Aryo Penangsang Gugur: Kekalahan Fisik terhadap Pemikiran


Kasultanan Demak paska kematian Sultan Trenggono selalu diwarnai dengan perebutan tahta Kasultanan antara keturunan Sultan Trenggono dengan keturunan Pangeran Sedo Lepen.  Namun, semenjak  terbunuhnya Sultan Hadiri, suami Ratu Kalinyamat, yang terjadi adalah pengkutuban dua kekuatan kekuasaan yang terdiri atas Kubu Jipang dan Kubu Pajang.

Di Kubu Jipang bercokol Adipati  Aryo Penangsang dengan dukungan penuh dari Sunan Kudus, salah satu dari Wali Songo, sebagai yang merasa berhak atas tahta Demak. Sementara di Kubu Pajang terdapat Adipati  Adiwijoyo, salah satu menantu Sultan Trenggono, dengan mendapat dukungan dari Ratu Kalinyamat dan Trio dari Selo (Ki Pemanahan, Ki Penjawi dan Ki Juru Mertani).

Dalam usaha untuk melenyapkan saingannya, Penangsang pun tidak segan-segan untuk membunuh Hadiwijoyo dengan cara gelap, mempergunakan tenaga bayaran untuk membunuhnya, meski akhirnya gagal. Usaha itu kemudian diulangi kembali saat keduanya bertemu, dimana saat itu Penangsang mempunyai kesempatan untuk melakukannya  sendiri. Sayangnya, Penangsang gagal tanggap atas apa yang diperintahkan oleh Sunan Kudus, maka loloslah Adiwijaya dari kematian.

Setelah mengalami kejadian yang serupa itu, kini giliran kubu Adiwijoyo melakukan usaha untuk melenyapkan Penangsang. Atas restu Ratu Kalinyamat dan dibantu pemikiran yang cerdas dari Trio Selo, maka Adiwijoyo mengadakan sayembara. Barang siapa dapat mengalahkan (membunuh?) Penangsang, maka akan diberi imbalan berupa tanah di daerah Pati dan Mentaok (kelak jadi Mataram Islam di Kotagede). Sudah dipastikan  yang mengikuti adalah Ki Penjawi dan Ki Pemanahan dengan bantuan laskar dari Selo.

Perang Pajang melawan Jipang pun terjadi si tepian Bengawan Sore. Berkat siasat yang cerdik dari Trio Selo, dimulai dari memotong kuping pekatik (tukang pencari rumput bagi kuda Penangsang) dan menantang Penangsang untuk segera berperang, sampai mempergunakan siasat menggoda kuda Penangsang yang terkenal hebat, yang bernama Gagak Rimang,  dengan kuda betina dan memajukan Danang Sutowijoyo (putra Ki Pemanahan sekaligus anak angkat Adiwijoyo), yang saat itu masih berumur belasan tahun,  sebagai lawan tanding, akhirnya Penangsang terbunuh dan Kubu Jipang berhasil dikalahkan. Pajang muncul sebagai sebuah kerajaan yang baru menggantikan Demak.

Kisah perang yang terjadi di pinggir Bengawan Sore yang akhirnya dimenangkan Pajang ini menunjukkan bahwa siasat yang mengandalkan pemikiran yang cerdas berhasil mengalahkan kesombongan, emosi dan kekuatan otot belaka. Aryo Penangsang yang terkenal gagah perkasa berhasil dikalahkan karena tidak mau mendengarkan nasihat Sunan Kudus, yang digambarkan dengan dipotongnya kuping (alat pendengar) pekatiknya, selain juga gagal memperoleh informasi mengenai kekuatan lawan. Kuda jantan Gagak Rimang yang tergoda kuda betina bisa ditafsirkan sebagai kegagalan Penangsang dalam menguasai nafsunya sendiri. Apalagi melihat yang menjadi lawannya adalah anak berusia belasan tahun, semakin terbakar emosinya karena merasa diremehkan oleh pihak lawan, yang menurutnya tidak sepadan dengan kehebatannya.

Salam Damai 2015.Aryo Penangsang Gugur: Kekalahan Fisik terhadap Pemikiran
REP | 04 January 2015 | 13:35 Dibaca: 120   Komentar: 58   21

Kasultanan Demak paska kematian Sultan Trenggono selalu diwarnai dengan perebutan tahta Kasultanan antara keturunan Sultan Trenggono dengan keturunan Pangeran Sedo Lepen.  Namun, semenjak  terbunuhnya Sultan Hadiri, suami Ratu Kalinyamat, yang terjadi adalah pengkutuban dua kekuatan kekuasaan yang terdiri atas Kubu Jipang dan Kubu Pajang.

Di Kubu Jipang bercokol Adipati  Aryo Penangsang dengan dukungan penuh dari Sunan Kudus, salah satu dari Wali Songo, sebagai yang merasa berhak atas tahta Demak. Sementara di Kubu Pajang terdapat Adipati  Adiwijoyo, salah satu menantu Sultan Trenggono, dengan mendapat dukungan dari Ratu Kalinyamat dan Trio dari Selo (Ki Pemanahan, Ki Penjawi dan Ki Juru Mertani).

Dalam usaha untuk melenyapkan saingannya, Penangsang pun tidak segan-segan untuk membunuh Hadiwijoyo dengan cara gelap, mempergunakan tenaga bayaran untuk membunuhnya, meski akhirnya gagal. Usaha itu kemudian diulangi kembali saat keduanya bertemu, dimana saat itu Penangsang mempunyai kesempatan untuk melakukannya  sendiri. Sayangnya, Penangsang gagal tanggap atas apa yang diperintahkan oleh Sunan Kudus, maka loloslah Adiwijaya dari kematian.

Setelah mengalami kejadian yang serupa itu, kini giliran kubu Adiwijoyo melakukan usaha untuk melenyapkan Penangsang. Atas restu Ratu Kalinyamat dan dibantu pemikiran yang cerdas dari Trio Selo, maka Adiwijoyo mengadakan sayembara. Barang siapa dapat mengalahkan (membunuh?) Penangsang, maka akan diberi imbalan berupa tanah di daerah Pati dan Mentaok (kelak jadi Mataram Islam di Kotagede). Sudah dipastikan  yang mengikuti adalah Ki Penjawi dan Ki Pemanahan dengan bantuan laskar dari Selo.

Perang Pajang melawan Jipang pun terjadi si tepian Bengawan Sore. Berkat siasat yang cerdik dari Trio Selo, dimulai dari memotong kuping pekatik (tukang pencari rumput bagi kuda Penangsang) dan menantang Penangsang untuk segera berperang, sampai mempergunakan siasat menggoda kuda Penangsang yang terkenal hebat, yang bernama Gagak Rimang,  dengan kuda betina dan memajukan Danang Sutowijoyo (putra Ki Pemanahan sekaligus anak angkat Adiwijoyo), yang saat itu masih berumur belasan tahun,  sebagai lawan tanding, akhirnya Penangsang terbunuh dan Kubu Jipang berhasil dikalahkan. Pajang muncul sebagai sebuah kerajaan yang baru menggantikan Demak.

Kisah perang yang terjadi di pinggir Bengawan Sore yang akhirnya dimenangkan Pajang ini menunjukkan bahwa siasat yang mengandalkan pemikiran yang cerdas berhasil mengalahkan kesombongan, emosi dan kekuatan otot belaka. Aryo Penangsang yang terkenal gagah perkasa berhasil dikalahkan karena tidak mau mendengarkan nasihat Sunan Kudus, yang digambarkan dengan dipotongnya kuping (alat pendengar) pekatiknya, selain juga gagal memperoleh informasi mengenai kekuatan lawan. Kuda jantan Gagak Rimang yang tergoda kuda betina bisa ditafsirkan sebagai kegagalan Penangsang dalam menguasai nafsunya sendiri. Apalagi melihat yang menjadi lawannya adalah anak berusia belasan tahun, semakin terbakar emosinya karena merasa diremehkan oleh pihak lawan, yang menurutnya tidak sepadan dengan kehebatannya.

Salam Damai 2015.

jati

No comments: