesungguhnya lebih berkuasa dalam segala hal, walau tidak menyandang istilah Raja. Baldwin I akhirnya dinobatkan sebagai Raja Yerusalem. Ketika Godfroi meninggal dunia di tahun 1100, King Baldwin I menerima gelar tersebut dan menjadi tokoh dengan dua gelar di Kota Suci itu: King of Yerusalem dan Pembela Holy Sepulchure.
Menurut Lynn Picknett dan Olivia Prince dalam karyanya The Templar Revelation, Godfroi de Bouillon sebenarnya telah bertemu dengan para wali ‘Gereja Yohanes’ atau Kaum Yohanit yang misterius dan juga sering disebut ‘Ormus’. Hasil pertemuan rahasia tersebut, mereka sepakat untuk membentuk suatu ‘kelompok atau pemerintahan rahasia’. Biarawan Sion dan Ksatria Templar diciptakan sebagai bagian dari rencana besar Gereja Yohanes ini.
Dari berbagai temuan, The Holy Blood and the Holy Grail membuat hipotesa sementara bahwa Ordo Biara Sion merupakan ordo yang sangat berpengaruh di Yerusalem ketika itu dan bahkan memiliki kewenangan besar untuk mengangkat seorang raja. Untuk memastikannya memang sangat sulit. Yang kemudian banyak diyakini para peneliti berdasar temuan-temuan mereka adalah bahwa di kemudian hari untuk mengamankan dan mengefektifkan misinya, para Biarawan Sion ini kemudian membentuk Ordo Ksatria Kuil (Knights Templar), sebuah ordo khusus militer. Yang didirikan secara resmi 20 tahun setelah penaklukan Yerusalem. Berdasarkan informasi ini, jelas, temuan Picknett dan Prince lebih maju selangkah.
sio

Awalnya, dari literatur yang bisa dijumpai, seluruh anggota Ordo Sion ini hanya ada di Tanah Suci Palestina, di gereja luar Yerusalem. Ini setidaknya berlangsung sampai dengan saat King Louis VII (1137-1180) kembali ke Perancis dari Perang Salib di Yerusalem yang membawa serta sembilan puluh lima anggota Ordo Templar. Ordo Templar merupakan ordo militer Ordo Sion. Enampuluh dua orang dari mereka ditempatkan di sebuah biara besar Saint-Samson di Orleans.
Saat itu Ordo Sion maupun Templar telah menjadi satu ordo yang sangat kaya raya dengan menguasai banyak rumah, gedung, dan lahan-lahan yang sangat luas di Perancis, Spanyol, Itali, dan juga di Palestina.
Pada Perang Salib ketiga di tahun 1187 di mana pasukan Islam berhasil merebut Tanah Suci Yerusalem yang saat itu diperintah oleh Guy de Lusignan, Raja Yerusalem setelah King Baldwin IV wafat, dengan sendirinya seluruh anggota dan tokoh Ordo Sion juga meninggalkan Palestina. Guy Lussignan sendiri adalah salah seorang tokoh Templar. Rekannya, Reynald de Cathillon tewas ditebas batang lehernya oleh Salahuddin al-Ayyubi, pemimpin pasukan Islam, karena Reynald dikenal suka menghujat Rasulullah SAW dan pernah menghimpun pasukan Salib untuk menyerang Mekkah.
Gino Sandri
Gino Sandri

Dari sejumlah dokumen yang dirahasiakan, banyak peneliti yakin jika Ordo Biarawan Sion ini masih eksis hingga sekarang, sebagai Persaudaraan Rahasia tentunya. Henry Linclon, penulis The Holy Blood Holy Grail berhasil bertemu dengan Gino Sandri, sekretaris pribadi Pierre Plantard yang diduga kuat merupakan Sekretaris Jenderal Biara Sion.
KESAKSIAN GINO SANDRI
Keterangan dari Gino Sandri, yang mengaku sebagai Sekretaris Jenderal Priory of Sion dan sekaligus sekretaris pribadi dari Pierre Plantard, agaknya harus dipaparkan juga di sini. Terlepas apakah Gino yang eksentrik dan ‘nakal’ ini—sesuatu yang oleh banyak peneliti dianggap gaya khas dari Biarawan Sion—bisa dipercaya atau tidak. Tidak ada yang mengetahui apakah Gino Sandri yang menghuni rumah yang jauh dari keramaian ini berbohong, memanipulasi informasi, atau berterus-terang soal Biarawan Sion. Atau mungkin semua keterangannya ini ada yang bohong dan ada pula yang benar. Beberapa peneliti kelompok esoteris seperti Lynn Picknett nyatanya telah bertemu dan mewawancarainya. Gino, menurut Picknett, memang ‘nakal’ dan ‘misterius’. Tim pembuat film dokumenter “The Sauniere Da Vinci (2006) juga menemui Sandri dan melakukan wawancara ekslusif dengannya. Keterangan Gino Sandri di bawah ini dikutip dari film dokumenter tersebut yang berisi wawancara cukup panjang dengannya:
“…ketika menginvestigasi cerita tentang Rennes le Château di tahun 1970-an, suatu waktu saya bertemu dengan Perre Plantard. Dalam waktu yang tidak terlalu lama akhirnya berkawan akrab, dan suatu hari saya diajak untuk bergabung dengan kelompoknya, Biarawan Sion. Dari tahun 1950 hingga 1955, Biarawan Sion tidak menjadi pembahasan umum, walau hal ini tidak berarti keberadaannya tidak dibahas dalam kelompok-kelompok tertentu. Saya ingin menekankan bahwa organisasi Biarawan Sion sama sekali tidak ada kaitannya dengan masalah politik, finansial, atau juga tidak ada kaitannya dengan keinginan mengembalikan Dinasti Merovingian, tidak juga dengan Eropa Barat.
…dalam masanya, Godfroi de Bouillon memang merupakan bagian dari kami walau dia adalah orang yang bermain di layar (maksudnya, Godfroi adalah anggota Biarawan Sion yang sengaja bermain di permukaan, bukan bagian dari yang tertutup atau anggota rahasia, penulis).
…masyarakat baru membahas keberadaan Biarawan Sion setelah tahun 1956, dan juga dikeluarkannya sebuah dokumen yang berisi nama-nama Grand Master-nya. Daftar Grand Master itu benar adanya tapi menurut saya terlalu di besar-besarkan. Kami sekali lagi menyatakan tidak terkiat dengan politik, kami hanya ingin menciptakan perdamaian di dunia yang terdiri dari beragam kelompok dan orang. Setelah kemunculan dokumen itu (The Dossiers Secrets) kami memang menjadi satu organisasi yang terbuka. Tapi sekali lagi ini sekadar organisasi layar yang diketahui orang banyak.
Sesungguhnya cerita tentang ini berawal dari tahun 1901, dari sebuah asosiasi di Annemase yang dipimpin tiga orang. Presiden Asosiasi adalah Andre Bonhomme dan Plantard menjadi sekretaris umumnya. Satu hari, Bonhomme memerintahkan kepada Plantard untuk membuat satu struktur organisasi layar (struktur organisasi yang sengaja ditampilkan ke khalayak luas, penulis) untuk mengetahui reaksi dari masyarakat. Ini seperti umpan. Plantard memang sengaja diumpankan. Sama seperti Rennes le Château dan Sauniére, yang memang kami buat seperti itu.
Rennes le Château memang istimewa dan memenuhi segala syarat yang dimiliki sebuah tempat yang penuh misteri. Ini semacam perangkap. Kita mempunyai semua bumbu penyedap. Gerard de Sede pun, oleh Plantard sendiri, sebelum menulis dua bukunya yang terkenal itu, telah diberi banyak data dan informasi yang antara lain terdiri dari 900 halaman dokumen bertuliskan tangan.
Buku de Sede yang pertama tentang Ksatria Templar dan yang kedua tentang harta karun di Rennes le Château. Bahkan dalam pembagian royalty buku tersebut, Gerard de Sede dan Plantard pun mendapat bagian. De Sede mendapat 35% sedangkan Plantard mendapat 65%-nya. Buku yang kedua, Le Tressoe Maudit, agaknya disengaja dibuat tipis agar murah harganya dan bisa dijangkau banyak orang. Banyak peneliti dan pencari harta karun yang akhirnya berdatangan ke desa ini.
Saya juga katakan bahwa Renes le Château merupakan bagian luar dari Priory of Sion. Kami sendiri sebenarnya tidak tertarik dengan misteri kuburan Yesus, juga tidak ikut-ikutan pada upaya menaikkan kembali monarki Perancis dengan Dinasti merovingiannya. Priory of Sion, dalam bagian lain, juga mutlak tidak berhubungan sama sekali dengan The Da Vinci Code. Itu hanyalah novel biasa. Kode-kode dan sandi-sandi yang ada di dalamnya juga sangat mudah untuk dibaca.Dan novel itu, The Da Vinci Code, juga telah mengatakan bahwa Opus Dei telah melakukan serangkaian pembunuhan (Gino tertawa). Priory of Sion sama sekali tidak berhubungan dengan semua ini…”
AKAR BERNAMA KABBALAH
cabala

Jika ordo Sion didirikan oleh Godfroi de Bouillon pada tahun 1090, sembilan tahun sebelum dirinya memimpin penaklukan Yerusalem dari tangan kaum Muslimin. Lalu ada dokumen lainnya, yang diistilahkan oleh Henry Lincoln cs sebagai ‘Dokumen Biara’ yang malah menyatakan Ordo Sion didirikan tahun 1099, bertepatan dengan jatuhnya Yerusalem ke tangan pasukan salib pimpinan Godfroi de Bouillon. Maka sebelum ordo ini ‘didirikan’, adakah orang-orang dan tokoh-tokoh yang berada dalam kelompok tersebut bersatu dalam ikatan persaudaraan, ritual bersama, atau ikatan-ikatan lain yang benar-benar kuat? Apa yang sesungguhnya melatarbelakangi keberadaan mereka?
Harun Yahya merupakan peneliti Muslim asal Turki yang sangat serius mengkaji masalah ini. Tak banyak peneliti yang berhasil menemukan dan merangkai kepingan fakta sejarah seperti dirinya sehingga menghasilkan mosaik peristiwa masa lalu yang sangat menarik. Salah satu hipotesis Harun Yahya yang bernama asli Adnan Oktar ini tentang apa yang berada di balik Biarawan Sion (juga Templar, Freemason, dan sebagainya) adalah Kabbalah.
Harun Yahya mengutip sebuah buku yang ditulis oleh dua orang Mason bernama Christopher Knight dan Robert Lomas, yang berjudul The Hiram Key. Buku itu mengungkapkan beberapa fakta penting tentang akar Freemasonry. Menurut para penulis ini, jelas sekali bahwa Masonry adalah kesinambungan dari para Templar. Namun, selain itu para penulis juga mengkaji asal usul para Templar.
Menurut tesis kedua penulis tersebut, para Templar ini mengalami perubahan besar secara keyakinan saat mereka berada di Yerusalem. Di tempat asal agama Kristen ini, mereka justru mengadopsi doktrin-doktrin lain yang lebih menjurus pada ajaran paganisme yang melenceng dari iman Kristen yang benar. Para Templar dikatakan menemukan sebuah rahasia yang terpendam dan tersembunyi di dalam Kuil Sulaiman di Yerusalem. Kebetulan, King Baldwin I yang juga menjadi Raja Terusalem memberi mereka sebuah markas di sayap kiri istananya yang dahulunya merupakan wilayah tempat berdirinya Kuil Sulaiman. Para Templar itu juga diketahui telah melakukan upaya penggalian tanah di dalam markas mereka untuk melakukan pencarian tersebut.
Christopher Knight dan Robert Lomas berpendapat bahwa para Templar sesungguhnya telah berbohong kepada Raja Yerusalem bahwa kedatangan mereka ke kota suci itu adalah untuk mengamankan rute para peziarah dari Jaffa ke Yerusalem dari segala gangguan yang mungkin timbul. Namun maksud kedatangan mereka yang sesungguhnya adalah untuk melakukan pencarian terhadap ‘harta karun’ Nabi Sulaiman yang dipercaya berada di bawah reruntuhan Kuil Sulaiman.
Tidak ada bukti bahwa para Templar sendiri ini pernah memberi perlindungan kepada peziarah, tetapi sementara itu kita segera menemukan bahwa terdapat bukti yang meyakinkan bahwa mereka memang melakukan penggalian yang intensif di bawah reruntuhan Kuil Herod…
The Hiram Key bukan satu-satunya yang berpendapat demikian. Peneliti Perancis, Gaethan Delaforge dalam karyanya juga membuat kesimpulan yang sama: Tugas sebenarnya dari sembilan ksatria itu adalah melakukan penyelidikan di daerah tersebut untuk mendapatkan berbagai barang peninggalan dan naskah yang berisi intisari dari tradisi-tradisi rahasia Yahudi dan Mesir kuno.
Pandangan ini bersandar pada temuan seorang peneliti, Charles Wilson, yang melakukan riset arkeologis di lokasi bekas reruntuhan Haikal Sulaiman pada akhir abad ke-19. Setelah mempelajari lokasi bekas markas para Templar, Wilson menemukan seperangkat alat eskavasi dan jejak-jejak upaya penggalian yang pernah dilakukan para Templar di lantai kamar-kamar tidurnya. Perangkat eskavasi ini berasal dari tahun yang sama ketika para Templar masih tinggal di tempat tersebut. Beberapa simbol yang biasa terdapat dalam ordo ini juga dijumpai.
Sekarang, perangkat alat-alat tersebut masih bisa dijumpai di dalam koleksi Robert Brydon yang secara khusus mengumpulkan arsip dan segala sesuatu yang sangat luas tentang keberadaan para Templar. (Rizki Ridyasmara)

No comments: