Menengok Sisa Kejayaan Mughal

Seorang pria India terlihat sedang menggosok gigi dan berwudhu sebelum melakukan shalat Jumat pertama Ramadhan di masjid era Mughal, New Delhi, India
Seorang pria India terlihat sedang menggosok gigi dan berwudhu sebelum melakukan shalat Jumat pertama Ramadhan di masjid era Mughal, New Delhi, India

Selain Ottoman, Dinasti Mughal juga tercatat sebagai salah satu kerajaan yang memiliki peradaban megah dalam sejarah dunia Islam.
Hari ini, sisa-sisa kemegahannya tersebut masih dapat kita jumpai di sejumlah wilayah anak benua Asia, seperti Pakistan, Bangladesh, dan India.

Dinasti Mughal atau juga dikenal dengan sebutan Mogul, merupakan dinasti Islam yang menguasai sebagian besar kawasan utara India sejak 1526-1857.
Pada masa-masa selanjutnya, eksistensi kerajaan ini terus menyusut dan semakin melemah pengaruhnya hingga pertengahan abad ke-19.

Kerajaan Mughal menjadi masyhur lantaran kemampuannya mempertahankan pengaruh di tanah Hindustan selama dua abad lebih.
“Di samping itu, dinasti ini juga terkenal karena keberhasilannya mempersatukan masyarakat Hindu dan Muslim di bawah naungan satu negara India,” tulis Ensiklopedia Britannica.

Kemegahan peradaban Dinasti Mughal tidak terbatas pada Taj Mahal, Taman Shalimar, dan Masjid Agung Delhi saja. Masih banyak peninggalan lainnya dari kerajaan itu yang dapat kita saksikan sampai hari ini. Sebagian di antaranya bahkan masuk dalam daftar World Heritage Sites (Situs Warisan Dunia) UNESCO.

Benteng Lahore (Lahore Fort) yang terletak di Punjab, Pakistan, termasuk salah satu mahakarya arsitektur Dinasti Mughal. Bangunan kuno yang didirikan semasa pemerintahan Sultan Akbar ini memiliki panjang 426,7 meter dan lebar 340 meter.

Beberapa situs terkenal yang berada di dalam kompleks benteng ini, antara lain Sheesh Mahal, Gerbang Alamgiri, Paviliun Naulakha, dan Masjid Moti. Benteng Lahore ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO pada 1981.

Peninggalan lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah Benteng Merah (The Red Fort) yang menjadi kediaman sultan-sultan Mughal selama hampir 200 tahun (sampai 1857). Bangunan dengan luas total 103,06 hektare ini terletak di pusat Kota Delhi, India.

Selain menampung sultan dan anggota keluarganya, Benteng Merah juga menjadi pusat kegiatan pemerintahan Mughal.
Istana ini pertama kali dibangun oleh Syah Jehan pada 1648. “Dinamai Benteng Merah karena dinding bangunan ini dilapisi oleh batu pasir merah,” tulis laman UNESCO.

Kesultanan Mughal didirikan oleh seorang pangeran Chagatai (Turko-Mongol) bernama Zahiruddin Babur yang memerintah India sejak 1526-1530. Dari kedua orang tuanya, Babur mewarisi darah penakluk.

Ayahnya merupakan keturunan Timur Lenk (Tamerlane), sang penakluk Asia Tengah yang juga pendiri Dinasti Timurid. Sementara, ibunya mewarisi silsilah penguasa Mongol yang melegenda, Jengis Khan.

Sejak kekuasaan leluhurnya di Asia Tengah runtuh, Babur mengalihkan ambisi penaklukannya ke India. Dari Kabul (Afghanistan), ia mulai mengarahkan ekspansinya ke Punjab. Selanjutnya, ia berhasil pula menduduki sebagian wilayah utara India menyusul kemenangan tentara di Panipat pada 1526.

Ketika Babur mangkat pada 1530, wilayah kekuasaan Mughal semakin meluas; membentang dari Sungai Indus di sebelah barat sampai ke Bihar di sebelah timur, dan; dari Himalaya di utara hingga Gwalior di selatan.

Kesultanan Mughal mencapai puncak kejayaan di bidang kebudayaan, arsitektur, dan kesenian selama periode kepemimpinan Syah Jehan (1628-1658).
Banyak peninggalan megah yang dibangun semasa pemerintahannya. Beberapa di antaranya yang paling monumental adalah Taj Mahal, Taman Shalimar, dan Masjid Agung Delhi.

“Era pemerintahan Syah Jehan menjadi penanda puncak peradaban Mughal. Namun demikian, ekspedisi militer yang dilakukannya untuk menaklukkan Balkh dan Badakhshan (bagian dari Afghanistan sekarang) nyaris membawa kesultanan tersebut ke ambang kebangkrutan,” ungkap Laura Etheredge dalam buku Islamic History.

Selanjutnya pada periode pemerintahan Sultan Akbar (1556-1605), dinasti ini berhasil mencaplok bagian tengah India.
Tak hanya itu, hubungan harmonis antara umat Islam dan Hindu di India juga mengalami kemajuan yang signifikan di bawah kepemimpinan sang sultan. Banyak orang Hindu yang direkrut menjadi tentara atau pegawai di kantor-kantor pemerintah.

“Ketika Sultan Akbar berkuasa, proses interaksi dan pertukaran pikiran antara bangsawan Hindu dan Muslim di lingkungan istana kerajaan pada akhirnya melahirkan akulturasi dua kebudayaan yang berbeda (Islam dan Hindu—Red),” tulis sejarawan India, Jadunath Sarkar, dalam buku A History of Jaipur./

Menurut Sarkar, toleransi luas yang diberikan Sultan Akbar kepada umat Hindu menjadi salah satu faktor kunci bagi kelangsungan Dinasti Mughal di India.
Sebagai bukti, Sultan Jahangir (1605-1627) yang melanjutkan kebijakan tersebut juga tercatat sebagai raja Mughal yang sukses pada zamannya.

Ahmad Islamy Jamil

No comments: