Fatawa Ramadhan: Perbedaan Shalat Tarawih dan Qiyamullail

qiyamullail

Shalat sunnah Tarawih di malam bulan suci Ramadhan adalah shalat yang lazim dilakukan umat Muslim di seluruh dunia, baik secara individu maupun secara Jama’ah seperti yang banyak dilakukan umat Muslimin dari zaman Amirul Mu’minin Umar bin Khattab hingga kini.
Akan tetapi tahukah kita tentang perbedaan antara shalat Tarawih dan shalat malam? berikut sedikit uraian Darul Ifta Mesir mengenai perbedaan kedua shalat sunnah tersebut.
Jawaban; Shalat Taraweh adalah shalat sunnah muakkadah yang dikerjakan oleh Nabi Muhammad dan sahabatnya secara sendiri-sendiri ketika beliau masih hidup. Akan tetapi di hari ke empat dan kelima dari malam bulan Ramadhan, Nabi Muhammad meninggalkan shalat sunnah Tarawih takut hukumnya dianggap wajib oleh umatnya.
Setelah Rasulullah wafat dan berhentinya wahyu yang turun di tahun 10 Hijriyah, Umar yang menjadi Amirul Mu’minin menggantikan sahabat Abu Bakr segera kembali menghidupkan shalat sunnah Taraweh dengan berjamaah.
Tidak ada yang menentang ijtihad Umar untuk melakukan shalat Taraweh secara berjamaah yang sebelumnya dilakukan sendiri-sendiri di zaman Nabi Muhammad hidup, hingga menjadi Ijma dikalangan sahabat bahwa shalat sunnah Taraweh boleh dilakukan berjamaah setelah melakukan shalat Isya.
Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, Said bin Zaid, Abdurrahman bin A’uf, Saad bin Abi Waqqash dan sahabat lainnya termasuk Ummul Mu’minin Aisyah Radiyallahu Anha adalah beberapa yang menjadi saksi atas ijma umat muslim di zaman tersebut.
Sementara shalat malam adalah upaya mendekatkan diri kepada Allah di waktu malam dengan mengerjakan shalat sunnah dan ditutup dengan witir.
Waktunya adalah setelah shalat Isya hingga adzan subuh berkumandang, dan sebaik-baiknya waktu shalat malam adalah disepertiga malam dimana Allah Subhanahu Wata’ala turun kelangit dunia untuk menjawab doa hamba-hambanya.
Ini berdasarkan hadits nabi Muhammad yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda;
روى أبو هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ينزل ربنا إلى السماء الدنيا كل حين يبقى ثلثالليل الآخر، فيقول: من يدعوني فأستجيب له، من يسألني فأعطيه، من يستغفرني فأغفر له متفق عليه
(Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun ke langit dunia pada setiap malam yaitu ketika sepertiga malam terakhir, (kemudian) Dia berfirman, ‘Barang siapa berdoa kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan, barang siapa meminta kepada-Ku, niscaya akan Aku berikan, dan barang siapa memohon ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni.’” (HR. Bukhari 1145, Muslim 758)
Dan shalat tahajud di sepertiga akhir malam di akhir-akhir bulan Ramadhan adalah waktu sebaik-baiknya seorang hamba melakukan Qiyamullail. Ini didsarkan pada hadits AIsyah Ummul Mu’minin berakata;
عائشة رضي الله عنها قالت: كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا دخل العشر شد مئزره، وأحيا ليله، وأيقظ أهله متفق عليه، وأخرجه الإمام أحمد ، وأبو داود ، وابن ماجه ، والنسائي
(“Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila memasuki 10 terakhir Ramadhan, beliau menguatkan ikatan tali sarungnya (yakni meningkat amalan ibadah baginda), menghidupkan malam-malamnya, dan membangunkan istri-istrinya.” Muttafaqun ‘alaihi)
Dan diriwayatkan pula dari Sayyidah ‘Aisyah r.a. :
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.” HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172. (Almasryalyoum/Ram)

No comments: