Sejarah Rahasia Freemasonry dan Iluminati ( Part 35)

P1020791_edited-714377


Setelah menerima surat itu, maka Rabi Shamur diam-diam melakukan sosialisasi ‘perintah Rabi Tertinggi Konstantinopel’ tersebut dan setelah itu banyak orang-orang Yahudi yang bersedia dibaptis dan memeluk agama Kristen. Mereka juga memasuki gereja dan bahkan beberapa tahun kemudian menjadi gembala sidang dari sejumlah gereja di Perancis. Kaum Yahudi, dan dengan sendirinya para Freemason, akhirnya memiliki ‘agama resmi’ atau ‘agama legal’ mereka yakni Kristen Katolik.
Abad itu, siapa pun yang ingin bebas bergerak, ingin aman dalam hidupnya, tentunya di Eropa, maka ia haruslah menjadi seorang pengikut Gereja Katolik Roma. Maka, dengan alasan-alasan strategis demi mencapai tujuannya yang disembunyikan rapat-rapat, mereka kini mengenakan baju Gereja dan larut dalam komune masyarakat Eropa abad pertengahan yang dipenuh histeria pergolakan dan keimanan.
Di dasar permukaan bumi yang paling dalam, sebuah keyakinan abadi tetap terpelihara. Dan mereka sangat yakin, suatu waktu keyakinan abadi ini akan muncul di permukaan dan meremukkan segala macam baju yang dikenakannya. Itulah masa di mana mereka merasa sudah sedemikian kuat, semua musuhnya sudah dilumpuhkan dan ditaklukkan.
Suatu masa di mana segala kerahasiaan akan mereka singkap dan mereka akan tunjukkan pada dunia siapa diri mereka sebenarnya. Suatu hari yang pasti terjadi.
GRAND LODGE OF ENGLAND
Sekitar 70 tahun setelah penumpasan para Templar, di tahun 1381 meletus pemberontakan Petani di Inggris yang digerakkan oleh sebuah organisasi rahasia yang oleh para peneliti diduga kuat dilakukan para Mason (pelarian Templar) sebagai bagian dari upaya Mason menyerang institusi Gereja Katolik.
Setengah abad kemudian, seorang Pastor Bohemia bernama John Huss menggerakkan kembali pemberontakan melawan Gereja Katolik. Lagi-lagi, di balik pemberontakan ini berdiri para Mason yang dipenuhi amarah dan dendam kesumat. Seorang Rabi bernama Avigdor Ben Isaac Kara menyebarkan doktrin Kabbalah di Praha.
Penyebaran doktrin Kabbalah di Inggris dan juga Eropa pada umumnya, menyebabkan tumbuhnya kelompok-kelompok “pemikir bebas” yang tidak lagi menerima begitu saja segala penafsiran Injil dari Tahta Suci Kepausan di Vatikan. Mereka merasa bebas menafsirkan Injil sekehendak hati mereka dan menjadikan ayat-ayat dalam Injil sebagai alat untuk melegalkan tindakan-tindakan mereka yang seringkali malah bertentangan dengan ajaran Yesus sendiri.
Kelompok-kelompok ini berpusat pada organisasi Freemason. Timbullah berbagai isme-isme di Eropa yang hingga hari ini masih saja hidup dalam berbagai lapisan masyarakat. Di antaranya adalah Humanisme, Darwinisme, dan Materialisme, yang kemudian mengkristal menjadi Kapitalisme, Komunisme, dan dengan segala variannya. Semua isme-isme tersebut sesungguhnya berasal dari satu sumber, satu ajaran, dan satu doktrin: Kabbalah.
Banyak tokoh-tokoh intelektual dan cendekiawan di Eropa pada masa ini yang berasal dari kelompok Freemason. Mereka secara rapi, sistematis, dan giat berupaya menghancurkan Gereja dan berupaya merekonstruksi Gereja sesuai dengan kehendak mereka. Salah satu peninggalan para Templar atau Mason di Inggris ini adalah lambang bendera nasional Inggris yang diadopsi dari Salib Merah para Templar.
Sejarah mencatat, pada tahun 1640 hingga 1660 terjadi apa yang dinamakan sebagai Revolusi Inggris. Hanya saja sejarah dunia tidak pernah secara terbuka menyebutkan bahwa revolusi ini sesungguhnya merupakan hasil karya dari para Freemason yang bekerja di belakang layar. Konspirasi para Mason di dalam menggelorakan Revolusi Inggris dan memperdaya Oliver Cromwell akan dibahas kemudian.
PBG0382


Ketika asap revolusi belum sirna, pada tahun 1662, mereka mendirikan The Royal Society yang bergerak di bidang pengumpulan dan penyebaran ilmu pengetahuan. The Royal Society merupakan nama resmi dari Invisible College-nya (Kampus Rahasia) kaum Freemasonry yang telah dibentuk pada tahun 1645. Setahun kemudian, 1646, seorang tokoh alkemi Yahudi bernama Elias Ashmole masuk ke dalam lingkaran ini dan menjadi pemimpinnya. Ashmole yang juga dikenal sebagai anggota Rosikrusian ini kemudian mendirikan Ashmolean Museum di Oxford, Inggris.
Di masa-masa itu, kelompok Mason secara rahasia juga memprovokasi King Willaim III agar melibatkan Inggris ke dalam peperangan melawan Perancis yang mayoritas rakyatnya memeluk Katolik. Perang pun berlangsung dan Inggris menderita banyak kerugian. Dana perang yang terpakai begitu besar dan menyebabkan utang yang menggunung.
Untuk menyehatkan posisi keuangan kerajaan, King William III akhirnya mengajukan pinjaman uang kepada para bankir Yahudi yang sebelumnya memang memiliki hubungan baik dengannya, antara lain mendukung dirinya untuk berkuasa di tahta kerajaan Inggris.
Peperangan, kerugian, dan pinjaman uang dalam jumlah besar sebenarnya memang telah direncanakan secara matang oleh kelompok Mason ini. Mereka memberikan utang kepada King William III sebesar £1.250.000 dengan sejumlah syarat yang amat mengikat kerajaan. Salah satu syarat adalah merahasiakan nama-nama bankir Yahudi yang telah ‘bermurah hati’ memberikan utang.
Selain itu, mereka juga mengajukan syarat bahwa mereka diperbolehkan mendirikan Bank Sentral Inggris. King William III tidak bisa berbuat banyak selain tunduk pada syarat-syarat yang diajukan mereka. Akhirnya pada 27 Juli 1694 mereka mendirikan ‘Bank of England’ yang merupakan bank sentral swasta pertama di dunia.
Belum cukup dengan itu, para bankir Yahudi yang diberi kewenangan untuk mengendalikan bank sentral ini juga merasa berwenang untuk menetapkan standar emas terhadap nilai uang kertas, hak untuk meminjam £10 uang kertas atas setiap pon emas yang disimpan di bank sentral tersebut sebagai modal bagi bisnis perbankan mereka, dan sebagainya. Bisnis ribawi (usury) yang berasal dari bisnis kaum Templar tersebut akhirnya membuat mereka menjadi berkuasa dan mempunyai pengaruh politis dan ekonomis yang sangat kuat terhadap kerajaan.
Apakah kerajaan Inggris tertolong dengan mengizinkan mereka mendirikan bank sentral swasta? Ternyata tidak. Pada tahun 1694, saat didirikan bank sentral Inggris, utang kerajaan Inggris tercatat sebesar £1.250.000, dan dalam kurun waktu empat tahun—karena pembebanan bunga—membengkak menjadi £16.000.000 atau lebih dari 13 kali lipat!
“Inilah catatan sejarah pertama kali tentang penjarahan besar-besaran uang rakyat sebuah negara melalui skema perbankan yang sama sekali tidak disadari oleh para petinggi negara yang bersangkutan,” demikian Indra Adil, seorang peneliti sejarah Zionisme.[1]
Secara resmi, Freemasonry sebenarnya ‘diproklamirkan’ di Inggris pada 24 Juni 1717, dengan diresmikannya Grand Lodge of England sebagai basis utama kegiatannya. Walau kegiatan para Mason di Inggris itu sudah berlangsung sebelumnya. Ini adalah tanggal Hari Raya Yohanes Pembaptis. Kala itu, Skotlandia sudah menjadi bagian dari The Great Britain (tahun 1707). Disebabkan organisasi ini menjadi tempat pertemuan para pemikir bebas (Freethinkers) dalam penentangannya terhadap Gereja Katolik, agama mayoritas saat itu, sangat mungkin dari istilah Freethinkers inilah anggota Mason lalu disebut Freemason.
Pertemuan-pertemuan ini tidak hanya diisi oleh diskusi, tukar pikiran, dan makan-makan dengan jamuan mewah, tetapi sudah masuk ke dalam rencana aksi dan konspirasi untuk menggoyahkan institusi Gereja Katolik. Mereka juga mulai menyusun kekuatan ril dan mempengaruhi institusi-institusi dan tokoh-tokoh Eropa lainnya yang dianggap bisa diajak bekerjasama.
Paruh kedua abad ke-19, Masonry sudah mulai menyebar ke luar batas-batas Eropa dan menyebarkan paham anti agamanya. Paus sendiri pada tahun 1738 dan 1751 menyatakan Freemasonry merupakan organisasi yang tidak bertuhan dan para anggotanya dinyatakan sebagai atheis atau minimal agnostik, orang yang tidak perduli dengan agama.
Salah satu gambaran yang paling banyak diambil para penulis mengenai kegiatan para Mason di Inggris pada pertengahan abad ke-18 adalah ritual sebuah kelompok Mason yang disebut Klub Api Neraka (The Hell-Fire Club). Daniel Willens yang meneliti organisasi-organisasi Mason di Inggris pada abad pertengahan ini menggambarkan secara cermat sebuah ritual yang dilakukan kelompok ini.[2]
(Rizki Ridyasmara)
———————————
[1]
Indra Adil; Konspirasi Di Balik Tragedi Diana; Barani Press; cet.1; 2002; hal. 42.
[2]
Daniel Willens; Hell-Fire Club: Sex, Politics, and Religion in Eighteen-Century in England (article).
===================

No comments: