Tenggelamnya Gunung Ararat

( Kisah pelayaran Nuh As di atas deruan ombak banjir bandang)

Nasab Nuh Alaihi salam.

Nabi Nuh merupakan keturuan dari Nabi Idris As dari Nabi Syith bin Adam As. Dalam berbagai versi sejarah, dikatakan bahwa Masa antara Nabi Nuh dengan Wafatnya Nabi Adam As adalah 126 tahun. Adapula yang mengatakan 146 tahun. Sedangkan jarak antara penciptaan Adam As dan Nuh As adalah 10 Qurun. Dalam memahami makna Qurun, para pakar sejarah masi memperdebatkannya, apakah satu Qorn ( mufrod dari kata qurun) bermakna 100 tahun ataukah bermakna lain. Namun dalam hal ini Ibnu katsir memilih pendapat bahwa 1 Qorn adalah 100 tahun. Yang berarti jarak antara penciptaan Adam As dengan Nuh As adalah 1000 tahun.[1]

Nabi Nuh As merupakan rasul yang pertama kali diutus di muka bumi untuk berdakwah kepada kaum yang menyembah berhala. Hal ini didasarkan pada al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 163. Allah Berfirman yang artinya : “ Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya…” (An Nisa 163). Dalam Ayat ini Allah Swt menggunakan redaksi “ Dan Nabi-Nabi yang kemudian” artinya adalah Nabi-Nabi setelah Nuh As. Hal ini menunjukkan bahwa Nuh adalah Rasul yang pertama kali diutus oleh Allah swt. Hal ini senada dengan sebuah hadist yang diriwayatkan al-Imam al-Bukhori yang berbicara mengaenai sayafaat kubroh pada hari pembalasan. Pada hari itu para manusia sangat membutuhkan syafaat. maka mereka pergi ke Adam As, namun Adam menyuruh mereka ke Nuh As. Sesampainya kepada Nuh As. Mereka berkata “ Wahai Nuh, Engkau adalah Rasul pertama yang diutus kepada penduduk bumi….”[2]. dari perkataan para pencari syafaat tersebut, jelas bahwa Nuh As adalah Rasul yang pertama kali diutus kepada penduduk bumi.

Para Ulama berbeda pendapat tentang kisaran usia saat Nuh As diangkat menjadi Rasul. Ada yang berpendapat usia beliau saat diutus adalah 50 tahun, ada pula yang berpendapat 350 tahun, dan adapula yang berpendapat ketika beliau berusia 480 tahun.[3]

Kondisi kaum Nuh Alaihis as-Salam

Nabi Nuh As diutus ditengah-tengah kaum yang menyembah berhala. Penyembahan berhala yang dilaukan oleh kaum Nabi Nuh adalah penyembahan atau kemusrikan yang pertama kali dilakukan oleh ummat manusia. Imam Abu Ja’far at-Thobari dalam menafsirkan Surat al-Baqoroh ayat 113 menukil perkataan Ibnu Abas yang terdapat dalam al-Mustadrok al-Imam al-Hakim, Beliau berkata “ Jarak antara Nuh dan Adam adalah 10 abad, semuanya berada pada satu syariat yang sama hingga mereka berselisih. Maka Allah mengutus kepada mereka para Nabi untuk memberi mereka kabar gembira dan peringatan”.[4]

Dalam Surat Nuh, Allah mengabarkan tentang nama-nama patung yang mereka sembah. Allah berfirman yang artinya : “Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa’, yaghuts, ya’uq dan nasr”. Al-Quthubi dalam tafsirnya menukil perkataan Muhammad bin Ka’ab. Beliau ( Ibnu Ka’ab) berkata : “ Adam As memiliki lima anak laki-laki. Mereka adalah Wadd, Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr. Mereka adalah sorang hambah yang abid, kemudian salah seorang dari mereka Meninggal yang kemudian menyebabkan orang-orang bersedih atasnya. Kemudian Setan berkata “ Aku buatkan kalian gambar seperti gambar orang itu, jika kalian memandang gambar itu kalian akan mengingatnya”. Orang-orang berkata “ Lakukan”. Kemudian setan membuat gambarnya dari emas dan timah dan menaruhnya di masjid. Kemudian saudaranya yang lain meniggal. Maka Setan membuatkan lagi gambar mereka sampai kelimanya meninggal dunia. Kemudian ilmu mereka berkurang, dan orang-orangpun berganti generasi sampai mereka meninggalkan ibadah kepada Allah selama beberapa waktu. Selanjutnya setan berkata kepada mereka : “ Mengapa kalian tidak menyembah sesuatu ?”. “ Apa yang harus kami sembah ?” . kata mereka. Setan menjawab : “ Tuhan-tuhan Kalian dan leluhur kalian, apakah kalian tidak melihat (Patung dan gambar-gambar) di tempat ibadah kalian ?”. Maka mereka menyembahnya selain Allah, hingga Allah utus kepada mereka Nuh As.[5]

Kerasnya Dakwah Nabi Nuh

Dakwah yang dilakuan Nabi Nuh bukanlah dakwah yang sembarangan. Jikalau bukan seorang utusan langit, beliau pasti sudah memilih mengantung diri disebuah pohon yang jauh dari keramaian masyarakat yang musyrik. Namun, sebagai seorang Rasul yang memiliki misi langit, beliau harus bersiap mental, nyawa dan harta. Beliau harus berusaha keras untuk mengajak dan menyeruh kaumnya agar kembali kepada jalan yang benar. Jalan tauhid yang selam 10 abad dipegang oleh ummat manusia sebelum datangnya syetan dan membisikkan kemusyrikan ke telinga mereka. Allah berfirman berkenaan dengan lamanya dakwah Nuh As kepada kaumnya : “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang lalim”. ( Al Ankabut 14).

Selama 950 tahunlah Nuh As berdakwah menyeruh kepada kemurnian tauhid. Siang dan malam berliau gunakan untuk berdakwah “Nuh berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang”. (Nuh 5). Meski beliau berdakwah tidak kenal lelah, siang dan malam, namun hasilnya hanya sedikit yang mau menerima ajarannya, bahkan kebanyakan dari kaumnya mala lari darinya “ Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran)”. (Nuh 6). Tidak hanya lari, lebih dari itu, tatkalah mereka menjumpai Nuh As. mereka akan menutup telinga-telinga mereka dengan jari jemarinya dan menutupi muka mereka dengan baju mereka, dengan tujuan supaya mereka tidak melihat tampang Nuh As yang bagi mereka adalah tampang yang menyebalkan dan membosankan ditambah supaya mereka tidak panas dan naik pitam tatkalan mendengar seruan-seruan Nuh As. “Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat”. (Nuh 7).

Saking kerasnya hati kaum Nuh, Amru Muhammad dalam bukunya Khawatir qur’aniyah menyebutkan hanya 60 orang yang bersedia mengikuti seruan Beliau As. jika kita hitung, Beliau berdakwah selama Sembilan ratus lima puluh tahun kemudian di bagi 60 orang, hasilnya sekitar 15 tahun berdakwah beliau hanya mendapatkan satu pengikut. Inilah yang menjadi catatan penting, bagi seorang aktifis dakwah hendaknya menjadikan Nuh As sebagai motivator dalam berdakwah. Beliau siang dan malam berdakwah, diterima atau tidak dakwahnya, selama hayat masih di kandung badan, dakwah adalah jalan hidup umat terbaik.

Untuk melakukan dakwahnya Nuh As menumpuh dua metode. Metode pertama adalah metode memberi kabar gembira dan metode kedua adalah memberi peringatan akan siksaan. Beliau meberikan kabar gembira, dan mengiming-imingi mereka limpahan nikmat, baik berupa rizeqi maliyah maupun anak-anak yang dapat dibanggakan sebagaimana dalam firman-Nya “ Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai”. ( Nuh 11-12). Beliau juga memberikan peringatan akan adzab yang akan menimpah mereka jika mereka masih saja keras kepala dan menolak ajakan Beliau. Namun, kabar gembira maupun kabar azab sama sekali tidak membuat mereka tertarik atau takut dan menerima dakwah Nuh As.

Perdebadatan Nuh As dengan Kaumnya

Bukanlah seorang Nabi jika hanya berdiam diri di rumah dan memberikan dakwah kepada orang-orang yang ada di rumahnya. Lebih dari itu. Nuh As keluar dari rumahnya dan menyeru kepada kaumnya. Di pasar, di majelis-mejelis, dan tempat-tempat lainnya. Seorang juru dakwah haruslah siap bertatap muka dengan umat dan menyeru mereka dengan keindahan dan kehalusan serta kejernihan otak dan kelembutan hati. Kita melihat betapa sabarnya sosok Nuh As. maka tak salah jika al-Qur’an memasukkan nama Beliau ke jajaran Rasul Ulul Azmi. Kelima Rasul tersebut adalah Nuh As, seorang ‘Abdan Syakura, Ibrahim As, seorang dari dua Kholilullah, Musa As, Kalamullah di bukit Tursina, Isa As, Ruhullah, dan yang terakhir adalah Muhammad Saw, Asyraful ‘anbiya’ wal mursalin.

Sering sekali Nuh As didebat oleh kaumnya. Mereka berkata kepada Nuh As “Apakah kamu datang hanya untuk menyeru kami menyembah tuhanmu dan meninggalkan tuhan-tuhan yang secara turun-temurun telah kami sembah ?, jika memang benar engkau adalah utusan Tuhan maka berilah kami bukti yang nyata atas seruanmu tersebut !”. maksud mereka adalah mereka meledek Nuh As dengan apa yang diserukannya. Mereka menginginkan sebuah bukti, yakni azab. Mereka beranggapan jika Nuh As benar-benar utusan Tuhan, pastilah Tuhan akan menurunkan adzab kepada mereka sebagai bukti kebenaran dakwahnya.

Do’a Nabi Nuh As

setelah lama berdakwah, dengan hasil yang kurang memuaskan. Bahkan menambah keingkaran dan kekeras kepalaan mereka terhadap seruannya, maka Nuh As berdo’a kepada Allah Swt. Beliau berdo’a : “Nuh berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir”. ( Nuh 26-27).

Begitulah do’a Nuh As. karena sudah tidak tahu apa yang harus diperbuat, maka Nuh As berdo’a kepada Allah dengan sebuah do’a yang keras. Do’a yang sangat menakutkan. Do’a yang jika pelantunnya itu adalah Muhammad Saw. Kita tidak akan perna bisa merasakan dunia ini. Nuh As berdo’a meminta kepada Allah supaya menghabisi semua orang kafir yang menjadi kaumnya. Beliau berargumen bahwasanya mereka itu tidak akan melahirkan kecuali anak-anak yang sama ingkarnya dan sama dustanya kepada Allah. Sebab, tatkalah generasi berganti generasi, mereka selalu menasihati generasi sesudahnya untuk berhati-hati terhadap orang gila yang mengaku untusan Tuhan tersebut. Secara otomatis dan pasti, sugesti yang diberikan oleh leluhur mereka yang ingkar tersebut akan tertanam kuat dalam memori mereka dan akan selalu dipegang selama hidup mereka. Mereka tidak akan mau melepaskanya kecuali ada kehendak lain yang lebih dahsyat dari sugesti leluhur mereka tersebut.

Perintah Membuat Perahu

Setelah Nabi Nuh As berdo’a supaya Allah menurunkan adzab kepada mereka dan ditambah dengan keinginan kaumnya untuk disegerakan adzab tersebut, maka Allah memerintahkan pada Nuh As. untuk membuat sebuah bahtera yang teramat besar. Sebelum itu, Allah telah memberikan kabar kepada Nuh As bahawasanya tidak akan ada dari kaumnya yang beriman. Maka mulailah Nuh As membuat perahu di tengah padang pasir dengan ukuran yang sangat besar.

At-Thobari dalam Tafsir surat Hud ayat 38, menukil beberapa pendapat mengenai ukuran dari perahu padang pasir yang dibuat oleh Nuh As. Dari Qotadah beliau berkata bahwa Panjang perahu Nuh As adalah 300 Dira’, dengan lebar 50 dira’ dan tingginya 30 dira’. Sementara riwayat Mubarrok dari al-Hasan menyebutkan panjang perahu Nuh As adalah seribu dua ratus dira’ dengan lebar enam ratus dira’. Sedangkan untuk tingkatan perahu, ada yang mengatakan tiga tingkat. [6]

Melihat Nuh As membuat perahu dengan ukuran super sebagaimana di atas, tentu membuat kaumnya terheran-heran. Mereka bertanyak-tanyak ( lebih tepatnya mengejek) tentang apa yang sedang dilakukan Nuh As. mereka berkata kepada Nuh As “ Apakah engkau berubah jadi tukang kayu setelah jadi Nabi ?” kata mereka ke Nuh As. lebih lanjut mereka mengejek Nuh As “ Apakah kamu mau buat perahu yang bisa berlayar di padang pasir ?”.

Begitulah ejekan-ejekan dan umpatan-umpatan yang keluar dari mulut kaumnya. Namun sebagai bentuk ketaatan dan kesabaran, beliau tetap melanjutkan membuat perahu sampai selesai dalam tiga tingkatan. Tingkat pertama untuk hewan-hewan melata, tingakat kedua untuk manusia, dan tingkat ketiga untuk burung-burung.[7]

Adzab Mulai datang

Ibnu Katsir menyebutkan bahwa sebagain ulama salaf berpendapat bahwa Allah Saw memerintah Nuh As untuk menyiapkan bahan perahu tersebut, mulai dari memotong dan mengeringkannya selama seratus tahun. Kemudian memulai pengerjaan kapal selama seratus tahun lagi. Yang jika ditotal berjumlah dua ratus tahun pengerjaan.[8]

Maka setelah pengerjaan perahu selesai, maka datangalah ketetapan Allah Swt. untuk kaum Nuh As yang ingkar dan keras kepala. Allah berfirman yang artinya : “Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman: “Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman.” Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit”. Dalam menafsirkan di mana letak at-Tannuru ( Sumber air) Ibnu katsir menukil pendapat Ibnu Abbas, Qotadah, dan Mujahid. Ibnu Abbas berpendapat Air tersebut muncul dari India, Mujahid berpedapat dari Kuffah, sedangkan Qotadah berpendapat sumber air tersebut berasal dari Zajirah Arab.

Lebih jelasnya Allah Swt mengambarkan bagaimana munculnya Air yang menengelamkan kaum Nuh tersebut. Dalam surat al-Qomar Allah berfirman yang artinya : “Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan”. (Al Qomar 11-12). Kita bisa membayangkan bagaimana jadinya jika air turun dari langit begitu deras, dan bumi seolah menjadi pipa-pipa yang memuntahkan air dari dalam danau bawah tanah. Sungguh dahsyat memang adzab yang Allah berikan kepada kaum yang begitu ingkar terhadap seruan rasulnya.

Setelah Air mulai muncul, Allah memerintah Nuh As untuk segera menaiki perahu beserta dengan orang-orang yang beriman, dan biatang-binatang yang berpasangan “Dan Nuh berkata: “Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.” Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Hud 41).

Kemudia mulailah perahu itu berlayar sedang air terus saja bermunculan dari bawah bumi dan dari langit tiada henti. “Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” (Hud 42).

Melihat anaknya yang ingkar, Nuh As mencoba untuk mengingatkan anaknya yang ingkar tersebut. Bukannya sadar dia mala menaiki gunung dan meremehkan adzab yang sedang terjadi tersebut. Dia berangapan bahwa air itu tidak akan sampai menenggelamkan gunung yang didakinya. Namun apa yang terjadi, adzab tetaplah adzab. Ibarat kematian, adzab tidak akan bisa dihindari meskipun bersembunyi di dalam gelapnya gua di malam hari, ataupun bersembunyi di balik tumpukan batu banteng yang tersusun kokoh, kuat serta rapi. Tidak. Kemanapun bersembunyi dan kemanapun lari, adzab akan membuntutinya dari belakang ataupun akan mencegatnya dari depan. “Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan”. (Hud 43).

Setelah tingginya gunungpun kalah oleh air yang memancar deras, maka mulailah Bumi menelan kembali air yang dikeluarkannya “Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” Dan air pun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang lalim.” (Hud 44).

Kapal tersebut berlabuh setelah mengarungi banjir bandang selama seratus lima puluh hari dimulai pada hari kesepuluh dari bulan rajab kemudian mereka tetap berada di dalam perahu selama satu bulan hingga akhirnya mereka keluar dari perahu tersebut pada hari kesepuluh bulan syuroh. Begitulah riwayat yang dinukil Ibnu katsir dalam tafsirnya dari Ibnu jarir at-AThobari. Pelayaran perahu nabi Nuh As tersebut merupakan pelayaran pertama kali yang dilakukan oleh manusia, sekaligus perahu pertama yang dibuat oleh manusia berdasarkan wahyu dari Allah Swt. [9]

Di mana Kapal Nuh As

Dari ayat ke 44 surat Hud di atas. Secara jelas Allah Swt mengatakan bahwa Perahu raksaksa itu berlabuh pada sebuah gunung yang bernama gunung Judi. Namun ulama berbeda pendapat dalam menentukan lokasi Judi tersebut. As-Sa’di dalam tafsirnya menyebut gunung judi adalah gunung yang berada di mosul Irak[10]. Ada juga yang mengatakan berada di atas bukit tursina. Ada juga yang mengatakan di atas bukit Ararat. Wallahu ‘alam.

Kebenaran Berita Banjir Bandang Zaman Nuh As.

Yusuf Ahmad dalam Ensiklopedi Keajaiban Ilmiah al-Quran menyebutkan bahwa para ahli arkeolog memperkirakan bahwa gunung judi yang di maksud pada ayat tersebut adalah gunung Ararat di bagian timur Turki. Sedangkan seorang ahli sejarah dari Universitas Pensilvenia, Loenard Wolly, pada tahun 1920 telah melakukan penelitian gabungan mewakili delegasi Museum Britania untuk melakukan penggalian arkeologis di daerah Tal al-Abid, sebelah timur kota Ur di Irak.

Dari penggalian tersebut, ditemukan fosil-fosil tanah yang berbentuk ukiran dari tembikar serta lumpur yang diperkirakan dari peristiwa banjir pada zaman Nuh As. dalam penggalian tersebut juga ditemukan 12 perasasti yang ditulis di tanah liat yang menyebutkan bahwa perna terjadi sebuah banjir bandang yang menimpah sebuah kaum. Mereka semua binasa kecuali seorang lelaki wara’ yang membuat perahu serta beberapa hewan tungganganya. ( dikutip dari Ensiklopedi keajaiban ilmiah al-Quran).

Dalam perasasti tersebut juga dijelaskan bahwa banjir yang terjadi tidaklah menimpah seluruh bumi. Melainkan hanya terjadi pada sebagiannya saja. Hal ini sesuai dengan ijma’ ulama bahwa semua nabi dan rasul kecuali Muhammad Saw. Hanya diutus kepada suatu kaum tertentu dan pada zaman tertentu. Jika banjir yang terjadi adalah banjir yang menenggelamkan seluruh isi bumi, mungkinkah Allah mengadzab kaum lainnya yang tidak mengikuti seruan Nuh As ?. di samping itu, jauh dari benuah di mana Nuh As hidup, sudah dipastikan bahwa ada Nabi selain Nuh yang menyeru kepada tauhid. Kesimpulannya adalah banjir pada zaman Nuh As adalah banjir yang menimpah Umat Nuh As saja dan tidak menimpah umat Nabi lainnya yang hidup sezaman dengan Nuh As.

Dari penelitian yang dilakukan tahun 1920, dan ditemukannya prasasti tersebut, menunjukkan bahwa apa yang diberitakan oleh Al-Quran 14 abad yang lalu ternya bias dibuktikan secara ilmiah dengan penelitian yang dilakukan oleh orang barat di abat 20. Tidak lain ini adalah salah satu rekayasa Allah untuk membuka fikiran dan hati umat Muhammad, supaya mereka mau menerima Al-Quran sebagai dustur-kalam Ilahi dan menjadikannya sebagai pegangan yang akan menyelamatkan kehidupan mereka di dunia maupun di Ahirat. [ Wallahu ‘alam ]

Penulis : Hilal Ardiansyah Putra

(Alumni Ponpes Maskumambang Gresik, Jawa Timur)

(Silakan Copy Paste asalkan dicantumkan sumber aslinya)

[1] Lihat al-Bidayah Wa an-Nihaya, Ibnu Katsir, dar ihyau turos al-arobi, I/100

[2] Shohih bukhori, III/134

[3] Lihat al-Bidayah Wa an-Nihaya, Ibnu Katsir, dar ihyau turos al-arobi, I/101

[4] Lihat Tafsir at-Thobari, Muassasa ar-risalah, IV/276

[5] Lihat Tafsir al-Qurtubi, Darul Kutub misr, 18/308

[6] Ukuran pastinya Allah lebih tahu

[7] Tafsir At-Thobari, Muasasah ar-Risalah

[8] Tafsir Ibn Katsir, Dar Thoyibah, IV/309

[9] Lihat Tafsir Dr Wahbah az-Juhaili. Damaskus

[10] Lihat Tafsir as-sa’di, muasasah ar-risalah, I/130

Chil So

No comments: