Sejarah Rahasia Freemasonry dan Iluminati ( Bagian 16 17 dan 18)

2133300

Minggu sore, 31 Oktober 1897, pintu rumah Pastur Gelis diketuk seseorang. Gelis segera membukakan pintu bagi tamu yang tidak dikenalnya ini. Tiba-tiba sang tamu memukulkan sebuah benda keras ke kepala dan tubuh Gelis. Pastur berusia 70 tahun ini jatuh tersungkur bersimbah darah. Sang pembunuh segera pergi. Awalnya polisi menyangka telah terjadi perampokan karena Gelis memang dikenal memiliki banyak uang. Tapi barang-barang milik Gelis tidak ada yang hilang.
Bukan itu saja, di dekat jenazah Gelis yang telentang dengan kedua tangan bersedekap, seolah pembunuhnya ingin menunjukkan sesuatu pola, ditemukan dua kertas rokok dengan tulisan tangan bertuliskan “Viva Angelina!”, yang memiliki arti kejayaan bagi malaikat perempuan atau kejayaan bagi Sang Dewi. Maria Magdalenakah yang dimaksud?
Sampai kini polisi tidak berhasil mengungkap siapa pembunuhnya. Banyak penafsiran tentang motif di balik peristiwa pembunuhan terhadap Gelis. Tapi para peneliti meyakini, dibunuhnya Gelis erat kaitannya dengan harta karun yang ada di sekitar daerah itu. Adakah Gelis dianggap terlalu banyak tahu tentang harta karun Rennes-le-Château?
Batu nisannya, yang terletak di pemakaman gereja di Coustassa, diposisikan lain dengan nisan-nisan lainnya. Nisan Pastur Gelis dibuat menghadap ke Rennes-le-Château dan terlihat amat jelas di lereng bukit di seberangnya. Anehnya, batu nisan itu juga memiliki tanda Salib-Mawar (Rose-Croix). Gerard de Sede ketika ingin menginvestigasi peristiwa ini pada tahun 1960-an, tidak berhasil menemukan catatn apa pun mengenainya di arsip Keuskupan Carcassonne. Sepertinya Gereja memang menyembunyikan hal ini dan menguburnya rapat-rapat.
Yang kedua, Pastur Henri Boudet (1837-1915) yang menjadi gembala sidang di daerah Rennes Le Bains, yang terletak di sisi lain bukit yang juga ditempati Rennes-le-Château. Pastur ini juga tidak kalah misteriusnya. Walau bukan ahli bahasa, tapi Boudet diketahui telah mengarang sebuah buku mengenai bahasa yang salah satu premisnya sungguh aneh yakni bahasa Celtic adalah bahasa asal dari semua bahasa dunia. Buku tersebut ternyata berisi kode-kode tertentu yang setelah Boudet meninggal di makamnya terdapat kaitan erat dengan kode-kode dari bukunya tersebut. Judulnya: Le vraie langue cetique et le cromleck de Rennes-les-Bains (The True Celtic Language and the Cromlech of Rennes-les-Bains).
Pastur Berenger Sauniére, Pastur Antoine Gelis, dan Pastur Henri Boudet, ketiganya memimpin gereja dalam wilayah yang bertetangga, ketiganya menyimpan misteri, dan tentu ketiganya memiliki ikatan khusus atau suatu kerjasama yang tidak diketahui secara jelas apa dan bagaimana bentuknya.
Hanya saja, di belakang hari diketemukan catatan bahwa Pastur Sauniére ternyata pernah dua kali diundang dan menghadiri acara resmi kelompok Freemason yang diadakan di Martinist Lodge di Lyons, Perancis. Sejak zaman Renaissance, kota Lyons juga dikenal sebagai kota yang penuh misteri. Selain itu ada pula catatan pengiriman barang dari Paris berupa sebuah teropong yang berdaya kuat dan kamera kepada Sauniére. Sebuah organisasi atau kelompok di Paris mengirim peralatan penyelidikan kepada Sauniére yang tinggal di desa penuh misteri. Apa yang sesungguhnya diselidikinya?
Menurut sejarah, setelah kerajaan Barat menyerbu Roma dan kemudian meninggalkan Italia, harta karun dari Yerusalem yang dijarah oleh Titus kemudian dibawa ke Toullose, lalu dibawa lagi ke Carcassonne, setelah itu tidak ada satu pun orang yang pernah mendengar tentang keberadaan harta karun tersebut.
Ada pula yang mencatat bahwa sesungguhnya Ksatria Templar pernah membawa jenazah Yesus ke suatu tempat di Rennes-le-Château untuk dikuburkan di sana. Salah satu wilayah yang dekat dengan Rennes-le-Château bernama Opoul Perillos. Wilayah ini memiliki kode pos: 666-00. Triple Six, sebuah angka setan!
Rennes-Le-Chateau

Dari misteri ‘harta karun’ Rennes-le-Château itulah alur utama novel The Da Vinci Code mengalir. Jika ini sungguh benar, dan banyak yang percaya, maka Vatikan sebenarnya sudah mengetahui sejak lama bahwasanya Yesus tidak disalib. Kitab Apokripa dalam tradisi Katolik Roma sendiri kian memperkuat dugaan ini. Kitab Apokripa adalah kitab-kitab Injil yang terlarang dibaca oleh jemaat biasa dan hanya pendeta-pendeta tertinggi yang boleh melihatnya. Di antara kitab-kitab apokripa itu adalah Injil Maria, Injil Hermes, Injil Barnabas, Injil Thomas, dan sebagainya.
Semua kitab apokripa tersebut membenarkan bahwa Yesus hanyalah seorang Rasul dan mengajarkan ketauhidan, bukan trinitas. Arius dan kaum Unitarian yang diburu dan dihabisi dalam Konsili Nicea pada 325 Masehi merupakan satu kaum yang meyakini ketauhidan itu. Demikian pula dengan Sekte Essenes dari gua Qumran, Yordania, yang terkenal dengan kehidupan zuhudnya dan Dead Sea Scroll yang termasyhur.
Salah satu prelatur Vatikan bernama Opus Dei[1]—seperti yang telah dipaparkan dengan amat baik dalam The Da Vinci Code—memiliki tugas khusus untuk mencari dan membunuh seluruh keturunan Yesus dan para pelindungnya, yakni Dinasti Merovingian dan para Biarawan Sion dengan Ksatria Templarnya. Misi ini tentu tidak pernah dibuka pada umum.
Sejarah juga mencatat, salah satu ordo paling militan dalam Gereja Katolik Roma adalah Serikat Yesuit. Pertarungan antara Serikat Yesuit melawan The Knight Templar sudah terjadi sejak masa Santo Ignatius Loyola, sang pendiri Ordo ini, dan berjalan dengan amat sengit. Apakah rahasia ini yang sesungguhnya menjadi ujung pangkal segala kekisruhan tersebut?
Organisasi misterius yang menjaga rahasia tersebut sejak berabad-abad lalu dikenal sebagai Biarawan Sion (The Priory of Sion). Buku The Holy Blood and the Holy Grail dan The Da Vinci Code dengan tegas menyatakan bahwa Biarawan Sion inilah yang secara turun-temurun telah menjaga rahasia yang mereka yakini lebih besar ketimbang agama Kristen itu sendiri dengan sangat rapat, bahkan jika perlu dengan mengorbankan jiwa raganya, seperti yang telah dilakukan para sénéchaux seperti halnya “Jacques Sauniére” dalam prolog novel The Da Vinci Code.
Dari organisasi Biarawan Sion inilah lahir sebuah ordo militer legendaris yang bernama The Knights Templar. Perang Salib telah memperkenalkan ordo militer ini ke seluruh dunia. Dalam Perang Salib, dari seluruh ordo dan ksatria salib yang ada, Ksatria Kuil ini dikenal sebagai orang-orang yang begitu haus darah dan selalu ingin berperang.
Dalam salah satu episode Perang Salib ke empat, tiga orang tokoh Templar—Reynald de Chatillon, Guy de Lusignan, dan Gerard de Ridefort—berhadapan langsung dengan Salahudin Al-Ayyubi (orang Barat menyebutnya Saladin), Panglima Islam yang berasal dari Tikrit, Irak. Satu kampung dengan Saddam Hussein.
Usai Palagan Hattin, kedua tokoh Ksatria Templar itu tertangkap. Guy de Lusignan yang saat itu menjabat sebagai Raja Yerusalem (menggantikan kakak iparnya, King Baldwin IV yang telah mangkat) ditawan oleh Salahuddin. Demikian pula Reynald dan Gerard de Ridefort.
Kehadiran Ksatria Templar memang tidak bisa dilepaskan dalam konteks Perang Salib. Walau banyak ahli sejarah menyatakan bahwa Ksatria Templar merupakan para ksatria yang paling berani dan tentara garda terdepan dalam membela Kristus, namun banyak pula sejarahwan yang curiga dan memandang keberadaan Ksatria Templar secara lebih kritis.
Motivasi Ksatria Templar menerjunkan dirinya dalam Perang Salib sesungguhnya bukanlah untuk membela Kristus dan agamanya, namun untuk menyelidiki ‘harta rahasia’ yang mereka yakini terpendam di bawah Haikal Sulaiman. Hal yang belakangan ini sudah terbukti dengan adanya penelitian yang dilakukan sejumlah arkeolog yang menemukan bekas-bekas eskavasi yang dilakukan di bawah kamar-kamar markas Ksatria Templar di Yerusalem dan berbagai peralatan penggalian milik Templar juga ditemukan di dalamnya.
[1] Opus Dei, nama salah satu sekte Gereja Katolik ini menjadi begitu populer setelah novel The Da Vinci Code mengguncangkan dunia. Opus Dei adalah bahasa latin yang berarti “Bekerja Melayani Tuhan” atau “Pelayan Tuhan”, sebuah organisasi controversial di bawah Gereja Katolik Roma yang didirikan tahun 1928 oleh Pastor Josemaría Escrivá. Sekarang, seluruh anggota Opus Dei di dunia diperkirakan melebihi jumlah 85 ribu orang.
hathor_sky_cow

Bani Israil yang kini lebih dikenal dengan sebutan bangsa Yahudi sesungguhnya bersaudara dengan Bangsa Arab. Kedua bangsa besar ini berasal dari satu ‘Bapak’ yakni Nabi Ibrahim as. Bani Israil berasal dari anak Nabi Ibrahim yang bernama Ishaq dari isteri yang bernama Siti Sarah. Sedangkan Bani Hasyim yang juga disebut sebagai Suku Quraisy berasal dari anak Nabi Ibrahim yang bernama Ismail dari isterinya yang bernama Siti Hajar.
Dalam perjalanannya yang sudah banyak ditulis oleh sejarah, kedua suku bangsa ini pecah dan saling berperang satu sama lain. Goresan pena sejarah juga telah mencatat betapa semua pertentangan dan permusuhan ini senantiasa terjadi akibat ulah dari Bani Israil yang licik, keras kepala, dan mau menang sendiri.
Di masa Nabi Musa a.s. yang ditugaskan Allah SWT untuk meluruskan Bani Israil, walau telah berkali-kali Nabi Musa a.s. memperlihatkan kebesaran Allah SWT, namun tetap saja Bani Israil lebih condong kepada kesesatan. Mereka lebih gemar mendalami ilmu-ilmu sihir yang dipraktekkan para pendeta tinggi yang mengelilingi Fir’aun dan condong kepada penyembahan paganisme.
Kisah Samiri yang dimuat di dalam Al-Qur’an menggambarkan hal ini. Patung sapi betina yang dibuat oleh Samiri sesungguhnya berasal dari Hathor dan Aphis, patung dewa Mesir kuno yang berbentuk sapi betina yang telah lama disembah mereka dan terkait dengan penyembahan kepada dewa matahari (The Sun God).
Walau demikian, pertolongan Allah SWT yang telah menyelamatkan mereka dari kejaran Fir’aun dan tentaranya dengan membelah lautan, tetap tidak membuat Bani Israel sadar. Sebab itu, Allah SWT kemudian mengutuk mereka karena kesesatannya dan melarang Bani Israil untuk memasuki Tanah Suci Palestina untuk beberapa tahun.
Ilmu-ilmu sihir yang dikuasai para pendeta tinggi Fir’aun, berikut segala ritual dan kepercayaan ideologis di belakangnya, akhirnya menjadi sebentuk kepercayaan Bani Israil yang diturunkan dari generasi ke generasi lewat cara lisan yang disebut Kabbalah. Dari cara inilah kemudian orang menamai kepercayaan kuno Bani Israil ini dengan sebutan Kabbalah.
Kepercayaan satanisme ini terus dipelihara dengan baik oleh mereka hingga pada abad ke-21. Terbukti, Madonna, penyanyi pop terkenal Amerika kelahiran Italia, mengaku dengan terus terang bahwa ia telah menanggalkan kekristenannya dan menggantinya dengan Kabbalah. Madonna adalah seorang pengikut Kabbalah. Madonna merupakan sedikit orang yang secara jujur mengakui dirinya seorang Kabbalis.
article-2536549-1A86C09E00000578-513_634x412

Hubungan antara kisah-kisah Bani Israil dengan harta karun Sulaiman sangatlah erat. Namun sebelum masuk dalam pembahasan misteri harta karun ini, kita agaknya harus menelusuri tentang kisah dan keberadaan Haikal Sulaiman dahulu, sebuah istana yang sangat megah dan indah pada zamannya, yang diyakini banyak orang di muka bumi menyimpan harta karun yang amat sangat banyak dan tak ternilai. Film National Treasure (Walt Disney Picture; 2004) mengatakan bahwa harta karun tersebut dikatakan amat sangat banyak sehingga tidak akan mampu untuk seorang raja pun memilikinya.
Alkisah, setelah dikutuk Allah SWT dan dilarang memasuki tanah suci Palestina untuk beberapa lama, Bani Israil tetap tidak mampu masuk Palestina setelah Musa wafat. Barulah pada masa Nabi Daud a.s.—ayah dari Nabi Sulaiman a.s.—mereka bisa memasuki Palestina dari Sinai dan menguasai Yerusalem. Ini terjadi sekitar tahun 2000 SM. Walau demikian, tidak semua wilayah Palestina bisa dikuasai mereka. Ketika Nabi Sulaiman a.s. berkuasa, kelompok-kelompok Bani Israil ini tersebar di berbagai daerah dan mengelompokkan diri menjadi kerajaan-kerajaan kecil.
Merupakan satu kebiasaan di kalangan Bani Israil untuk memanggil pemimpin mereka dengan sebutan ‘Raja’. Yang disebut kerajaan itu di masa Sulaiman hanyalah sebuah kota kecil yang dikelilingi desa-desa sekitarnya. Sama sekali bukan sebuah kerajaan yang meliputi seluruh tanah Palestina. Di antara kerajaan tersebut, kerajaan Samaria dan kerajaan Yahuda adalah yang terkenal. King of Greece, Sargeus, pernah menyerbu Samaria pada tahun 576 SM.
Kerajaan yang agak besar dan istananya sangat megah pada zamannya itu adalah kerajaan yang dipimpin King Solomon atau Nabi Sulaiman a.s. yang berada di Yerusalem. Bagaimana sesungguhnya bentuk dan rupa Istana Nabi Sulamian a.s. yang membuat Ratu Balqis begitu terpesona hingga melunturkan kesombongan dan meraih hidayah Allah SWT?
Al-Qur’an menginformasikan dalam surat-suratnya tentang Haikal Sulaiman tersebut. Diceritakan bahwa Sulaiman memiliki kerajaan serta istana yang amat mengagumkan dan dengan arsitektur yang paling maju pada zamannya. Berdasarkan kenyataan ini, para peneliti meyakini bahwa para ahli tukang bangunan yang ada di dalam kerajaan Sulaiman adalah tukang-tukang terbaik di seluruh negeri.
Di istananya terdapat berbagai karya seni yang menakjubkan dan benda-benda berharga, yang amat mempesona bagi siapa pun yang menyaksikannya. Jalan masuk istananya saja terbuat dari kaca. Hal ini dimuat di dalam Al-Qur’an dalam Surat An-Naml ayat 44 di mana Ratu Balqis merasa sangat takjub bercampur heran ketika pertama kali ingin memasuki istana Sulaiman,
“Dikatakanlah kepadanya: “Masuklah ke dalam istana.” Maka tatkala dia (Ratu Balqis) melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar dan disingkapkannya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman: “Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca”. Berkatalah Bilqis: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam.”
Sulaiman dianugerahi oleh Allah SWT kebisaan untuk berbicara dengan hewan. Allah SWT juga menundukkan para mahluk gaib sebangsa jin dan yang lainnya agar bisa diperintah oleh Sulaiman. Mereka inilah yang banyak membawa harta karun dari dasar lautan dan lainnya untuk Sulaiman. Tidak aneh, jika Haikal Sulaiman yang amat megah tersebut dipenuhi dengan harta karun dalam berbagai bentuk dan rupa. Qur’an surat An-Naml dengan rinci memaparkan tentang kisah Sulaiman a.s.
Tahun 960 SM istana atau kuil Sulaiman berdiri di Yerusalem. Setelah mengalami pasang-surut, masa kejayaan dan juga kemundurannya, 370 tahun kemudian bangsa Babylonia yang dipimpin Raja Nebukadnezar II menduduki Yerusalem dan menghancurkan kuil tersebut. Menyusul kejatuhan Yerusalem, para tentara Babylonia menangkap dan menawan orang-orang Yahudi dan membawa mereka ke Babylonia, keluar dari Yerusalem.
Dalam pengasingan di Babylonia inilah, pemuka-pemuka Yahudi membesarkan hati kaumnya dengan membuat konsep “The Promise Land” atau “Tanah Yang Dijanjikan”. Para pemuka Yahudi ini berusaha keras agar kaumnya benar-benar meyakini bahwa Yerusalem dan Palestina merupakan tanah yang telah dijanjikan Tuhan kepada mereka. Konsep yang mengatakan bahwa Bani Israil adalah bangsa pilihan Tuhan dan bangsa di luar Yahudi adalah manusia kelas dua, Ghoyim atau Gentiles, yang diciptakan Tuhan untuk melayani seluruh kepentingan bangsa Yahudi diduga kuat juga disusun di Babylonia ini.[1]
Sejak itu, dalam perjalanannya mereka selalu berupaya untuk bisa kembali ke Palestina dan menguasai Yerusalem. Namun mereka sellau menemui kegagalan. Bahkan akibatnya perbuatan mereka ini justru membuat mereka kian diawasi para penguasa. Orang-orang Yahudi makin berpencar ke seluruh bumi, diaspora, untuk menyelamatkan diri dari penindasan dan pengawasan para penguasa. Untuk menyelamatkan diri, cita-cita, dan kepentingannya inilah, bangsa Yahudi akhirnya terbiasa untuk bergerak di dalam lingkaran-lingkaran rahasia dan penuh konspirasi.
Setelah berjalan beberapa tahun, kekuasaan Babylonia ini pun kemudian tumbang setelah bangsa Persia di bawah komando Cyrus menyerangnya dan berhasil merebut Yerusalem. Di bawah kekuasaan Persia, Kuil Sulaiman kembali dibangun. Kekuasaan Persia pun tidak bertahan lama dan digantikan dengan kekuasaan bangsa Romawi pada tahun 160 SM. Oleh Raja Herod (40-4 SM), Kuil Sulaiman dibangun kembali dan memberikan keleluasaan bagi orang-orang Yahudi untuk tinggal di Yerusalem. Namun dasar orang-orang Yahudi ini memang tidak bisa berterima kasih dan tidak pernah bersyukur, pada tahun 70 M, mereka mengadakan pemberontakan terhadap Raja Romawi.
Pemberontakan ini berhasil dipatahkan oleh Raja Titus yang kemudian segera melakukan pembersihan terhadap seluruh orang-orang Yahudi di Palestina dan seluruh kekuasaan Romawi waktu itu. Kaum Yahudi dilarang kembali masuk ke Palestina. Kuil Sulaiman pun dihancurkan oleh Titus.
Konon, dalam pemberontakan ini, sekelompok orang Yahudi menjarah Kuil Sulaiman dan membawa kabur harta karun yang ada di sana dan melarikannya ke sebuah tempat di Perancis Selatan dengan menaiki kapal-kapal layar yang membuang sauh di Jaffa, melayari Lautan Tengah dan berlabuh di Perancis Selatan.
Menurut salah satu narasumber utama Holy Blood, Holy Grail, bernama Pierre Plantard yang juga diyakini seorang Grand Master Biara Sion di abad ke-21, harta karun itu telah ditemukan di daerah pegunungan Pyrennes dan terlindung aman di tangan Biara Sion. Di duga kuat, harta karun ini disembunyikan di daerah sekitar kuil Templar di daerah Bezu. Juga ada pendapat, sebelum harta karun itu di bawa ke Perancis, sebagiannya lagi sudah dibawa dan disimpan di Roma.
[1] William G. Carr; Yahudi Menggenggam Dunia; Pustaka Al-Kautsar; Pengantar Penterjemah; Cet.7; 2005; hal.19
Ivanhoe

Film National Treasure menyatakan bahwa harta jarahan dari Kuil Sulaiman tersebut sesungguhnya telah dibawa lari ke Amerika dan disimpan rapat di bawah sebuah gereja kuno di daerah Wallstreet, AS, dan berada dalam lindungan para Freemason. Walau ada beberapa petunjuk, namun kepastian di mana harta itu disembunyikan hingga kini masih menjadi salah satu misteri yang paling banyak diminati peneliti.
Walau demikian, Bani Israil yang lazim disebut kaum Yahudi sekarang ini telah lama meyakini masih adanya harta karun Sulaiman dalam jumlah yang teramat besar yang masih tersimpan dengan rapi di suatu tempat di dalam lokasi bekas kuil tersebut. Mereka terus melakukan pencarian sepanjang masa dari generasi ke generasi. Terlebih setelah ‘sejarah yang gelap’ seputar peristiwa penyaliban ‘Yesus’ yang penuh dengan teka-teki dan kekontroversialannya seperti yang telah diungkap dalam berbagai catatan sejarah dan buku-buku termasuk Holy Blood, Holy Grail dan The Da Vinci Code.
Amat mungkin kekeras-kepalaan kaum Yahudi itu ada pembenarannya, karena berdasar temuan Gulungan Laut Mati (The Dead Sea Scroll) di gua Qumran, Yordania, terdapat ‘Copper Scroll’ (Gulungan Copper) yang terkenal. Gulungan Copper itu telah dipecahkan sandinya di Universitas Manchester pada tahun 1955-1956 dan ternyata berisi petunjuk-petunjuk yang jelas bahwa sejumlah emas-perak, bejana-bejana keramat, barang-barang yang tidak jelas kegunaannya, dan harta karun lainnya yang juga misterius, yang berjumlah tidak kurang dari duapuluh empat timbunan, terkubur di bawah Kuil Sulaiman.[1]
Al-Qur’an menyebutkan bahwa Nabi Isa a.s. tidak pernah disalib, dan yang disalib oleh tentara Romawi saat itu adalah seseorang yang wajahnya diserupai dengan Nabi Isa. Nabi Isa a.s. sendiri diangkat oleh Allah SWT dan akan turun kembali ke bumi pada akhir zaman untuk membela ketauhidan dan membenarkan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
Yang digambarkan oleh Al-Qur’an ini sebenarnya juga diyakini oleh orang-orang Kristen awal yang kini disebut sebagai Kristen Unitarian, dengan tokohnya yang termashyur bernama Arius. Sebab itu, mereka juga sering disebut sebagai kaum Arian. Selain kaum Arian, sejumlah sekte dan kelompok Kristen maupun Yahudi juga membenarkan apa yang telah dideskripsikan Al-Qur’an. Mereka inilah yang terus memelihara keyakinan tersebut dengan penuh kerahasiaan dan diam-diam hingga kini.
Namun yang tengah menjadi sorotan adalah adanya kelompok sempalan Yahudi yang tidak mengakui Yesus disalib namun mereka percaya bahwa Yesus ini diselamatkan oleh Yusuf Arimatea, dan hidup puluhan tahun setelah peristiwa penyaliban di suatu tempat. Menurut mereka pula, sebelum peristiwa itu terjadi, isteri Yesus yang bernama Maria Magdalena dengan membawa The Holy Grail (cawan suci yang berisi ‘darah’ Yesus) telah dilarikan ke suatu tempat yang jauh.
Yahshua_Miriam_fpage

Mereka ini yakin bahwa dalam pelariannya itu Maria Magdalena tengah membawa The Holy Blood yang berasal dari darah daging Yesus sendiri di dalam kandungannya (The Holy Grail). Maria Magdalena tengah hamil ketika melarikan diri dari Yerusalem menuju Selatan Perancis. Grail di sini menurut mereka bukanlah sebentuk bejana anggur atau piala, tetapi rahim dari Maria Magdalena itu sendiri.
Sebab itulah, banyak berdiri kuil-kuil pemujaan The Black Madonna (Sang Perawan Hitam) pada permulaan era kekristenan. Kuil-kuil tersebut dibangun bukan diperuntukan bagi Bunda Maria (The Holy Virgin, Perawan Suci) tetapi kepada Maria Magdalena, yang digambarkan dalam bentuk patung atau lukisan seorang ibu dan seorang anak kecil.
Para ahli juga banyak memperdebatkan bahwa berbagai katedral Gothik yang menyerupai tiruan bentuk rahim yang besar dan terbuat dari batu tersebut sebenarnya dipersembahkan kepada isteri Yesus, bukan Ibundanya. Buku yang paling terkenal yang mengisahkan kehidupan Maria Magdalena di Perancis Selatan adalah karya Jacobus de Voragine berjudul Golden Legend (1250).
Di dalam bukunya, Voragine yang merupakan Uskup Agung Dominikan dari Genoa menyebut Maria Magdalena dengan sebutan Illmunata sekaligus Illuminatrix yang memiliki arti ‘Yang Tercerahkan’ atau ‘Sang Pencerah’. Di kemudian hari, sebutan atau gelar Maria Magdalena ini dipakai sebagai nama bagi satu kelompok rahasia—salah satu pewaris Templar: Illuminati.
Menurut The Da Vinci Code dan juga The Holy Blood and the Holy Grail, organisasi Biarawan Sion memiliki tugas utama menjaga dan melindungi garis darah keturunan Yesus Kristus dan Maria Magdalena. Anak-anak Yesus ini konon berwujud dalam satu dinasti bernama Dinasti Merovingian yang berdiam di Perancis Selatan. Dinasti ini kemudian, untuk menyelamatkan dirinya, melakukan kawin campur dengan dinasti-dinasti berpengaruh di Eropa lainnya.
The Da Vinci Code memaparkan pertarungan antara Biara Sion melawan Opus Dei, organisasi resmi yang berada di bawah Vatikan yang dikatakan memiliki tugas khusus untuk mengejar dan menghabisi seluruh garis darah keturunan Yesus—ini digambarkan Brown dengan upaya pengejaran Silas dan Uskup Manuela Aringarosa terhadap keluarga Sophie Neveu dan membunuhnya, sehingga Sophie kecil harus dipelihara oleh kakeknya, Jacques Sauniere yang kemudian juga dibunuh Silas dan berlanjut pada pengejaran terhadap Sophie sendiri—sehingga kekuasaan Gereja Katolik di Tahta Suci Vatikan tetap terpelihara.
Menurut Opus Dei, juga seluruh sekte kekristenan yang kini bersatu di bawah Vatikan dan juga kaum modernis, berpendapat bahwa Yesus mewariskan gerejanya kepada Saint Peter. Kemudian Saint Peter membangun Tahta Suci Vatikan yang berpusat di Roma, bekas ibukota kekaisaran Romawi. Padahal Biarawan Sion berpendapat bahwa Yesus tidak mewariskan gerejanya kepada Saint Peter melainkan kepada Maria Magdalena, sang isteri. Inilah pangkal sebab pertentangan mereka.
Godfroi de Bouillon dipercaya oleh para petinggi Yahudi sebagai salah seorang yang memiliki darah keturunan Yesus. Hal ini nampaknya—menurut Baigent—tidak disadari oleh Godfroi sendiri atau pun dirinya memang tidak diberi tahu hal tersebut semata-mata demi keamanan dirinya dan keluarganya secara lebih luas.
Untuk menemukan bukti-bukti yang lebih kuat, mungkin ini motivasi utama kedatangan para Templar ke Yerusalem, dilakukan penelitian dan penggalian pada tanah yang dipercaya sebagai tempat berdirinya Kuil Sulaiman yang dilakukan secara rahasia oleh para Templar. Harta karun itu diyakini lebih bernilai ketimbang emas permata. Sekarang ini, Kuil Sulaiman hanya tersisa pada lokasi “Tembok Barat” atau Tembok Ratapan.
AWAL KNIGHTS TEMPLAR
Cerita yang paling popular mengenai Ksatria Templar sampai saat ini mungkin adalah kisah ‘Ivanhoe’ karya Sir Walter Scott yang ditulis pada tahun 1819. Dalam kisah anak-anak itu, sosok Ksatria Templar digambarkan sebagai sekumpulan preman yang angkuh, lalim, munafik, dan menghalalkan segala cara. Ini adalah gambaran umum para pengkaji masalah Templar dan Perang Salib.
Michael Baigent dan kawan-kawan mendeskripsikan Ksatria Templar sebagai: sosok biarawan pejuang yang sangat menakutkan, ksatria mistik berjubah putih, dan bersalib merah. Tapi, satu hal yang pasti, Ksatria Templar adalah sosok pejuang yang memegang peranan terpenting dalam Perang Salib. Pola dasar Perang Salib adalah pengerahan ribuan pasukan perang untuk merebut Tanah Suci Palestina, yang bertempur dan rela mati demi Kristus.[2]
Tentang awal keberadaan Ksatria Kuil, The Holy Blood and the Holy Grail mencatat bahwa catatan sejarah pertama tentang kelompok yang sarat diselimuti kabut misteri ini ditulis oleh seorang sejarawan bangsa Jerman bernama Guillaume de Tyre yang menulis antara tahun 1175 dan 1185. Saat itu merupakan puncak dari Perang Salib, ketika tentara Salib berkuasa Tanah Suci Palestina setelah merebutnya dari bangsa Saracen (kaum Muslimin) dan mendirikan Kerajaan Yerusalem, atau oleh kelompok Templar sendiri disebut sebagai “Outremer”, atau tanah yang jauh dari lautan.
Menurut de Tyre, Order of the Poor Knights of Christ and of the Temple of Solomon (Ordo Ksatria Miskin Pembela Kristus dan Kuil Sulaiman) atau dalam bahasa latin disebut sebagai paupers commilitones Christi Templique Solomonici didirikan pada tahun 1118 [3].
Hughues de Payens, bangsawan dari Champagne dan pengikut seorang Count dari Champagne beserta Godfroy de St. Omer disebut-sebut sebagai pendirinya. Suatu hari, tanpa diminta, Hughues de Payens ini bersama delapan rekan ksatrianya memperkenalkan diri di istana King Baldwin—Raja Yerusalem—yang saudara lelakinya, Godfroi de Bouillon, telah mengalahkan Kota Suci tersebut sembilan tahun yang lalu.
[1] Allegro; Treasure of the Copper Scroll; tanpa tahun ; hal.107.
[2] Michael Baigent, Richard Leigh, Henry Lincoln; Holy Blood, Holy Grail; hal.55
[3] Beberapa literatur menyanggah tahun 1118, dan memastikan tahun berdirinya Ksatria Templar adalah empat tahun sebelumnya, yakni tahun 1114. Pendapat ini berlandaskan pada sepucuk surat yang ditulis Uskup Chartres kepada Count Campagne, sebelum keberangkatan Count tersebut ke Yerusalem di tahun 1114. Dalam suratnya Uskup tersebut antara lain menulis, “Kami telah mendengar bahwa… sebelum meninggalkan Yerusalem, Anda telah bersumpah untuk bergabung dengan ‘la milice du Christ’, Anda berharap mendaftarkan diri untuk menjadi tentara gereja.” Istilah ‘La malice du Christ’ merupakan sebuah nama yang dipakai Ksatria Templar di masa-masa awal. Uskup Chartres sendiri meningal tahun 1115. Jadi pendapat ini yang agaknya lebih meyakinkan tentang kapan tahun berdirinya Knights Templar.
Rizki Ridyasmara

No comments: