Cerita Lampau dari Timur

Pelabuhan Bima dan aktivitas maritim pada masa silam.
Cerita Lampau dari TimurRepihan Benteng Asa Kota di Teluk Bima. Benteng ini menandai kemahsyuran Kesultanan Bima, berfungsi sebagai pengawas kapal-kapal yang hendak berlabuh di bandar Bima. Asa dalam bahasa setempat bermakna mulut. Asa Kota menandai fungsinya di mulut Kota Bima (Dwi Oblo/National Geographic Indonesia)
Wilayah pantai di Bima ini dapat mendukung aktivitas masyarakatnya dan memiliki andil bagi perkembangan daerah Bima. Terlihat dari letaknya yang dekat dengan laut yang memiliki pantai dengan teluk yang dapat dikembangkan menjadi pelabuhan ini sehingga dapat terjadi aktivitas pelayaran dari atau ke pulau lain.
Aktivitas maritim di Bima diperkirakan sejak abad ke-10 pada masa Kerajaan Kediri di Jawa dengan bukti adanya situs Wadu Pa’a yakni batu pahat yang berhuruf Pallawa peninggalan Hindu dari Jawa. Walaupun tidak menyebutkan tentang Bima namun nama Sumbawa sudah ada di panggung sejarah nusantara.
Balatentara Majapahit melakukan ekspedisi pada aband ke 14 ke arah timur sampai ke Dompo, Sape, hingga Nusa Cendana. Sampai akhir abad ke 19, nama Bima mulai dikenal dalam dunia pelayaran, pada saat pelabuhannya menjadi salah satu pusat kegiatan bongkar muat barang-barang yang diperdagankan di Gowa dan sekitarnya.
Sebelumnya dari zaman Majapahit pun sudah ditemukan bukti yang jelas mengenai hubungan pelayaran antara Majapahit dan Sumbawa. Terlihat dalam kitab Negarakertagama, dalam kitab itu menyebutkan mengenai kerajaan di timur yakni Taliwang, Dompo, Sapi, Sang Hyang Api dan Bima. Ya, dari fakta tersebut menunjukkan bahwa Bima merupakan daerah maritim sejak zaman dahulu. Masyarakat Bima ini bermacam-macam atau multikultur meliputi animisme, Dinamisme, Hindu-Budha, Islam dan Barat. Tentu kebudayaan ini tidak aka nada jika tidak ada interaksi dengan pulai atau negara lain melalui pelabuhan.
(Winda Ayu Larasati / Sumber: Buku Sejarah Pelabuhan Bima

No comments: