Sejarah Rahasia Freemasory dan Iluminati (Part 31)

templar-france-lot1


 Skotlandia, Inggris, Portugal, dan Spanyol, juga Malta, memang menjadi lokasi pelarian Templar. Di kerajaan-kerajaan tersebut para Templar berbaur dengan penduduk setempat yang mayoritas memeluk agama Katolik Roma. Mereka juga banyak yang mengganti nama. Beberapa dari mereka juga meminta suaka kepada para bangsawan dan tuan tanah (Landlord) yang memiliki wilayah kekuasaannya sendiri, otonom. Banyak permintaan suaka ini diterima dengan tidak gratis, dengan artian para bangsawan yang sangat memahami bahwa para Templar itu kaya raya, meminta sejumlah uang sebagai jaminan keamanan atas dirinya. Bahkan ada pula yang kemudian bermitra dan meneruskan bisnis usaha ‘perbankan’ yang dulu telah dirintis para Templar.
Pada awal abad ke 16, Gereja Katolik tengah didera gerakan reformasi, yang dipelopori oleh Martin Luther (1483-1546), pemimpin Gerakan “Protest” (sebab itu gerejanya kemudian disebut sebagai Gereja Protestan), dan John Calvin (1509-1564) yang kemudian melahirkan Gereja Calvinis. Banyak kalangan memandang gerakan reformasi gereja sebenarnya juga didorong oleh mereka yang tidak puas atau menyimpan dendam terhadap hegemoni Gereja Katolik, seperti halnya kaum Templar. Dan hal ini ternyata mendapat pembenaran dengan bergabungnya sejumlah fraksi dari penerus Templar ke dalam gerakan reformasi gereja tersebut antara tahun 1517-1521.
Satu-satunya motivasi para mantan anggota Templar ini bergabung dalam gerakan tersebut adalah untuk membalaskan dendam atas kejadian dua abad lalu terhadap Gereja Katolik dengan menunggangi gerakan pembaharuan gereja ini. Upaya penyusupan oleh penerus Templar ini semula tidak diketahui Martin Luther, namun beberapa tahun kemudian barulah ia menyadari akan hal tersebut dan dengan tegas Martin Luther menghujat dan mengecam kaum Yahudi ini dan menyerukan agar semua pengikutnya tidak terpengaruh oleh kaum ini.
Setelah penumpasan para Templar memang bagaikan hilang di telan bumi. Mereka membenamkan diri dalam-dalam ke perut bumi sembari terus memelihara harapan, cita-cita, dan tujuan mereka yang masih teramat panjang. Pengejaran dan penumpasan terhadap Templar ternyata tidak bisa tuntas. Rahasia harta karun Templar yang menjadi pusat misteri tentang keberadaan ordo ini tetap menjadi misteri.
Banyak catatan yang menyatakan, sebelum pasukan Phillipe le Bel dan Clement V bergerak di pagi hari itu, beberapa hari sebelumnya Grand Master Templar Jacques de Molay telah memerintahkan kepada beberapa bawahannya untuk memindahkan berkas-berkas dan dokumen rahasia yang sangat penting di suatu tempat yang dinilai aman, membakar banyak buku dan catatan ordo, termasuk membawa berpeti-peti harta karun keluar dari Perancis melewati jalan laut.
Upaya yang dilakukan De Molay ini mengindikasikan satu hal yang pasti: Tempar telah mengetahui, setidaknya mencium rencana Phillipe le Bel dan Paus Clement V, atau kalau pun Templar tidak tahu siapa yang akan menghabisinya secara pasti, yang jelas Templar telah yakin akan ada sesuatu yang besar yang akan menimpa ordo persaudaraan ini sehingga seluruh dokumen rahasia, segala catatan dan buku, serta harta karun dan properti yang dimilikinya harus diamankan.
Dan ini terbukti. Pasukan Phillipe le Bel dan Clement V sama sekali tidak memperoleh sepotong koin emas pun dari harta karun Templar yang sangat banyak itu. Lalu dari mana De Molay mengetahui rencana rahasia terhadap Templar itu? Guillaume de Gisors, Grand Master Biara Sion, disebut-sebut sebagai pihak yang memberi tahu De Molay.
Walau antara Biara Sion dengan Ksatria Templar telah tidak ada lagi hubungan sejak peristiwa Penebangan Pohon Elm, walau amat mungkin hal ini hanyalah formalitas belaka, namun dalam kenyataanya kedua ordo itu, mungkin secara pribadi-pribadi, tetap berhubungan dengan erat. Bukankah Grand Master Biara Sion, Guillaume de Gisors, telah dihadiahi sebuah kepala emas Caput LVIIIm atau Caput 58M, oleh Templar di tahun 1307?
Sebab itu, antara Sion dengan Templar terbukti tetap memelihara jaringan mereka. Dan yang juga menarik, Guillaume de Gisors ternyata juga berkawan akrab dengan Guillaume Pidoye, salah satu kaki tangan Phillipe de Bel yang berpengaruh. Bisa jadi, Pidoye yang menganggap Sion tidak memiliki hubungan lagi dengan Templar, bahkan menduga Sion masih menyimpan dendam terhadap Templar akibat lepasnya Yerusalem, membocorkan rencana Phillipe untuk menumpas Templar dengan harapan mendapatkan dukungannya atau setidaknya berupa persetujuan moril. Kabar ini kemudian oleh de Gisors diteruskan kepada De Molay yang mengambil beberapa langkah preventif untuk menjaga ‘harta terbesar’ para Templar.
10031111_2
DIVISI PEREMPUAN KSATRIA TEMPLAR
Yang sangat jarang diamati peneliti lainnya adalah sebuah pertanyaan mendasar bahwa jika Templar memang ‘menuhankan’ perempuan seperti halnya terhadap Maria Magdalena dan juga Dewi-Dewi Masir kuno lainnya, begitu ‘terpesona’ oleh konsep femininitas, maka adakah dalam ordo ini kesempatan bagi perempuan untuk bergabung? Adakah Divisi Perempuan dalam Ordo Militer Khusus Knights of Templar?
Pertanyaan ini mendapat jawaban yang memuaskan ketika dua orang peneliti, Charles dan Nicole, menyatakan bahwa Ordo Ksatria Templar memang memiliki anggota perempuan.[1]
Di tahun-tahun awal pendirian ordo ini, ada banyak perempuan yang ikut mengucapkan ikrar Templar walau kemudian mereka hanya menjadi anggota biasa. Mereka, Nicole dan Charles, menyatakan,
“Jika mengamati kembali berbagai dokumen dari abad ke-12, Anda akan mendapatkan banyak perempuan yang bergabung dengan Ordo Templar, terutama pada abad pertama keberadaannya. Setiap orang yang bergabung harus mengucap ikrar untuk menyerahkan ‘rumahku, tanahku, tubuhku, dan jiwaku kepada Ordo Templar’. Anda akan mendapati nama-nama perempuan di akhir berbagai dokumen ini selain nama-nama lelaki. Anda pun akan menemukan banyak pasangan (laki-laki dan perempuan) yang sama-sama bergabung. Jadi, kaum perempuan pun harus mengucapkan ikrar. Dokumen-dokumen itu terutama membahas wilayah ini (Languedoc), dan ada cukup banyak petunjuk mengenai banyaknya kaum perempuan yang pada suatu kali terlibat dalam Ordo Templar. Dan beberapa wkatu kemudian, ordo ini memang mengubah peraturannya dan melarang keanggotaan perempuan”.
Peneliti lainnya seperti Michael Baigent dan Richard menyatakan dalam buku “The Temple and the Lodge” (1989): …sebuah dokumen dari akhir abad ke-12 di Inggris melaporkan tentang seorang perempuan yang diterima Ordo Templar sebagai Suster. Fenomena ini tampaknya menyiratkan keberadaan sayap atau kelompok feminin dalam Ordo. Tetapi, (sejauh ini) belum ditemukan penjelasan mengenai masalah ini. Bahkan, informasi tentangnya yang mungkin terdapat dalam dokumen-dokumen resmi Inkuisisi telah lama hilang atau disembunyikan.
Catatan-catatan tentang keberadaan Divisi Feminin dalam Ordo Templar ini memang sangat terbatas. Yang mencuat dalam sejarah memang sisi maskulinitasnya. Walau demikian, hal tersebut sudah lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa ordo ini memang terlihat lebih maju dari zamannya.
Akhir keberadaan ordo ini memang mengenaskan. Grand Master terakhirnya, Jacques de Molay, memang telah mati. Demikian pula Phillipe le Bel dan Paus Clement V. Namun Templar kini malah menemukan pusat operasi mereka yang baru, di suatu wilayah yang merdeka dari Gereja Katolik Roma, lepas dari pengaruh Paus, dan mendapat dukungan penuh dari penguasa wilayah tersebut, King Robert The Bruce, yang kebetulan tengah berperang melawan Inggris dan memerlukan tenaga kombatan yang handal. Agar tidak menyulitkan The Bruce, Templar akhirnya menanggalkan jubah putih dan panji-panji perangnya, dan kemudian mengganti pakaian dengan pakaian yang biasa dikenakan para pekerja, para tukang batu, bergabung dengan para Mason dan menguasai gilda-gilda mereka, lodge-lodge mereka. Tidak ada lagi Knights of Templar. Yang ada sekarang adalah Mason. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)
—————————————————
[1]
Lynn Picknett dan Olivia prince; The Templar Revelation; hal. 181.

No comments: