Hang Tuah dan Kebusukan Melaka

14232218191025543993
ilustrasi terbunuhnya Hang Jebat oleh Hang Tuah
Melaka atau Malaka.
Kesultanan Malaka didirikan oleh Parameswara (1344 – 1444) yang di dalam Babad Tanah Melayu; Sulalatul Salatin merujuk pada nama Iskandar Shah, yang juga merupakan raja terakhir Singapura (1389 – 1398). Dan Kerajaan Melayu ini jatuh dalam kekuasan Portugal pada tahun 1511.
Dalam masa kejayaan Kerajaan Melayu – yang juga cikal-bakal Negara Malaysia – inilah cerita kepahlawanan Hang Tuah bergema, yang terkenal dengan sumpahnya; “Tak akan Melayu hilang di bumi”
Tapi, sepertinya sumpah ini tidak lagi berlaku di bumi Singapura (dulu bernama Temasek). Terpatahkan oleh sumpah kutukan Hang Nadim (seorang bocah belasan tahun) yang dibunuh dengan cara diikatkan ke kursi, diberi pemberat, dan dilemparkan ke laut. Sayang, sumpah Hang Nadim sendiri cukup sulit penulis temui dalam tulisan. Penulis mengetahui ini dari cerita orang-orang tua Kepulauan Riau. Sumpah itu sendiri kurang-lebih berbunyi; “…dan Temasek (Singapura) tidak akan pernah dipimpin oleh anak Melayu”
Kontroversi Tanah Kelahiran Hang Tuah.
Sebagian besar masyarakat Malaysia mempercayai bila Hang Tuah dilahirkan di Sungai Duyong – Malaka, dalam rentang tahun 1444. Dalam Bahasa Indonesia, berarti Sungai Duyung.
Dan bagi masyarakat Melayu Indonesia (khususnya Kepulauan Riau) Hang Tuah dan sahabat-sahabatnya berasal dari Tanjung Pinang Kepulauan Riau. Ini, penulis ketahui saat penulis merantau di Kepulauan Riau (2003 – 2006) dari cerita orang-orang tua di sana.
Sedangkan menurut Babad Tanah Melayu; Sulalatul Salatin, Hang Tuah sendiri berasal dari Makasar, Sulawesi Selatan – Indonesia. Dikisahkan dalam hikayat tersebut; Utusan dari Melaka datang berkunjung ke Kerajaan Goa. Ketika utusan tersebut akan kembali ke Kesultanan Malaka, mereka dihadiahi seorang anak yang cakap lagi rupawan, bernama; Daeng Merupawah. Inilah nama asli Hang Tuah menurut Babad tersebut, seorang anak dari Raja Bajung.
Selain kontroversi asal tanah kelahirannya, juga tersebut tentang para sahabatnya. Sebagian cerita mengatakan jika Hang Tuah memiliki empat orang sahabat, yakni; Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiu.
Dan sebagian lain mengatakan hanya tiga saja, yakni; Hang Jebat, Hang Kesturi, dan Hang Lekir. Sedangkan untuk Hang Lekiu sendiri adalah orang yang sama dengan Hang Lekir. Sebab, dalam masa itu penulisan menggunakan Abjad Jawi – abjad dalam huruf Arab yang diubah untuk menuliskan Bahasa Melayu (Brunei, Malaysia, dan Indonesia) dan penulisan nama Lekir kemungkinan sedikit membingungkan. Huruf Jawi wau; “ﻭ” dan ra; “ﺭ” bentuknya cukup mirip.
Cerita Singkat Hang Tuah dan Kebusukan Melaka.
Dikisahkan;
Hang Tuah dan sahabat karibnya sangat suka mempelajari ilmu bela diri – silat. Bahkan sebagian cerita mengisahkan jika mereka mempelajari silat di Tanah Jawa – Zaman Majapahit. Itu sebelum mereka bergelar ‘Hang’ – kata sandang di depan nama seseorang dalam hikayat lama. Hang Tuah memiliki senjata sakti berupa keris Taming Sari. Senjata itu ia dapatkan setelah berhasil mengalahkan Taming Sari dari kerajaan Majapahit, dan menamai keris itu dengan nama pendekar Jawa tersebut.
Singkat cerita; Hang Tuah dan sahabat karibnya banyak membantu rakyat dan Kesultanan Melaka, hingga diangkat menjadi Laksamana.
Seperti ujar-ujar tua; “Sebanyak-banyak orang yang menyukai, akan lebih banyak lagi orang yang benci” itu pulalah yang terjadi terhadap diri Hang Tuah. Sekelompok orang dalam istana yang tidak senang akan kesuksesan dan ketenaran mereka, terutama Hang Tuah sendiri, berusaha menjatuhkan Hang Tuah dan sahabat. Mereka memfitnah jika Hang Tuah telah menzinahi salah satu dayang kesayangan Sultan malaka (segelintir cerita di Kepulauan Riau, Hang Tuah difitnah akan menggulingkan kekuasaan Sultan).
Sultan Malaka yang terhasut dan terpancing amarahnya, menjatuhi hukuman mati bagi Hang Tuah. Dan ini, tanpa sepengetahuan para sahabat Hang Tuah.
Hang Tuah dieksekusi di tengah hutan oleh beberapa algojo, dan ditemani oleh Bendahara Istana (sampai sekarang, penulis tidak tahu siapa nama bendahara tersebut).
Bendahara yang menaruh simpati pada Hang Tuah, merekayasa kematian Hang Tuah di hadapan Sultan. Sebagian mempercayai jika yang dipenggal itu adalah kera besar. Dan menyembunyikan Hang Tuah di dalam hutan dalam waktu yang cukup lama.
Para sahabat karib Hang Tuah sangat murka dengan keputusan Sultan tersebut. Utamanya, bagi Hang Jebat yang sangat dekat dengan Hang Tuah dibanding yang lain.
Apa yang terjadi?
Hang Jebat yang tidak terima akan berita pengeksekusian sahabat seperjuangannya itu menuntut balas, melakukan perlawanan terhadap Sultan. Ia yang awalnya seorang yang baik berubah menjadi seperti iblis yang mengacau. Hingga rakyat kacau-balau, hidup dalam ketakutan.
Kenapa tidak diberi kesempatan membela diri? Kenapa tidak diadakan pengadilan? Kenapa mereka tidak diberi tahu? Alasan-alasan inilah yang merubah perangai Hang Jebat demi membela kehormatan sahabatnya Hang Tuah.
Sultan yang berputus-asa menghadapi aksi Hang Jebat mendapat angin segar ketika Bendahara Istana memberitahu jika sebenarnya ia tidak memenggal Hang Tuah. Hang Tuah masih hidup jauh di dalam hutan. Tanpa pikir panjang, Sultan memerintahkan untuk menjemput Hang Tuah. Setelah Hang Tuah menghadap, sang Sultan menceritakan segala kerusuhan dan perbuatan Hang Jebat yang ingin menggulingkannya, tanpa memberitahukan alasan mengapa Hang Jebat berubah menjadi demikian.
Hal yang ditakutkan terjadi.
Hang Tuah berduel dengan Hang Jebat, hingga Hang Jebat tewas tertikam keris Taming Sari di dada.
Versi di daerah Tanjung Batu – Kepulauan Riau mengatakan; Hang Jebat sebenarnya mengalah, sebab Hang Tuah tidak mau mendengar alasan kenapa ia menjadi bertingkah seperti iblis tersebut. Yakni; demi membela Hang Tuah sendiri.
Dan setelah itu, Hang Tuah menghilangkan diri. Tidak satu pun yang tahu ke mana dia membawa diri. Sebagian cerita mengatakan; jika Hang Tuah tersadar saat-saat kematian Hang Jebat, dan merasa menyesal telah termakan ucapan Sultan begitu saja. Karena penyesalannya inilah Hang Tuah menghilangkan diri.
***
Ulah kebusukan Sultan Melaka yang tidak memberitahu Hang Tuah akan penyebab kegilaan Hang Jebat, terpisahlah dua sahabat seperjuangan. Terpisah raga dari nyawa, sebab kebusukan memenuhi istana Sultan.
Seandainya saja Sultan mau memberitahu perihal penyebab kegilaan Hang Jebat, tidak akan mungkin rasanya Hang Tuah mau membunuh karibnya sendiri. Dan bodohnya Hang Tuah, menurut saja pada keputusan Sultan, padahal jelas-jelas sebelumnya Sultan memberi hukuman mati padanya hanya karena fitnahan.
Dan yang terjadi ratusan tahun setelah itu, Hang Tuah dielu-elukan sebagai pahlawan Tanah Melayu. Sedangan Hang Jebat sebagai penjahat. Kalah gaung namanya yang rela menggila demi sahabat seperjuangan, Hang Tuah.
Di Kepualaun Riau sendiri, masih menjadi kontroversi soal siapa yang salah? Salahkah Hang Tuah yang membunuh Hang Jebat? Atau, salahkah Hang Jebat yang menggila demi maruah (kehormatan) seorang sahabat?
Bagi penulis sendiri (sebagaimana kebanyakan orang-orang tua di Kepulauan Riau) lebih menaruh simpati pada Hang Jebat. Konon kabarnya, Hang Jebat juga memiliki keris sakti mandraguna; Keris hitam bersepuh emas, yang dibuang para sahabat ke Selat Malaka setelah kematian Hang Jebat. Tapi, ini hanya isu segelintir orang saja.
Hang Tuah sang ksatria Melayu? Please… yang benar saja!
Salam.
Dari berbagai sumber.
Tulisan ini penulis buat untuk menyindir Negara Jiran yang lagi-lagi-lagi dan lagi, membuat ulah.
Jika benar Hang Tuah dan sahabat berasal dari Indonesia, maka tidak salah jika mereka (si Jiran itu) suka cari masalah dengan Indonesia.

Ando Ajo, Jakarta 6 Januari 2015

No comments: