Syeh Siti Jenar: Sang Cacing Yang Menggoyang Kemapanan Demak

Di dalam masyarakat Jawa, dikenal adanya tokoh penyiar agama Islam yang hidup pada jaman Kerajaan Demak jaman Raden Patah yang menjadi Sultannya, yang kemudian dihukum mati oleh Raja dan Dewan Wali karena dianggap telah menyebarkan ajaran yang sesat. Tokoh tersebut adalah Syeh Siti Jenar yang juga sering disebut Syeh Lemah Abang.

Menurut kisah yang beredar dalam masyarakat, Syeh Siti Jenar ini dahulunya berasal dari  seekor cacing di dalam tanah lempung yang dipergunakan untuk menambal perahu saat Sunan Bonang (salah seorang Wali Songo) sedang mengajarkan pengetahuan tingkat tinggi dalam agama Islam kepada Sunan Kalijogo (yang waktu itu masih menjadi muridnya).

Dengan kelebihannya, cacing yang turut serta mendengarkan ajaran tersebut kemudian “disabda” oleh Sunan Bonang menjadi manusia. Dalam perkembangannya, manusia yang berasala dari cacing ini kemudian diberi nama Siti Jenar   (siti = lemah = tanah, jenar atau abrit = kuning atau merah = lempung =  tanah liat) yang nantinya juga turut serta menyebarkan ajaran agama Islam di tanah Jawa.

Dalam menyebarkan ajaran Islam, Syeh Siti Jenar melakukannya di daerah pedalaman Jawa dan mendapatkan banyak pengikut, baik dari kalangan orang kebanyakan maupun kalangan bangsawan yang merupakan sisa-sisa pejabat di daerah bekas kerajaan Majapahit. Salah satu pengikutnya adalah Ki Ageng Pengging (Ki Kebo Kenongo), yang merupakan keturunan  dari Raja Kertabumi, raja terakhir Majapahit.

Namun dalam perkembangannya, apa yang diajarkan oleh Syeh Siti Jenar yang dikenal mengajarkan “ajaran manunggaling kawulo-gusti”  ini dipandang sudah melenceng dari ajaran Islam, dan dianggap sebagai ajaran yang sesat dan harus dilenyapkan oleh Raden Patah (Raja Demak) dan Dewan Wali. Syeh Siti Jenar kemudian ditangkap dan dihukum mati di Demak.

Syeh Siti Jenar dihukum pancung, kemudian dimasukkan ke dalam peti sebelum dikuburkan. Saat jenasah masih di dalam peti pada saat dibuka dan akan dikuburkan, ternyata yang ada di dalamnya bukan jenazah Syeh Siti Jenar, namun bangkai anjing hitam kudisan. Syeh Siti Jenar yang semula berasal dari cacing telah meninggal berubah menjadi anjing hitam kudisan.

Kisah yang disampaikan di atas merupakan sebah versi yang diceritakan dari mulut ke mulut dan sudah lama beredar dalam masyarakat Jawa. Adakah  versi  yang lain dari kisah tersebut?  Sayang untuk menuliskan versi yang berbeda, penulis sudah lelah, ubun-ubun penulis sudah panas sampai mengepul keluar asapnya, maka tak ada kata lain yang pantas untuk diucapkan selain kata

jati

No comments: