Misteri Pedang Sayyidina Ali, dari Negeri Panjalu (Tanah Pasundan) ?

Pada acara tahunan dalam Prosesi Upacara Adat Nyangku masyarakat Panjalu, Ciamis, ada upacara yang paling ditunggu-tunggu yaitu pencucian pedang yang dipercaya merupakan warisan dari Sayyidina Ali r.a.Menurut babad Panjalu, pedang tersebut diberikan langsung oleh Sayyidina Ali kepada Raja Panjalu yang bernama Prabu Borosngora.
pedangali1
Bukti bahwa pedang ini berasal dari Sayiddina Ali r.a, dibilahnya tertulis 3 kalimat bahasa arab yang berbunyi :
La Fabasirtha Ali Ya Ali al dzulfikaqar Wa Ali Wasohbihi Azma’in, Laa Syaefi Illa Dzulfiqar, Laa Fatta Illa Aliyya Karomallahu Wajnahu.
Ini adalah pedang milik Syaidinna Ali Karomallohu Wajhnahu“.
Pedang ini juga pernah diteliti oleh Ir. Suhamir, ahli purbakala dari pusat, hasilnya disimpulkan bahwa bahan logamnya bukan berasal dari Nusantara
Misteri Prabu Borosngora
Prabu Borosngora yang mendapatkan anugerah Pedang Sayyidina Ali ternyata masih diselimuti misteri. Hal ini dikarenakan jika berdasarkan penelitian ahli sejarah, Raja Panjalu ini indentik dengan figur Prabu Bunisora atau Hyang Bunisora Mangkubumi Suradipati (1357-1371) dari Kemaharajaan Sunda.
Prabu Bunisora sendiri adalah adik Maharaja Sunda bernama Maharaja Linggabuana yang gugur melawan pasukan Majapahit di palagan Bubat pada 1357
Dengan demikian, jika melihat masa kehidupan kedua tokoh, Sayyidina Ali berasal dari abad ke-7M, sementara Prabu Borosngora hidup pada abad ke-14M, artinya terdapat rentang waktu 700 tahun, dan sangat mustahil kedua tokoh ini bertemu.
Nampaknya keberadaan Pedang Sayyidina Ali ini, terkait erat dengan seorang Pangeran dari Kerajaan Tarumanegara, yang hidup di masa perkembangan awal Islam, beliau bernama Rakeyan Sancang.
Rakeyan Sancang diceritakan, pernah turut serta membantu Imam Ali dalam pertempuran menalukkan Cyprus, Tripoli dan Afrika Utara, serta ikut membangun kekuasaan Muslim di Iran, Afghanistan dan Sind (644-650 M)
Boleh jadi, dikarenakan perjalanan waktu yang sudah sangat lama, kisah Rakeyan Sancang ini telah tertukar dengan tokoh yang hidup 700 tahun setelahnya, yaitu Raja Panjalu, Prabu Borosngora.
WaLlahu a’lamu bishshawab

No comments: