Keterlibatan Cheng Ho dalam Paregreg Majapahit 1406M

Pelayaran pertama Cheng Ho berlangsung tahun 1405-1407. Ketika itu pada mulanya turun perintah Kaisar Zhu Di untuk mengirim armada raksasa dalam rangka kunjungan muhibah ke Laut Selatan. Armada laut Dinasti Ming Tiongkok itu dipimpin Laksamana Cheng Ho didampingi Laksamana Muda Wang Jing Hong atau Ong King Hong. Mereka berangkat dari pelabuhan sungai Liu Jia, kabupaten Suzhou, Jiangsu, singgah di Fujian, terus berlayar ke selatan. Setelah singgah di pelabuhan kerajaan Campa, armada Cheng Ho tiba di Jawa.

Kala itu Jawa sedang terjadi perang saudara antara Majapahit Kedaton Barat yang dipimpin raja Wikramawardhana dengan Kedaton Timur yang dipimpin Bhre Wirabhumi Bhatara Aji Rajanatha. Perang saudara yang sohor sebagai Paregreg Agung pecah tahun 1406.

Pada waktu itu pihak Kedaton Timur diperkirakan banyak menjalin sekutu kekuatan dengan orang orang Tiongkok yang berdiam di daerah pesisir utara. Karena lebih memihak Kedaton Timur, pihak Kedaton Barat menganggap orang orang Tiongkok di Majapahit sebagai musuh yang harus dibasmi. Maka terjadilah perburuan dan penyapuan terhadap orang orang Tiongkok.

Melihat keadaan tersebut, sebagian pasukan armada Cheng Ho yang belum lama mendarat di Jawa tidak tinggal diam. Mereka berusaha melindungi orang orang Tiongkok yang ada di Jawa terutama di sepanjang pesisir utara yang kala itu sebagian besar masuk kekuasaan Kedaton Timur. Dalam gelora kekacauan perang itu, sekitar 170 awak kapal armada Cheng Ho terbunuh oleh pasukan Majapahit Kedaton Barat.

Cheng Ho marah melihat kejadian itu. Akan tetapi ia tidak membalas serangan melainkan menempuh jalur perundingan. Tujuan ke Jawa memang bukan untuk mencari musuh.

Hasil perundingan antara Cheng Ho dengan Majapahit menetapkan supaya segera dikirim utusan Majapahit ke Tiongkok menyampaikan permohonan maaf atas terbunuhnya orang orang Tiongkok dalam Paregreg Agung di Jawa. Maka raja Wikramawardhana mengirim utusan menghadap Kaisar Ming.

Sekembali dari Tiongkok, utusan Majapahit menyampaikan pesan kaisar Ming bahwa Majapahit harus menebus kelalaian dengan membayar kerugian dengan emas 60.000 tahil. Selain itu Majapahit harus mengangkat putra Raja Timur sebagai raja Kedaton Timur dan daerah kekuasaan Kedaton Timur tidak boleh diganggu lagi oleh pihak Majapahit Kedaton Barat.

Tahun 1408 Majapahit mengirim utusan ke Tiongkok membawa serta emas 10.000 tahil. Melihat niat baik dari pihak Majapahit, Kaisar Ming Zhu Di akhirnya memutuskan untuk menghapus sisa uang ganti rugi yang masih ditanggung Majapahit.

Sangat mungkin pula keputusan itu dikeluarkan Kaisar Ming setelah mendengar Majapahit menempatkan seorang keluarga dari Raja Timur yaitu Bhatara Narpati Raden Gajah sebagai raja di Keraton Wirabhumi menggantikan Bhatara Aji Rajanatha yang telah wafat dalam Paregreg Agung.

Sejak saat itu hubungan antara Majapahit dengan Tiongkok semakin terpelihara dengan baik.

______
SIWI SANG

Daftar Bacaan:
Prof. Kong Yuanzi. Muslim Tionghoa Cheng Ho: Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara, yayasan Pustaka Obor Indonesia cetakan kelima, Nopember 2013. Penyunting Prof. H.M. Hembing Wijayakusuma

Siwi Sang. Girindra:Pararaja Tumapel-Majapahit, terbitan Pena Ananda Indie Publishing, Desember 2013.

Peristiwa terbunuhnya 170 awak Cheng Ho termuat dalam Ming Shi atau Sejarah Dinasti Ming, antaranya menyebutkan pada tahun Yong Le ke-3 [1405M] Cheng Ho dikirim ke Jawa. Tahun 1406M raja Timur digulingkan Raja Barat dalam perang saudara di Jawa. Ketika awak kapal mendarat di daerah yang menjadi kekuasaan Raja Timur, 170 orang diantaranya dibunuh pihak Raja Barat. Karena takut akan kesalahan itu, Raja Barat mengirim utusan ke Tiongkok meminta permohonan maaf.Kaisar Ming menuntut ganti rugi supaya raja Majapahit membayar kerugian dengan emas 60.000 tahil.

No comments: