Musnahnya Bangsa Yadawa

Sumber gambar: http://id.wikipedia.org/wiki/Mosalaparwa

Pertikaian antar Bangsa Yadawa sendiri telah mengakibatkan jumlah penduduknya berkurang drastis. Mereka yang selamat dari pertikaian itu kemudian diungsikan oleh Sri Kresna ke Hastina. Dwaraka menjadi kerajaan yang kosong tanpa penduduk.
Selang tujuh hari kemudian, Sri Kresna Sang Titisan Wisnu yang merupakan Raja Dwaraka, berdiri di atas sebuah bukit. Dengan matanya yang tajam dipandangnya lekat-lekat seluruh bangunan yang ada di Kerajaan Dwaraka yang perlahan tetapi pasti mulai hancur luluh lantak dihantam air bah yang maha dahsyat. Kerajaan Dwaraka akhirnya hilang dari pandangan mata terkubur dan ditenggelamkan oleh dahsyatnya keganasan alam.
Selesai menyaksikan kehancuran kerajaannya, Sri Kresna kemudian pergi menuju hutan dan menemui saudara tuanya, Balarama (Baladewa), yang telah menjadi seorang pertapa. Setelah perbincangan dengan saudaranya berakhir, Sri Kresna kemudian pergi mencari tempat untuk bertapa, mengasingkan diri untuk nantinya kembali kepada Sang Penciptanya.
Namun sungguh tak terduga jika akhirnya Sri Kresna harus menemui takdirnya, mati hanya karena lantaran kakinya terpanah oleh seorang pemburu yang bernama Jara. Tinggalah kini Balarama yang merupakan satu-satunya keturunan Yadawa yang tersisa.
Pada saat meninggalnya Balarama telah tiba, maka lengkap sudah takdir yang menimpa kaum Yadawa. Kutukan Dewi Gendari, ibu para Kurawa yang semuanya gugur diperang besar Bharatayuda, telah terwujud dengan musnahnya bangsa Yadawa dari muka bumi.
Dari kisah musnahnya Bangsa Yadawa, kita bisa memetik buahnya untuk dijadikan perenungan. Bangsa Indonesia jika tak ingin bernasib seperti itu hendaknya menjauhkan diri dari segala bentuk pertikaian antara anak-anak bangsa sendiri, apalagi sampai kepada pertikaian yang harus berdarah-darah. Bila bangsa kita hanya sibuk bertikai sendiri, maka “air bah” dalam bentuk apapun akan mudah menenggelamkan diri kita. Kita hanya akan menjadi bangsa yang terkubur dan terasing di negeri sendiri. Semoga tidak terjadi.
Salam damai.

jati

No comments: