Jati diri Nabi Khidir, menurut Syekh Siti Jenar?
Di dalam buku “Suluk Abdul Jalil”, tulisan Agus Sunyoto, diceritakan tentang tafsir Syekh Siti Jenar, berkenaan dengan sosok Nabi Khidir.
Bermula ketika, Sri Mangana, yang merupakan ayah angkat Syekh Siti Jenar, berkisah tentang pertemuaannya dengan Nabi Khadir.
Dan makna kedua lautan adalah Lautan Makna (bahr al-ma’na), perlambang alam tidak kasatmata (‘alam al-ghaib), dan Lautan Jisim (bahr al-ajsam), perlambang alam kasatmata (‘alam asy-syahadat)”
Kisah Nabi Khadir
Menurut Syekh Siti Jenar, peristiwa yang dialami Nabi Musa bertemu dengan Nabi Khidir, sebagaimana termaktub di dalam Al-Qur’an, bukanlah peristiwa sejarah seorang manusia bertemu manusia lain. Ia adalah peristiwa perjalanan ruhani yang berlangsung di dalam diri Nabi Musa sendiri.
Tempat di mana Nabi Musa berdiri di hadapan Khidir merupakan wilayah perbatasan antara alam kasatmata dan alam tidak kasatmata.
WaLlahu a’lamu bishshawab
Bermula ketika, Sri Mangana, yang merupakan ayah angkat Syekh Siti Jenar, berkisah tentang pertemuaannya dengan Nabi Khadir.
Sri Mangana, menuturkan ketika ia dalam kondisi antara tidur dan terjaga, dia merasa seolah-olah berjalan dengan seorang anak muda di sebuah tanah menjorok lurus.Syekh Siti Jenar mencoba menafsirkan kejadian yang dialami ayah angkatnya itu. Menurutnya “tanah menjorok dengan lautan di sebelah kanan dan kiri”, merupakan perlambang dari alam barzakh.
Pada sisi kanan dan kiri tanah tersebut merupakan bentangan lautan luas tanpa tepi. Di tempat aneh itu dia merasa berjumpa dengan Khidir.
Dan makna kedua lautan adalah Lautan Makna (bahr al-ma’na), perlambang alam tidak kasatmata (‘alam al-ghaib), dan Lautan Jisim (bahr al-ajsam), perlambang alam kasatmata (‘alam asy-syahadat)”
Kisah Nabi Khadir
Menurut Syekh Siti Jenar, peristiwa yang dialami Nabi Musa bertemu dengan Nabi Khidir, sebagaimana termaktub di dalam Al-Qur’an, bukanlah peristiwa sejarah seorang manusia bertemu manusia lain. Ia adalah peristiwa perjalanan ruhani yang berlangsung di dalam diri Nabi Musa sendiri.
Tempat di mana Nabi Musa berdiri di hadapan Khidir merupakan wilayah perbatasan antara alam kasatmata dan alam tidak kasatmata.
Sementara pemuda yang mendampingi Nabi Musa saat mencari Khidir, yang membawa bekal makanan, merupakan perlambang terbukanya pintu alam tidak kasatmata.
Hijab gaib yang menyelubungi manusia dari Kebenaran Sejati tidak akan bisa dibuka tanpa kehendak Dia, Sang Pembuka (al-Fattah).Dan makna bekal makanan yang dibawa sang pemuda adalah perlambang pahala perbuatan baik (al-yamal ash-shalift) yang hanya berguna untuk bekal menuju ke Taman Surgawi (al-jannati).
Itu sebabnya, saat Nabi Musa bertemu dengan Khidir, pemuda yang mendampinginya itu, tidak disebut-sebut lagi karena ia sejatinya merupakan perlambang keterbukaan hijab gaib.
Bagi pencari Kebenaran sejati, pahala perbuatan baik itu justru mempertebal gumpalan kabut penutup hati (ghairi).Dalam pandangan Syekh Siti Jenar, sosok Nabi Khidir adalah mursyid sejati di dalam diri manusia itu sendiri. Masing-masing manusia akan mengalami pengalaman ruhani yang berbeda sesuai pemahamannya dalam menangkap kebenaran demi kebenaran
Andaikata saat itu Nabi Musa memerintahkan si pemuda untuk mencari bekal yang lain, apalagi sampai memburu bekal ikan yang telah masuk ke dalam laut, niscaya Nabi Musa tidak akan bertemu Khidir. Nabi Musa dan si pemuda tentu akan masuk ke Lautan Jisim (alam kasatmata) kembali.
Nabi Musa bertemu dengan Khidir di alam tidak kasatmata, yaitu alam yang tidak jelas batas-batasnya. Alam yang tidak bisa dinalar karena segala kekuatan akal.Dan, apa yang disaksikan Nabi Musa terhadap perbuatan yang dilakukan Khidir benar-benar bertentangan dengan hukum dan akal sehat yang berlaku di dunia, seperti melubangi perahu tanpa alasan, membunuh seorang anak kecil tak bersalah, dan menegakkan tembok runtuh tanpa upah.
Manusia tidak bisa ber-ijtihad untuk menetapkan hukum yang berlaku di alam gaib. Itu sebabnya, Khidir melarang Nabi Musa bertanya sesuatu dengan akalnya dalam perjalanan tersebut.
WaLlahu a’lamu bishshawab
No comments:
Post a Comment