Mel Gibson dan Konspirasi Yahudi Holywood



Los Angeles, Jum’at dini hari, 28 Juli 2006. Jam baru menunjuk pukul 02. 36 waktu setempat. Sebuah sedan Lexus LS 430 keluaran terbaru tiba-tiba terlihat melesat di Pacific Coast Highway, sebuah jalan raya di dekat pantai Malibu. Di sisi kanan jalan, sebuah kendaraan patroli LAPD (Los Angeles Police Department) tampak tengah mengawasi kendaraan yang lewat. Melihat Lexus yang berlari kencang, dua orang petugas LAPD yang berada di dalam mobilnya melirik alat pengukur kecepatan kendaraan. Mereka melihat angka 87 mil per jam. Padahal jalan raya tersebut masuk dalam zona kecepatan maksimal 45 mil perjam.
Mobil polisi itu langsung tancap gas berusaha mengejar Lexus. Sirine berbunyi meraung-raung membelah kota. Sesuatu yang sangat biasa terjadi di Los Angeles. Seorang kawan yang pernah kuliah di kota tersebut bahkan menyatakan bahwa hampir tiap lima menit di kota tersebut terdengar sirine polisi.
Tak lama kemudian, mobil polisi berhasil menghentikan Lexus. Dua petugas LAPD keluar dengan sangat hati-hati. Seorang tetap di mobil dengan pistol terarah ke ruang kemudi Lexus, dan yang seorang lagi menghampiri mobil mewah tersebut dengan sebelumnya memerintahkan agar pengemudi keluar dari mobil dengan kedua tangan terangkat ke atas.
Seorang lelaki keluar dengan gerakan agak limbung. Kedua petugas LAPD tersebut kaget bukan kepalang. Mereka sangat kenal dengan orang ini. “Tuan Mel Gibson, anda telah melanggar batas kecepatan kendaraan…, ” ujar salah seorang petugas. Dia mencium bau alkohol dari aktor dan sutradara ternama Hollywood ini.
Steve Whitmore, Juru Bicara LAPD, mengatakan kepada wartawan bahwa setelah dilakukan serangkaian tes kepada Mel Gibson, LAPD menemukan bukti bahwa sutradara “The Passion of Christ” tersebut berada di bawah pengaruh alkohol ketika ngebut di jalan raya. “Di dalam darahnya kami menemukan ada kandungan alkohol sebesar 0, 12 persen. Padahal di California ini, pengemudi berusia 21 tahun ke atas hanya diizinkan di bawah 0, 08 persen, ” jelas Whitmore.
Atas pelanggaran tersebut, LAPD menahan Mel Gibson di dalam selnya. Mel Gibson masuk penjara pukul 04. 06 pagi dan beberapa jam kemudian, pukul 09. 45 waktu setempat, dibebaskan dengan membayar uang jaminan sebesar lima ribu dollar AS.

Are You a Jew? 



Jika saja ceritanya hanya sampai di situ maka peristiwa penahanan sementara Mel Gibson boleh jadi merupakan cerita yang kelewat biasa. Hanya saja, saat ditangkap polisi, Mel Gibson dengan berang berkata, “Semua orang Yahudi harus bertanggungjawab terhadap seluruh peperangan yang terjadi di muka bumi!”
James Mee, sang polisi tersebut, terkejut mendengar ucapan Mel Gibson yang di Amerika merupakan sebuah tabu yang luar biasa dan akan memiliki implikasi yang sangat luas. Melihat wajah polisi yang menunjukkan kekagetan, Mel Gibson berkata lagi, “Are you a Jew?”
Kejadian ini kontan menuai badai bagi Gibson. Berbagai kelompok Yahudi Amerika dengan serius menegaskan jika Mel Gibson merupakan seseorang yang anti-Semit. Terlebih bukan sekali ini saja sikap bermusuhan terhadap orang-orang Yahudi yang ditunjukkan dengan telanjang oleh Gibson. Beberapa peristiwa terdahulu juga menunjukkan hal serupa.
Film “The Passion of Christ” sendiri misalnya, di dalam film yang mengisahkan kehidupan Yesus 18 jam sebelum disalib, Gibson yang menyutradarai film ini dengan tegas hendak mengatakan bahwa kaum Yahudilah yang sesungguhnya berada di balik penyaliban dan kesengsaraan Yesus. Film ini mendapat kecaman dan juga pujian di seluruh dunia.
Yang memuji menyatakan bahwa Gibson telah sangat berhasil memotret kesengsaraan Yesus ketika mendapat siksaan dari penguasa Romawi Herodes dan kaki tangannya. Sedangkan yang mengecam, kebanyakan dari kelompok Zionis, menyatakan bahwa Gibson menuding kaum Yahudi telah menyiksa Yesus dan secara tegas memperlihatkan sosok Gibson sebagai seorang anti-Semit.
Selain itu, beberapa waktu lalu Gibson juga telah menyatakan keinginannya untuk memproduksi sebuah film tentang mitos holocaust. Menurut Gibson, peristiwa holocaust yang diklaim kelompok Zionis Internasional sebagai tragedi besar pembantaian enam juta Yahudi Eropa yang dilakukan Nazi-Jerman selama Perang Dunia II merupakan sebuah kebohongan yang sangat besar.
Ayah dari Mel Gibson, Hutton Gibson, mendukung sikap anaknya dan dengan berani menyatakan keyakinannya bahwa holocaust hanya sebuah mitos dan kedustaan yang tak layak untuk dipercayai sedikit pun. Mel bersama Hutton pun mengajak seluruh warga Amerika dan dunia untuk bisa bersikap kritis terhadap perjalanan sejarah dunia yang seluruhnya mereka yakini ada yang mendalanginya demi mencapai tujuan politik dan kekuasaannya atas seluruh bangsa di dunia.
Atas sikap bapak dan anak ini, berbagai kelompok Zionis Amerika secara rapi berupaya untuk mematikan karir dan kreativitas Mel Gibson. Industri perfilman Hollywood di mana jaringan Yahudi menguasai semua lini, dari tenaga efek lampu, pemain, penulis skenario, sutradara, hingga produser, akan berusaha ‘membunuh’ kreativitas Mel Gibson hingga lelaki ini bisa mengubah sikap dan keyakinannya.
Dalam tulisan kedua akan dipaparkan perjalanan kreativitas seorang Mel Gibson yang akhirnya membawanya menjadi seorang aktor dan sutradara terbaik Hollywood dan sandungan-sandungan yang sengaja ditebar oleh kelompok Zionis Amerika.


Kasus Mel Gibson dengan kelompok Yahudi Amerika Serikat bukanlah kali ini saja terjadi. Bahkan kasusnya telah menjadi salah satu santapan favorit media-media ‘kuning’ AS dan diberi tema provokatif “Mel Gibson Jews Problem”. Khalayak umumnya telah mengetahui bahwa Hollywood memang dikuasai oleh Jews Connection. Jaringan Yahudi ini tidak main-main, meliputi seluruh sisi yang ada di Hollywood. Mulai dari agen pencari bakat, penata lampu, penulis skrip dan skenario, aktor dan aktris, sutradara, hingga produser dan jaringan pemasarannya pun dikuasai oleh Jaringan Yahudi.
Walau keberadaan Jaringan Yahudi di mesin industri hiburan raksasa dunia seperti Hollywood ini begitu menggurita, namun di dalamnya terdapat pula segelintir pekerja seni berdarah Yahudi yang dari hasil-hasil karyanya terlihat tidak begitu suka dengan Zionisme dan segala tindak-tanduk rezim Bush.
Keberadaan mereka ini sangat sedikit dan mereka lazimnya tidak menyatakan secara terbuka ketidaksukaan mereka terhadap Zionisme. Mereka sangat sadar bahwa di negeri seperti Amerika Serikat ini, menyatakan secara terbuka sikap tidak senang dengan Zionisme bisa langsung dicap sebagai Anti-Semit. Jika cap ini sudah “ditempelkan” pada seseorang, maka percayalah bahwa karirnya akan berhenti, bahkan akan dibuat mati secara perlahan. Dan seorang Mel Gibson tengah berjuang melawan semua ini.
Asli New York
New York merupakan salah satu kota terbesar dunia dan menjadi pusat berkumpulnya komunitas Yahudi seluruh Amerika Serikat. Di sebuah sudut New York bernama Peekskill, pada 3 Januari 1956, Mel Gibson yang memiliki nama lengkap Mel Columcille Gerard Gibson dilahirkan dari pasangan Katolik berdarah Irandia, Hutton Gibson dan Anne Reily Gibson. Bisa jadi, sebab itu dalam satu waktu perjalanan karirnya, Mel Gibson memproduksi ‘Braveheart’ (1995), sebuah film yang juga dibintanginya dan memperoleh sejumlah penghargaan internasional.
Keluarga Mel sempat hijrah ke Australia namun beberapa tahun kemudian kembali ke AS. Di Australia, Mel menamatkan pendidikan di National Institute of Dramatic Art di Sydney (1977). Karirnya sebagai aktor diawali di Australia dengan bermain di sejumlah seri televisi seperti di Seri The Sullivans, Cop Shop, dan Punishment. Dari Australia, keluarga Gibson kembali ke New York dan dengan cepat karir Mel melesat dan menjadi salah satu bintang papan atas Hollywood. Setelah membintangi Madmax (1979) dan kemudian sekuel Madmax lainnya, nama Mel Gibson mulai diperhitungkan orang.
Walau lahir dan tinggal di New York, kota pusat orang Yahudi, Mel Gibson ternyata tumbuh menjadi pribadi yang tidak begitu suka dengan orang-orang Yahudi, selaras dengan ketidaksukaannya terhadap politik kekerasan yang dijalankan pemerintah AS sejak Perang Vietnam.
Memusuhi dan Dimusuhi Yahudi


Selebritas di Hollywood yang kontroversial sangat banyak. Ada yang tergila-gila bahkan paranoid dengan paparazzi, ada yang gila dugem, dan gila-gila lainnya seperti halnya Madonna yang gila dengan segala sesuatu yang berbau Kabbalah. Namun yang menjadi kontroversial gara-gara terang-terangan memperlihatkan ketidaksukaannya terhadap Yahudi, barangkali cuma Mel Gibson seorang. Sebab itulah, sosok Mel Gibson menjadi begitu “aneh” dibanding rekan-rekan lainnya.
Mel tidak saja dikenal kontroversial dalam hal ‘Jewish Problem’, tetapi juga sikapnya yang konservatif dalam hal keberagamaannya. Walau dibesarkan dalam keluarga besar Katolik, namun Mel dengan berani menolak beberapa keputusan Konsili Vatikan II (1962-1965) yang antara lain memperbolehkan penggantian bahasa latin dalam misa dan liturgi dengan bahasa beragam yang terdapat di seluruh muka bumi. Dalam hal ini Mel berpandangan bahwa Vatikan telah mengorupsi institusi gereja dan menjadikannya begitu liberal.
Salah satu filmnya yang menjadi sorotan dunia adalah “The Passion of Christ” yang berupaya senyata mungkin memotret penderitaan seorang Yesus 12 jam sebelum di salib di Bukit Tengkorak (Bukit Golgota). “Ini merupakan panggilan hati nuraniku dan aku akan membuatnya realistis, ” ujar Mel dalam salah satu wawancaranya dengan Time.
“The Passion” memang penuh darah. Dan seorang Mel Gibson dengan tanpa takut sedikit pun menggambarkan betapa penderitaan Yesus diakibatkan oleh orang-orang Yahudi. Orang Yahudi-lah yang menyebabkan Yesus mengalami penyiksaan yang amat sangat. Ini tentu versi Alkitab.
Sebelum selesai, “The Passion” sudah mengundang badai kecaman dari Liga Anti Penistaan Yahudi dan juga dari Konsferensi Keuskupan AS. Mel Gibson dinilai telah menunjukan sikap anti Semit-nya dengan memproduksi film tersebut. Namun belakangan, Konferensi Keuskupan AS menarik kecamannya dan meminta maaf kepada Mel. Di sejumlah negara, “The Passion” bahkan mendapat pujian dari komunitas Katolik sendiri dan dinilai menggambarkan penderitaan Yesus dengan sangat orisinil. Bahkan sejumlah pastor menyatakan jika “The Passion” sudah sesuai dengan isi dari Perjanjian Baru.
Yang paling resah dengan “The Passion” tentu saja komunitas Yahudi. Mereka bersama-sama menuding Mel Gibson telah menyebarkan perasaan anti-Semit ke seluruh dunia dengan peredaran film tersebut. Namun sikap Mel Gibson sendiri tetap tegar. “Saya tidak anti Yahudi. Agama yang saya yakini tidak membenarkan kita untuk bersikap rasis dan itu adalah dosa, ” ujarnya.
Diam-diam, komunitas Yahudi AS telah merancang agar nama baik dan juga karir Mel Gibson terganjal di Hollywood. Dalam tulisan ketiga, hal ini akan dipaparkan lebih lanjut.
Rizki Ridyasmara)

No comments: