Kasih Sayang Nabi Ibrahim kepada Keluarga

Gurun pasir (ilustrasi)
Gurun pasir (ilustrasi) Nabi Ibrâhîm berasal dari daerah yang bernama Ur, sebuah kota kecil yang terletak di Kaldea, Babilonia. Bapaknya bernama Azar, dan bekerja sebagai pembuat patung. Rupanya sejak kecil Ibrâhîm ini cerdas dan kritis sekali melihat kelakukan bapaknya, yang kerjanya mengambil batu lalu dibikin patung, setelah selesai lalu disembah.

Bagi Ibrâhîm, perbuatan bapaknya itu tidak masuk akal. Singkat cerita, Ibrâhîm memberontak kepada ayahnya dan kepada masyarakatnya. Diusir dari Babilon, Ibrahim lari ke utara ke Haran (sekarang Haran itu termasuk ke dalam negara Turki), sebuah kota kecil yang nantinya memiliki peran besar sekali dalam agama Islam oleh karena dari situlah banyak para ahli falsafah Yunani ditampung oleh khalifah-khalifah Abasiyah.

Di Haran Ibrâhîm juga dimusuhi. Lalu dia lari ke sebelah barat lalu belok ke selatan dan sampai ke Kana’an, Palestina Selatan. Kana’an adalah sebuh daerah yang subur sekali, bagus untuk pertanian. Tapi karena berbagai sebab, Ibrâhîm pergi ke Mesir bersama istrinya, Sarah.

Di Mesir Nabi Ibrâhîm mendapati seorang Raja yang menginginkan istrinya, Sarah. Nabi Ibrâhîm kebingungan. Tapi kemudian mendapatkan ide untuk “mencacati” istrinya, yaitu dengan cara melobangi telinganya. Ada legenda saat itu, bila seorang perempuan telinganya dilobangi berarti perempuan itu seorang budak (hamba-sahaya).

Dan seorang Raja, meski perempuan itu cantik sekali, tidak mungkin menjadikan seorang budak perempuan sebagai istri atau selir. Raja Mesir pun akhirnya tidak tertarik. Ketika Sarah itu sedikit marah-marah karena dilobangi telinganya.
Kota Makkah di masa lampau.
Kota Makkah di masa lampau. Ibrâhîm menutup lubang daun telinga Siti Sarah dengan anting-anting emas yang sampai saat ini biasa dipakai oleh kaum perempuan. Dahulu, perempuan yang memiliki lubang daun telinga dicap negatif. Sama halnya dengan gundul (botak kepala), yang menandakan bahwa seseorang itu budak.
Di Mesir, Sarah yang cantik itu diberi hadiah seorang budak oleh Raja Fir’aun, yaitu seorang perempuan Mesir yang juga cantik, bernama Hajar.  Ada yang mengatakan bahwa Hajar itu orang Habasyî (Ethiopia), sehingga kulitnya hitam.

Tapi ada juga yang mengatakan bahwa Hajar itu orang Ham. Yang jelas Hajar itu cantik, biarpun berkulit hitam.

Singkat cerita, karena Sarah ini sudah lama merasa tidak bisa memberi keturunan kepada Ibrâhîm, maka Sarah mempersilahkan Ibrâhîm untuk mengawini Hajar. Maka dinyatakanlah Hajar sebagai manusia merdeka dan Ibrâhîm pun menikah dengan Hajar.
Ternyata yang ditunggutunggu sejak lama muncul, yaitu kehamilan Hajar.  Dari Hajarlah kemudian lahir seorang anak lelaki, yang diberi nama Ismâ’îl, dari kata Isma berarti mendengar, dan El yang bermakna Allah (Tuhan).

Jadi Ismâ’îl (Isma-El) artinya Allah Maha Mendengar, sehingga mengabulkan do’a Nabi Ibrâhîm untuk memberikan keturunan. Al-Qurân sendiri memberikan alusi, memberikan isyarat, ke arah itu:
Segala puji bagi Allah yang telah mengarunia aku Ismâ’îl dan Ishâq di hari tua. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Mendengar [Mengabulkan] do’a (Q., 14 : 39).

Nabi Ibrâhîm, Sarah (istri pertamanya), Hajar (istri keduanya) dan Ismâ’îl (putranya) pun hidup bersama di Kana’an. Tapi tidak lama kemudian ternyata Sarah cemburu, karena Ibrâhîm mulai memusatkan rasa kasih sayangnya kepada anaknya, Ismâ’îl.

Akhirnya Sarah meminta Hajar dan puteranya dijauhkan dari rumah tangganya. Scara akidah, itu adalah rencana Allah, karena kemudian Ibrâhîm diberi petunjuk supaya membawa anak dan ibunya dari Kana’an ke selatan, ke suatu lembah yang di situ dahulu ada rumah suci Allah yang pertama, yang didirikan oleh Allah untuk umat manusia.

Lembah ini tandus, tiada bertetumbuhan, dan sekarang kita kenal sebagai kota Makkah. Suatu saat Hajar kebingungan, karena bekal yang ditinggalkan oleh Ibrâhîm telah habis, sedangkan di lembah itu tidak ada sesuatu yang bisa diminum atau pun dijadikan makanan.

Reporter : c24 Redaktur : Agung Sasongko

No comments: