Surga Di Bumi Andalusia

andalusia Surga Di Bumi Andalusia “ISLAM pasti akan mencapai wilayah yang diliputi siang dan malam. Allah tidak akan membiarkan rumah yang megah (perkotaan) maupun yang sederhana (perkampungan), melainkan akan memasukkan agama ini ke dalamnya, dengan memuliakan orang-orang yang mulia dan menghinakan oran-orang yang hina. Mulia karena Allah memuliakannya dengan Islam. Hina karena Allah menghinakannya akibat kekafirannya.” (HR Ahmad)
Di atas adalah salah satu hadits yang menegaskan bagaimana kejayaan akan diraih Islam sejak masa awal dakwah Rasulullah SAW dalam waktu teramat cepat, terbesar dan teragung dalam sejarah peradaban umat manusia.
Tercepat, karena kaum muslimin membutuhkan waktu yang relatif pendek untuk melebarkan wilayah khilafahnya melampaui wilayah geografis kekuasaan Romawi sebagai negara adidaya pada masa kejayaannya. Kurang lebih 100 tahun semenjak khilafah berdiri, wilayah Islam sudah mencapai satu setengah kali kekuasaan Kaisar Trajan (100 M). Dikatakan terbesar karena kekuasaan Islam membentang hingga 4500 mil melewati tiga benua: Asia, Afrika dan Eropa. Adapun dikatakan teragung, karena mercusuar peradaban manusia ini membentuk tidak saja sebuah kekuasaan wilayah namun pembentukan pribadi-pribadi shaleh sebagai pondasi membentuk suatu komunitas masyarakat yang beradab.
Adalah andalusia salah satu bukti sejarah yang tersisa dari masa kegemilangan khilafah Islamiyah di dataran Eropa selain kegemilangan itu merebak luas ke wilayah Asia dan Afrika.
Sejarah mengukir nama Thariq Bin Ziyad sebagai pembuka pintu peradaban Islam di Andalusia atau Spanyol. Pada tahun 711 M Thariq Bin Ziyad dengan pasukannya merapat dipantai Spanyol dengan membawa misi dakwah Islamiyah di bumi Spanyol secara damai. Kedatangan pasukan Thariq ini disambut baik oleh kelompok masyarakat Spanyol yang tertindas akibat konflik dan meminta perlindungan dari pasukan muslimin melalui Musa Ibn Nusyair, seorang gubernur dari kekhalifahan Islam Bani Umayyah di
wilayah kepulauan Mediterrania.
Kondisi Spanyol sebelum tibanya pasukan muslimin memang tengah berada dalam masa kegelapan sebagaimana daratan Eropa lainnya. Perang dan perebutan kekuasaan mewarnai wilayah Spanyol saat itu. Kerajaan Spanyol saat itu dikuasai oleh Raja Roderick yang terlibat konflik dengan gubernur wilayah Ceuta, Julian. Roderick juga menculik anak gadis Julian
yang bernama Florinda. Hal inilah yang memperuncing permusuhan antara Roderick dengan Julian. Julian kemudian meminta bantuan kepada Musa Ibn Nusair. Permintaan bantuan tersebut dipenuhi Musa Ibn Nusyair atas izin dari Walid I, Khalifah Bani Umayyah. Musa pun mengutus Thariq Bin Ziyad ke Spanyol.
Sebelum menghadapi perlawanan dari Raja Roderick Thariq Bin Ziyad memerintahkan pembakaran kapal-kapal pasukannya yang telah membawa mereka melintasi lautan untuk tiba di Spanyol. Kepada pasukannya ia mengatakan, “…di belakang kita ada lautan luas dan di hadapan kita ada pasukan musuh. Kita datang kesini bukan untuk kembali, hanya ada dua pilihan menaklukan negeri ini dan mengembangkan syiar Islam atau kita semua syahid….” Pilihannya jelas: maju terus untuk menang atau mati. Tak ada kata untuk mundur dan pulang. Bersama pasukannya panglima besar tersebut memusatkan pertahanan di sebuah bukit yang dinamakan
“Jabl-ul-Thariq” (The Rock of Thariq) yang sekarang dikenal dengan Gibraltar.
Thariq dan pasukannya terus bergerak menuju pusat kekuasaan Roderick di Spanyol dan berhasil dengan gemilang menaklukan daerah-daerah kekuasaan raja Gothic tersebut. Secara berturut-turut Sidonia, Carmona, Granada dan Cordoba jatuh ketangan pasukan muslimin. Pusat pemerintahan kerajaan Gothic itu pun yaitu kota Toledo berhasil dikuasai.
Penaklukkan pasukan muslim terhadap Spanyol merupakan lembaran baru yang gemilang bagi sejarah negeri ini. Penaklukkan tersebut membuka suatu era baru dimana kebenaran dan keadilan ditegakkan. Kebebasan beragama terjamin, bagi mereka yang beragama Yahudi maupun Kristen. Sendi-sendi dasar Islam ditegakkan demi membentuk sebuah masyarakat yang shaleh. Sistem pemerintahan yang adil dan mengayomi masyarakatnya mewarnai masa kegemilangan ini. Selanjutnya wilayah kekhalifahan ini disebut Al Andalus.
Wilayah Al Andalus meliputi diantaranya Almeria, Cadiz, Cordoba, Granada, Huelva, Jaen, Malaga dan Sevilla. Saat ini wilayah Andalusia ini masih tetap dipertahankan namanya sebagai salah satu provinsi di Spanyol hanya wilayahnya tidak seluas pada masa pemerintahan Islam. Secara geografis wilayah provinsi Andalusia ini berbatasan langsung dengan perairan Mediterrania di bagian timurnya, lautan atlantik dan Portugal disebelah barat. Adapun di bagian utara Andalusia berbatasan dengan La-Mancha. Selat Gibraltar dan laut Mediterrania membatasi wilayah ini di bagian selatan.
Kembali mengenang kejayaannya di masa lampau, adalah Abdurrahman Ad-Dakhil atau yang disebut dalam literatur sejarah Andalusia Abd ar-Rahman I, seorang keturunan Bani Umayah yang kemudian meneruskan pengibaran panji-panji Islam di Al Andalus sebagai Emir of al-Andalus. Abdurrahman I melakukan restorasi politik dan kenegaraan bersamaan dengan pembangunan infrastuktur kemasyarakatan. Salah satunya mengawali pembangun Masjid Cordoba. Keturunannya melanjutkan kekuasaan
kekhalifahan di bumi Andalusia.

ANDALUSIA adalah pusat peradaban dunia dalam kurun waktu 800 tahun the golden age. “Center of Excellent“, kemakmuran dan kemegahannya diwarnai pula oleh kemajuan pesat dalam bidang seni, ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga Spanyol yang kita kenal sekarang hanya pernah benar-benar mencapai puncak kemajuannya selama masa pemerintahan Islam.
Cordoba sebagai kota penting di Al Andalus, merupakan kota termegah, terkaya dan salah satu yang terbesar di dunia pada abad pertengahan. Hal ini sangat berbeda dengan kota-kota di Eropa lainnya, di mana bangsa Eropa saat itu tengah dilanda kegelapan dan kebodohan. Apa yang menjadi kemajuan barat saat ini adalah kontribusi besar kemajuan perabadan yang ditumbuhkan masyarakat Islam di Eropa saat itu.
Seorang ahli ilmu politik W.E. Hocking dalam bukunya The Spirit of World Politics berkomentar tentang kemajuan yang dicapai barat masa kini, “Sesungguhanya dapat dikatakan bahwa pada pertengahan abad ke 13 Islamlah pembawa segala apa yang tumbuh dan dibanggakan oleh dunia barat”. Demikian pula seorang sejarawan barat W. Montgomery Watt dalam bukunya
tentang Sejarah Islam di Spanyol, “Peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi motor penggeraknya, Barat bukanlah apa-apa.”
Sebagai pusat seni, ilmu pengetahuan dan teknologi, Andalusia memang memiliki infrastruktur pendukung yang tidak dimiliki negara manapun pada zaman itu, tersebut jumlah buku yang begitu banyak di perpustakaan di Cordoba juga volume kunjungan masyarakat ke perpustakaan itu yang tinggi yang menunjukkan antusias dalam menuntut ilmu. Belum lagi universitas Cordoba dan pusat-pusat studi di Granada yang menjadi pusat untuk menuntut ilmu bukan saja bagi warga muslim Andalusia ataupun wilayah Maghribi namun seluruh dunia dari berbagai bangsa dan budaya.
Al Andalus juga lah tempat lahirnya ilmuwan-ilmuwan besar muslim yang ilmu dan pemikirannya menjadi cikal bakal kemajuan ilmu dan teknologi Barat. Sebut saja Ibnu Rusyd (1126-1198) yang dikenal barat dengan nama Averroes seorang pemikir filsafat, ahli kedokteran dan ahli fikih. Selain nama terkenal lain yaitu Avicenna (Ibnu Sina) dan Rhazes (Al Razi) dalam bidang yang sama.
Pangeran Charles, pewaris tahta Inggris pun dalam makalahnya yang berjudul ‘Salah Paham Terhadap Islam’ mengakui kemajuan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan yang disumbangkan Islam bagi peradaban Barat. Makalah ini disampaikan ketika ia berpidato di Sheldonian Theatre, Pusat Pengkajian Islam di Oxford, London, 27 Oktober 1993. Berikut cuplikannya
(terjemahan):
“….Misalnya kita telah meremehkan pentingnya masyarakat dan kebudayan Islam selama 800 tahun di Spanyol antara abad ke-8 dan ke-15. Sumbangan Muslim terhadap pemeliharaan pengetahuan klasik selama berabad-abad kegelapan, dan terhadap lahirnya Renaisance telah lama diakui…”
“…mereka (kaum muslim )juga menafsirkan dan mengembangkannya dalam tradisi peradaban itu dan telah memberikan sumbangan vital di banyak bidang usaha manusia- dalam Sains, Ilmu Bintang (Falaq), matematika, aljabar (yang merupakan kata Arab), Hukum, sejarah, Kedokteran, Farmasi, Optik, Pertanian, Arsitektur, Teologi dan Musik. Averroes (Ibnu Rusyd), seperti juga sejawatnya Avicenna (Ibnu Sina) dan Rhazes (Al Razi) di Timur, menyumbang pada studi dan praktek kedokteran dalam banyak hal
yang selama beberapa abad berikutnya dimanfaatkan oleh Eropa…”
“…Kabarnya terdapat 400.000 buku di perpustakaan penguasa Cordoba, yang jumlahnya lebih banyak dari semua buku yang ada di semua negara-negara lain di Eropa. Banyak ciri yang dibanggakan Eropa modern sebenarnya berasal dari Kaum Muslimin di Spanyol ….”
Dalam bidang Astronomi dikenal pula Az Zarkalli, astronom muslim kelahiran Cordoba ini memperkenalkan pertama kali astrolobe, yaitu suatu instrumen yang digunakan untuk mengukur jarak sebuah bintang dari horison bumi. Penemuan ini begitu revolusioner karena dijadikan dasar bagi sistem navigasi laut yang berguna bagi perkembangan transportasi pelayaran.Kemudian nama Qasim Al Majrithi seorang yang meletakkan dasar-dasar ilmu matematika.
Kemakmuran perekonomian masyarakat Al Andalus saat itu menjadi tempat menarik bagi para pendatang, disamping adanya pemerintahan yang adil dan menjaga kenyamanan hidup bagi warganya untuk hidup berdampingan dengan para pendatang dari berbagai ras. Pada masa pemerintahan Islam itu kebebasan beragama dijamin. Pada masa ini disebutkan oleh banyak literatur bahwa golongan Yahudi mengalami kemakmuran dalam kehidupannya di Andalusia ini bahkan mereka diberi kesempatan yang sama baik dalam bidang pendidikan, politik maupun pemerintahan.
Kualitas pribadi muslim pada masyarakat Al Andalus yang dapat melahirkan suatu peradaban dan kemajuan mengagumkan, memang sepatutnya dijadikan cermin bagi semua muslim saat ini.
Ilmuwan-ilmuwan yang disebutkan namanya diatas adalah sebagian gambaran kualitas pribadi muslim yang memadukan kekuatan ilmu dan agama. Lagi-lagi Montgomery mengutip kata-kata Ibnu Rusyd, “Ilmu pengetahuan dibangun diatas fakta-fakta dan logika hingga sampai pada suatu penjelasan yang rasional. Etika, merefleksikan manfaat setiap riset ilmiah sehingga harus memberi nilai tambah bagi kehidupan. Sedangkan firman Allah, Al Qur’an, menjadi pembimbing kita untuk sampai pada tujuan akhir hidup ini.” Ia menganalisa rahasia kemajuan peradaban Islam bahwa Islam tidak mengenal pemisahan yang kaku antara ilmu pengetahuan, etika dan agama, satu dengan yang lainnya adalah satu tarikan napas. Pengamalan syariat Islam sama pentingnya dengan riset-riset ilmiah.
Pondasi itu pula lah rupanya yang membuat pemerintahan Islam kala itu merupakan sebuah pemerintahan yang berkualitas. Pemimpin sebagai pengendali pemerintahan adalah orang-orang yang teguh dalam agamanya, yang berkualitas dalam akhlaknya dan yang luas dalam ilmunya.
Al Hakam II, salah seorang khalifah dari Dinasti Nasyrid yang memerintah Andalusia pada suatu periode, dikenal sebagai seorang pribadi shaleh yang luas kedalaman ilmu agamanya sehingga berbuah ketaatan yang mendalam pada Sang Khalik, lemah lembut perangainya disamping seorang pecinta seni dan memilki keahlian dalam ilmu hukum.
Kiranya generasi pada masa ini layak mendapat sebutan Khairu Ummah. Hanya dengan kualitas pribadi-pribadi shaleh lah kegemilangan Islam akan terulang, insyaallah…
“…Kamu adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia, kamu menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan kamu beriman kepada Allah…” (TQS Al Imraan : 110) [irma/islampos/karenahidup]

No comments: