Sejarah Rahasia Freemasonry dan Iluminati ( bagian 25 dan 26)



83ba7ed1ae3da62609330cbaa40b216d

Shalahuddin jelas marah besar mengetahui pihak Kristen merobek-robek perjanjian damai tersebut. Ia segera menyiagakan dan memimpin sendiri 200.000 pasukannya berangkat dari Damaskus melintasi gurun untuk menyerang Kuil Kerak tempat Reynald de Cathillon tinggal.
Di Yerusalem, King Baldwin IV marah besar mendengar ulah Reynald dan Ridefort dengan pasukan Templarnya. Ia langsung mengadakan pertemuan besar di istananya. Di depan para Ksatria Templar yang berhadap-hadapan dengan Ksatria Hospitaler, dengan menahan kegeraman, dari balik topeng peraknya yang menyembunyikan wajahnya yang terus digerogoti lepra, King Baldwin IV menyatakan bahwa Shalahuddin beserta ribuan pasukannya dengan formasi siap tempur tengah bergerak menuju Kuil Kerak untuk menuntut balas atas kejadian yang dianggapnya sama sekali tidak bisa dibenarkan.
Para Ksatria Hospitaller yang memang tidak menyukai Ksatria Templar karena kesombongan ordo militer itu menyatakan Raja Yerusalem harus menyerahkan Reynald de Cathilon kepada Shalahudin untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Namun Guy de Lusignan yang menjadi juru bicara Ksatria Templar menolak dan bahkan dengan sengit mengatakan pihaknya sama sekali tidak takut dengan ancaman Shalahuddin dan siap berperang kapan pun jika diperlukan.
Setelah berpikir sebentar, King Baldwin IV yang tengah sakit akhirnya menyatakan akan menemui Shalahuddin dan pasukannya sebelum mereka sampai di gerbang Kerak. Tiberias, sang penasehat Raja dari Ordo Ksatria Hospitaller (Ordo Saint John) mengatakan kepada Raja bahwa kesehatannya akan semakin memburuk jika Raja bersikeras memimpin sendiri. Setengah berbisik, King Baldwin IV berkata pada Tiberias, “Saya akan mengusahakan tidak terjadinya perang. Saya akan mencegat Shalahuddin sebelum ia tiba di Kerak.”
Akhirnya dengan ribuan pasukan yang membawa relik kayu Salib Suci, King Baldwin memimpin pasukan mencegat Shalahuddin. Tidak jauh dari gerbang Kuil Kerak, kedua pasukan itu bertemu dalam formasi saling berhadapan. Keadaan menjadi tegang. Panji-panji kedua belah pihak berkibaran di angkasa. Menampar-nampar udara diterpa angin gurun yang keras.
Kedua pasukan menghentikan gerak majunya. Mereka hanya dibatasi lautan pasir tidak lebih dari setengah kilometer. Diam tak bergerak. Dalam kesenyapan, Shalahuddin maju mengendarai kuda ke tengah dan diikuti oleh King Baldwin IV yang tidak bisa memacu kudanya karena tengah sakit. Mereka bertemu di tengah, diapit dua pasukan besar yang telah siap menghunus pedang dan tombak. Regu pemanah pun telah bersiaga di belakang pasukan pendobrak.
Setelah mengucapkan salam dan permintaan maaf, King Baldwin IV segera menyatakan kepada Shalahuddin bahwa pihaknya sama sekali tidak ingin merobek-robek perjanjian damai yang telah disepakati bersama, apalagi mengobarkan peperangan. Baldwin juga mengatakan kepada Shalahuddin bahwa Reynald de Cathillon akan segera menerima hukuman yang adil atas perbuatannya itu.
kingdomofheaven2

Sebagai panglima yang penuh harga diri, Shalahuddin akhirnya menerima permintaan maaf tersebut dan meminta jaminan kepada King Baldwin IV bahwa Reynald akan benar-benar dijatuhi hukuman yang setimpal. King Baldwin mengangguk lemah. Setelah mengucapkan salam, kedua pemimpin tersebut kembali ke pasukannya masing-masing. Perang besar hari itu bisa dihindarkan.
Shalahuddin dan pasukannya kembali ke Damaskus. Sedangkan Raja Yerusalem memasuki Kuil Kerak yang segera disambut dengan muka teramat manis dari Reynald de Cathillon. Dihadapan Ksatria Templar yang ada di Kuil Kerak, juga disaksikan Gerard de Ridefort, Raja Yerusalem mengadili Reynald dan akhirnya membawanya untuk dipenjara di Yerusalem. Guy tidak bisa berbuat apa-apa atas kejadian ini.
Setibanya di Istana, King Baldwin IV bahkan hendak menangkap iparnya sendiri, Guy de Lusignan, dan menceraikannya dengan Sybilla. Menurut rencana yang disusun bersama Tiberias, setelah lepas dari Guy, maka Sybilla akan dinikahkan dengan Bylian of Ibelin, anak dari dari Godfrey of Ibelin. Namun dengan alasannya sendiri, Bylian menolak secara halus sehingga Guy tidak jadi ditangkap.
Bulan berbilang bulan, kesehatan King Baldwin IV semakin memburuk. Pada tahun 1186 akhirnya King Baldwin IV meninggal dunia. Guy akhirnya dilantik menjadi Raja Yerusalem. Pelantikannya ini diboikot oleh Ksatria Hospitaller. Usai dilantik, Guy membebaskan Reynald seraya menitip pesan agar Reynald mencari cara supaya Shalahuddin mau berperang dengannya.
“Give me a war!” pesan Guy. Reynald sangat senang mendengar pesan ini dan segera menghimpun pasukannya sendiri untuk menyerang satu pemukiman orang-orang Arab, di mana adik kandung perempuan Shalahuddin tinggal di sana. Serangan dilakukan secepat kilat. Mayat-mayat orang Arab bergelimpangan di mana-mana. Reynald lalu menghampiri adik perempuan Shalahuddin dan mencampakkan jilbabnya. Perempuan itu lalu ditangkap dan dibawa ke Yerusalem.
Guy sangat puas atas hasil kerja Reynald dengan pasukan Templarnya itu. Tidak lama kemudian, datanglah utusan Shalahuddin ke Yerusalem dan menghadapnya. Di depan Raja Yerusalem yang baru, utusan Shalahuddin dengan tegas meminta agar Guy membebaskan adik perempuan Shalahuddin. Namun jawaban Guy sungguh di luar dugaan. Secepat kilat Guy mencabut pedangnya dan menebas leher utusan tersebut.
“Bawa kepalanya kepada Shalahuddin di Damaskus!” perintahnya pada utusan Shalahuddin yang segera memacu kudanya untuk kembali ke Damaskus. Guy lalu memerintahkan semua pasukan Salib untuk bersiap menyerang Shalahuddin, sebelum mereka mendekati Yerusalem.
PERTEMPURAN HATTIN
Saat cakrawala baru menghiasi langit timur Yerusalem, Guy de Lusignan bersama Ksatria Templarnya dan ribuan ksatria Salib lainnya berbaris menuju utara untuk menghadang pasukan Shalahuddin. Hari itu tanggal 3 Juli 1187. Selain membawa perlengkapan perang dan baju besi, Ksatria Templar juga membawa relik pusaka Salib Suci (yang diyakini sebagai tiang kayu untuk menyalib Yesus) dengan harapan agar Tuhan bersama pasukan itu.
Bylian of Ibelin yang tidak sepaham dengan Guy menolak bergabung dengan pasukan besar dan memilih untuk tetap tinggal di Yerusalem mempertahankan kota suci itu bersama sisa pasukan dari Ibelin yang berada di bawah komandonya dan warga sipil. Patriarch Yerusalem sebagai wakil Paus juga bersama Bylian. Demikian pula Sybilla dan Tiberius.
Yang terakhir ini, saat Guy dan pasukannya berangkat, memilih untuk meninggalkan Yerusalem dan kembali ke Cyprus. “Awalnya kami merasa perang ini untuk mengharumkan nama Tuhan, tapi sekarang kami sadar, perang ini hanyalah untuk mencari kekayaan dan popularitas,” tegas Tiberias.
“Shalahuddin senantiasa membawa pasukannya dari sumber mata air yang satu ke sumber mata air lainnya,” ujar Baylian ketika menolak ikut rombongan Guy de Lusignan. Tapi Guy sudah kemaruk keangkuhan sehingga tidak lagi memperhitungkan sisi teknis kemiliteran yang dipelajarinya. Parahnya lagi, Grand Master Templar, Gerard de Ridefort juga tidak mengingatkan Guy, bahkan ia ikut serta dalam pasukannya.
Jadilah pasukan Salib berjalan di bawah teriknya sinar matahari gurun. Setelah berjalan bermil-mil di bawah sengatan panas, pasukan Salib pun mulai kepayahan. Apalagi sepanjang perjalanan tidak satu pun sumber air yang ditemukan. Satu persatu dari mereka akhirnya terjatuh dari kuda dan bergelimpangan di gurun pasir. Penderitaan yang amat sangat dirasakan pasukan Salib yang mengenakan baju besi. Seharian penuh mereka berjalan tanpa menemukan air. Akhirnya ketika matahari telah condong ke barat, mereka tiba di sebuah dataran tinggi di bawah tanduk Hattin.
Panas memang telah hilang, namun dahaga tetap tidak tertahankan. Di tempat persiapan ini pun pasukan Salib sama sekali tidak menemui sumber mata air. Mereka mulai dihinggapi frustasi dan ketakutan. Bayang-bayang kekalahan pun mulai menghinggapi perasaan mereka. Di bawah dataran tinggi, ribuan pasukan Shalahuddin sudah membuat kemah. Mereka tampak segar karena menguasai sumber mata air.
Malam itu pasukan Salib tidak bisa tidur. Setelah seharian berjalan di atas gurun yang terik, tanpa menemukan sumber mata air, kerongkongan mereka terasa begitu kering dan terbakar. Beberapa dari mereka menjadi gila. Berteriak-teriak histeris menuruni dataran tinggi, meluncur menuju dataran rendah tempat pasukan Muslim berkemah dan segera disambut kibasan pedang hingga ajal menjemput sebelum bertempur.
Untuk menambah penderitaan pasukan Salib, pasukan Shalahuddin membakar rerumputan belukar yang ada di sekitar perkemahan. Seluruh kawasan perbukitan itu menyala dan menambah panas dataran diatasnya yang dihuni pasukan Salib. Malam itu berubah menjadi neraka bagi Guy Lusignan dan pasukannya.
Usai shalat Subuh, 4 Juli 1187, pasukan Shalahuddin mengepung rapat posisi pasukan Salib. Pengepungan dilakukan dalam arti sesungguhnya. Seluruh pasukan Shalahuddin melingkari perbukitan itu dengan badannya. Tangan mereka telah siap menghunus pedang dan tombak. Bukan saja satu lapis, tapi berlapis-lapis dengan pasukan panah berada di barisan belakang.
Ketika fajar menyingsing menyinari Tanduk Hattin, serunai dari pihak pasukan Muslim pun ditiup tanda serangan dimulai. Bunyinya membuat pasukan Salib bergidik bagai terompet kematian. Pasukan Salib yang terkepung melawan dengan membabi-buta dan balas menyerang dengan sisa tenaga yang masih ada. Melihat hal tersebut, pasukan Muslim malah membuka barisan depan dan membentuk fomasi huruf ‘U’. Mereka membiarkan pasukan Salib lewat dan setelah pasukan Salib sampai ke tengah, bukaan itu ditutup kembali, mirip dengan strategi capit kepiting. Satu demi satu pasukan Salib rubuh ke tanah.


 saladin_army


Tanduk Hattin dipenuhi mayat-mayat ksatria Salib. Di angkasa, burung-burung pemakan bangkai beterbangan dalam jumlah ribuan berputar-putar di atas tumpukan ribuan mayat yang bersimpah darah. Raja Yerusalem Guy de Lusignan, Grand Master Templar Gerard de Ridefort, dan Reynald de Cathillon menjadi tawanan. Mereka semua digiring dan dibawa masuk ke dalam kemah khusus. Para pangeran yang masih hidup dibebaskan dengan tebusan yang sangat tinggi.
Di dalam kemah khusus, Shalahuddin menghampiri Guy dengan membawa semangkok air minum. Shalahuddin mempersilakan Guy meminum air dari mangkoknya sendiri. Dengan gemetar ketakutan Guy meraih mangkok itu. Setelah rasa dahaganya sedikit terpuaskan, Guy memberikan mangkok air itu kepada Reynald yang memberi isyarat kehausan. Melihat hal itu Shalahuddin bangkit dari duduknya dan menendang mangkok itu hingga airnya tumpah. Dengan sangat cepat Shalahuddin menghunus pedangnya. Sekali tebas terpisahlah kepala Reynald dari lehernya, menggelinding keluar kemah.
Dalam tradisi perang, musuh yang diberi minum dari mangkok sang pemenang akan selamat. Namun Shalahuddin tidak bisa memberi ampunan pada Reynald yang terkenal karena suka menghujat Rasululah SAW dan telah mencederai beberapa perjanjian damai antara Shalahuddin dengan mendiang King Baldwin IV. Melihat Reynald tersungkur jatuh tanpa kepala membuat Guy tambah gemetaran. Shalahuddin mendekati Raja Yerusalem itu dan mengatakan kalimat yang sangat terkenal,
“Jangan takut, tidak ada kebiasaan seorang raja membunuh raja lainnya.” Guy lalu di tahan di penjara Nablus dan dibebaskan pada tahun 1188 sebagai seorang yang sudah tidak lagi memiliki harapan hidup.
Third_2

Menyusul kekalahan Guy dan pasukannya, dengan sendirinya Yerusalem pun futuh. Amat berbeda ketika Yerusalem ditaklukkan pasukan Salib di tahun 1099 di mana diwarnai dengan perampokan, penjarahan, pemerkosaan, dan pembantaian besar-besaran terhadap seluruh warga sipilnya. Saat Shalahuddin masuk ke Kota Suci Yerusalem, tidak ada setetespun darah tertumpah di dalam kota tersebut. Orang-orang Kristen dan Yahudi yang tinggal di dalamnya bebas menentukan pilihan: tetap tinggal di dalam kota dengan membayar jizyah, atau meninggalkan Yerusalem menuju kampung halamannya di Eropa dengan damai dan diperbolehkan membawa serta harta bendanya.
Kejatuhan Yerusalem dengan cepat disusul oleh kejatuhan daerah-daerah kekuasaan Salib di sekitar Palestina. Pada Mei 1291, benteng Acre, benteng terakhir kekuasaan Salib di Palestina pun tumbang. Dalam mempertahankan benteng besar dan kuat yang berada di tepi pantai yang terjal ini, para Ksatria Templar mempertahankannya sampai titik darah penghabisan. Bahkan Grand Masternya sendiri, Guillaume de Beaujeu, tewas dalam pertempuran ini.
Jatuhnya benteng Acre mirip dengan sebuah benteng yang digoyang gempa berkekuatan besar. Benteng yang tinggi tersebut runtuh ke bawah mengubur penyerang dan yang diserang. Asap bercampur debu mengepul ke udara menandai berakhirnya masa kekuasaan Kristen di Palestina. Air laut di sekitarnya pun berubah mejadi merah darah.
Yerusalem dan seluruh daerah kekuasaan Salib di Palestina telah lepas dari kekuasaan Salib. Lantas, bagaimana dengan keberadaan Ksatria Templar dan Ordo Sion? Kejatuhan Yerusalem inilah yang menjadi sebab terjadinya peristiwa “Penebangan Pohon Elms”, sebuah perpisahan dan perceraian antara Ordo Sion dengan Ksatria Templar. Tindakan gegabah Ksatria Templar dalam menghadapi Shalahuddin sama sekali tidak bisa dimaafkan para pemuka Ordo Sion. Cerai adalah jalan terbaik. Bisa jadi ini hanya terjadi di permukaan, suatu strategi yang dibuat oleh Ordo Kabbalah.
PECAHNYA ORDO SION DENGAN KSATRIA TEMPLAR
Dalam The Dossiers Secrets disebutkan salah satu sebab kejatuhan Yerusalem adalah karena pengkhianatan yang dilakukan oleh Grand Master Templarnya sendiri, Gerard de Ridefort. Walau sebab-sebab lain juga tidak dikesampingkan seperti begitu gegabahnya Guy de Lusignan dan sebagainya. Namun dokumen tersebut sama sekali tidak menjelaskan bentuk pengkhianatan seperti apa yang telah dilakukan Gerard hingga tuduhan yang teramat serius itu dialamatkan kepadanya. Tidak main-main, yang menuduhkan hal tersebut adalah Ordo Sion sendiri, “Sang Bapak” dari Ksatria Templar.
Jatuhnya Yerusalem berarti juga jatuhnya Gereja Abbey of Notre Dame du Mont de Sion yang terketak di selatan Yerusalem. Secara simbolis ini berarti penyerahan Yerusalem kepada kekuasaan Saracen, namun secara hakikat kejatuhan ini sungguh-sungguh memporak-porandakan rencana besar Ordo Sion untuk menemukan “sesuatu” yang diyakini masih berada di bawah markas para Templar yang dulunya merupakan bekas tempat berdirinya Haikal Sulaiman.
Selain itu, ribuan ‘calon anggota Sion’ yang tengah berada dalam perjalanan dari Perancis menuju Yerusalem juga akhirnya berbalik dan kembali ke Perancis. Sebab inilah, Ordo Sion tidak bisa memaafkan kegagalan Ksatria Templar dalam mempertahankan Yerusalem, apalagi kejatuhan ini bukan disebabkan oleh rencana Shalahuddin sendiri melainkan pihak Saliblah yang melakukan provokasi untuk memulai peperangan.
Satu tahun setelah kejatuhan Yerusalem, tahun 1188, secara resmi Ordo Sion melepaskan segala tanggungjawab dan memutuskan hubungan dalam bentuk apa pun terhadap Ksatria Templar. Perpecahan ini dikabarkan diperingati dengan sebuah upacara ritual yang dinamakan “The Cutting of the Elm” (Penebangan Pohon Elm). Tidak jelas apa maksudnya.
Sejak itu, secara resmi Ordo Sion menyatakan Ksatria Templar sudah tidak ada lagi ikatan apa pun dengannya. Ksatria Templar merupakan organisasi mandiri yang tidak ada lagi sangkut-pautnya dengan Ordo Sion. Untuk mempertegas hal tersebut, Ordo Sion pun mengubah namanya menjadi Biarawan Sion (The Priory of Sion). Jika sebelum tahun 1188, Ordo Sion dan Ksatria Templar memiliki satu Grand Master yang sama, maka sejak tahun itu mereka memiliki Grand Masternya sendiri-sendiri. Menurut Dokumen Biara, Grand Master Ksatria Templar pertama di tahun 1188 adalah Jean de Gisors.
Walau secara resmi mengumumkan pisah, namun dalam gerakan bawah tanahnya mereka sepertinya tetap melakukan kerjasama dan saling berhubungan. Di tahun 1307, Guillaume de Gisors, Grand Master Biarawan Sion, dihadiahi kepala emas, Caput LVIIIm dari Ordo Kuil. Caput LVIIIm atau Caput 58M, menurut Tracy R. Twyman harus dibaca sebagai 5 dan 8 dan jika dijumlahkan maka didapat angka 13. Afabet ke-13 adalah M. Jika demikian Caput 58M adalah Caput MM. Ini adalah kode untuk Maria Magdalena (MM).>[1]
Hubungan ini oleh Henry Lincoln yang memulai penelitian panjang tentang Ordo Sion dan Templar di Perancis selatan dianggap suatu petunjuk bahwa antara Ordo Sion dengan Ksatria Templar memang tidak ada pemutusan hubungan yang total. Guillaume de Gisors diketahui memiliki hubungan yang baik dengan para Templar, namun diam-diam ia ternyata juga memiliki hubungan dengan Guillame Pidoye, salah seorang kaki tangan King Philippe IV—Philippe Le Bel—dari Perancis yang telah memburu dan membubarkan ordo Templar di tahun 1307. Ada anggapan sementara pihak bahwa Guillame de Gisors ini melakukan kegiatan double agent, yang mengambil keuntungan dari pertentangan antara Templar dengan raja-raja Eropa dan gereja.
Guillame de Gisors inilah yang diyakini telah membocorkan rencana operasi kilat yang akan dilakukan King Philippe le Bel terhadap Templar pada tahun 1307 sehingga pasukan Raja Philippe ini tidak mampu menyita dokumen-dokumen atau keterangan-keterangan penting yang dimiliki Templar, walau berhasil menangkap Grand Master Templarnya dan menghukum mati, DeMolay.
Setelah peristiwa Penebangan Pohon Elm, praktis tidak banyak keterangan yang mengupas tentang keberadaan dan kegiatan Ksatria Templar. Yang mengemuka dalam banyak catatan tentang Templar adalah tudingan bahwa ordo Kristus ini kian hari kian meresahkan para penguasa, raja-raja, para bangsawan, dan termasuk Gereja, yang salah satu sebabnya disebutkan bahwa Ksatria Templar diketahui telah melakukan ritual-ritual keagamaan khusus yang berbeda sekali dengan ritual kekristenan dan bahkan menjurus pada bid’ah dan penyebaran ajaran sesat.
Amat mungkin, perkembangan ordo militer yang sangat pesat, termasuk jumlah kekayaannya, inilah yang berakibat pada semakin luas dan besar pengaruhnya di dalam masyarakat Eropa, telah membuat cemas para penguasa, raja-raja, para bangsawan, dan Gereja. Mereka jelas cemas dengan saingan baru yang bernama Ksatria Templar yang suatu saat dipastikan bisa mengalahkan pengaruh mereka dan menggantikan kedudukan mereka sebagai penguasa Eropa. Kenyataan inilah yang pada akhirnya membuat ordo militer ini dihabisi. Hal tersebut akan dibahas kemudian. (Rizki Ridyasmara)
[1] Michael Baigent cs; Holy Blood, Holy Grail; Ufuk Pres; 2006; hal. 642.

No comments: