Dari Sunda - Shindu - Sunda/Nusantara

Mohenjo daro suatu tempat di Pakistan saat ini. Di tempat tersebut dijumpai peninggalan yang sangat luar biasa.

Reruntuhan Mohen-jo-Daro

Peninggalan yang ditemukan pada tahun 1921 oleh Alexander Cunningham diindikasi bahwa Peradaban Mohen-jo-Daro telah ada sejak 4000 tahun yang lalu. Diperkirakan 2600 – 1900 BC.
Dari hasil temuan ada sesuatu yang menakjubkan. Para arkeolog tidak menemukan satupun bangunan yang memberikan tanda bahwa bangunan tersebut merupakan tempat untuk ritual agama atau keyakinan/kepercayaan tertentu.
Hal lain adalah bahwa reruntuhan yang ada tidak membuktikan adanya suatu kerajaan. Artinya bahwa masyarakat saat itu hidup dalam suatu tingkatan yang sama. Mungkin ada seorang yang dituakan karena dianggap bijak. Bijak dalam arti adalah mereka yang sudah bebas dari kegelisahan diri karena nafsu duniawi. Merekalah yang sudah bisa hidup selaras dengan sifat alam semesta. Mereka juga sadar bahwa hidup manusia bergantung pada alam.
Inilah sebabnya pada reruntuhan Peradaban Shindu bangunan di Mohen-Jo-Daro ditemukan kanal lebar untuk pembuangan air membuktikan bahwa mereka sadar bahwa dari alam kembali ke alam. Dan tidak ada genangan yang membuktikan bahwa mereka sadar akan bahaya genangan terhadap kesehatan. Air perlu diberikan jalan sehingga mengurangi bahaya banjir yang pada umumnya mengakibatkan penyakit.

Cikal bakal Peradaban Sindhu

Dari manakah asal penduduk Mohenjo daro yang telah memiliki peradaban unggu pada 400 tahunan yang lalu? Untuk itu kita mesti memahami hubungan antara Sudaland atau daratan besar tanah Sunda, yaitu yang disebut nusantara saat ini.
Peta tersebut di bawah ini bisa memberikan gambaran tentang tanah Sunda besar:

Kalimantan, Sumatra, dan Jawa dahulunya satu daratan. karena terjadi banjir besar, maka terpisahkanlah jadi pulau Jawa, Sumatra, dan Kalimantan seperti sekarang ini. Inilah sebabnya laut Jawa saat ini hanya memiliki kedalaman paling dalam 100 meter.
Dan daratan yang ada saat ini dahulunya daerah pegunungan sehingga terselamatkan dari banjir besar. Kita tahu bahwa daerah yang biasa di huni pasti di sekitar sungai atau di dataran rendah. Itulah sebabnya banyak peninggalan kerajaan atau wilayah hunian hilang terrendam air bah.
Untuk menyelamatkan diri, sebagian penduduk melakukan migrasi. Ada 3 kali gelombang migrasi akibat bencana banjir:
‘Gelombang migrasi pertama berkisar 14.000 tahun yang lalu menuju anak benua India. Mereka sedemikian traumanya terhadap banjir di Paparan Sunda sehingga mereka terus bergerak ke utara sampai dihadang sungai besar bagaikan laut, Indus yang megah, atau Sindhu.
Sebetulnya juga Sindhu dalam bahasa Sansakerta berarti “laut”. Sungai besar ini merupakan gabungan dari Sungai Sengge dan Gar yang berhulu di Himalaya Tibet mengalir melalui India dan Pakistan, bermuara di Laut Arab.
Rombongan para filsuf, ahli kitab, dan pemikir tersebut memilih satu tempat aman di pinggir sungai dan menamakan sungai itu Saraswati untuk merayakan Dewi pembimbing mereka, Dewi Ilmu Pengetahuan, Seni dan Musik.
Di pinggir Sindhu Saraswati mereka merenungkan apa yang mereka bawa yang merupakan warisan kuno nenek moyang mereka, yang kemudian warisan ini semakin diperkaya dengan inspirasi-inspirasi segar. Jauh di kemudian hari, sejumlah besar ilmu pengetahuan, seni dan musik ini kemudian disistematisasi oleh Begawan Vyasa dalam Kisah Mahabharata, yang juga dikenal sebagai Kitab-kitab Weda (Kebijaksanaan Utama).
Jadi sebetulnya, yang mengawali Peradaban Lembah Indus, atau Sindhu adalah orang-orang Tatar Sunda, dimana reruntuhannya di Mohen-jo-Daro, Pakistan, dan beberapa tempat di India masih sedang diteliti oleh arkeolog dan antropolog dari seluruh dunia. ( Wisdom of Sundaland by Anand Krishna)

No comments: