Penyesalan Orang Kafir di Hari Akhir

batu padang pasir
KAFIR berasal dari kata kufur yang berarti ingkar, menolak atau menutup. Menurut syariat Islam, manusia yang kafir yaitu mereka yang mengingkari Allah sebagai satu-satunya yang berhak disembah dan mengingkari Rasul Muhammad SAW sebagai utusan-Nya. Namun, mereka yang kafir akan menyesali kekufurannya, kelak ketika hari pembalasan tiba.
Allah SWT berfirman,
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ
“Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah SWT. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan,” (QS. Al-An’am: 116).
Ayat di atas secara jelas mengatakan bahwa sebagian besar manusia di muka bumi mengikuti prasangka mereka dan mereka berdusta kepada Allah SWT. Sebaliknya, ayat ini menunjukkan bahwa manusia yang benar-benar mengikuti petunjuk Allah SWT dan tidak berdusta terhadap Allah SWT hanya sedikit.
Pada ayat tersebut, ada kata tuthi (menaati), berasal dari kata atha’a. Kata ini biasa digunakan dalam al-Qur’an untuk menunjukkan ketaatan kepada pemimpin. Seperti penggunaannya dalam bentuk athi’u pada surah Ali-Imran ayat 32, surah an-Nisa ayat 59, surah al-Anfal ayat 20, surat an-Nur ayat 54, dan surah Muhammad ayat 33. Semua pemakaian kata athi’u (taatilah) pada ayat-ayat tersebut mengandung perintah untuk menaati Allah SWT dan Rasul-Nya. Allah SWT dan Rasulullah SAW adalah pemimpin orang-orang yang beriman. Sehingga maksud menaati pada ayat-ayat tersebut adalah, menaati pemimpin.
Surah al-An’am ayat 116 di atas memiliki makna untuk tidak meniru perilaku, gaya hidup, pola pikir, akhlak, dan budaya sebagaian besar manusia di bumi. Sebab, bila menaati mereka (meniru segala sesuatu yang ada pada mereka), mereka akan menyesatkan kita dari jalan Allah, karena mereka hanya menuruti prasangka dan mereka berdusta terhadap Allah SWT.
Kata tuthi’ pada ayat 116 surah al-An’am ini juga menggunakan al-Fi’l al-Mudhari (bentuk kata kerja yang menunjukkan sesuatu yang sedang atau akan terjadi). Hal itu menunjukkan, peringatan ini berlaku untuk orang-orang yang ada pada saat ayat ini diturunkan dan generasi setelah mereka. Meski keterangan tentang objek yang ditiru tidak secara spesifik menyebutkan sikap taat kepada pemimpin yang menuruti prasangka dan hawa nafsunya, tetapi hal tersebut telah tercakup dalam makna kalimat aktsara man fil ardh (kebanyakan orang-orang di muka bumi). Entah mereka adalah para pemimpin, tokoh dalam bidang-bidang tertentu, atau pun rakyat biasa. Sebagian besar dari mereka akan menyesatkan kalian dari jalan Allah SWT.
Bagaimana cara mereka menyesatkan kalian?
Bila kita mencari jawabanya untuk keadaan umat saat ini, jawabannya adalah budaya dominan akan menyesatkan kita. Sementara sebagian besar manusia lebih banyak yang memiliki mentalitas pengikut dari para pemimpin. Di sisi lain, budaya sangat mudah memengaruhi orang-orang dengan mentalitas seperti itu.
Inilah mungkin yang menjadi awal kisah penyesalan sekelompok orang di dalam neraka. Ketika mereka telah melihat pedihnya siksa neraka. Mereka berkata dengan penuh penyesalan, “Seandainya kami dapat kembali ke dunia; pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana hari ini mereka berlepas diri dari kami.”
وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ
“Dan orang-orang yang mengikuti berkata, ‘Sekiranya kami mendapat kesempatan (kembali ke dunia), tentu kami kan berlepas tangan dari mereka, sebagaimana mereka berlepas tangan dari kami.’ Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi penyesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka,” (al-Baqarah: 167).
Mereka baru merasakan penyesalan di neraka. Andai saja Allah SWT mengembalikan mereka ke dunia, mereka pasti akan berlepas diri dari orang-orang yang telah memengaruhi mereka untuk tidak mengikuti budaya dan ajaran Allah SWT. Entah secara sadar atau tidak sadar atau tidak, mereka lebih mengikuti apa kata para pemimpin dan orang-orang berpengaruh yang memang telah disesatkan setan. Sehingga akhir dari semua peniruan buta dan ketaatan pada pemimpin yang sesat itu adalah penyesalan yang sangat memalukan, memilukan, dan tidak berguna. Sebab, kehidupan dunia hanya berlangsung sekali dan tidak ada dispensasi bagi siapa pun untuk menikmati kehidupan kedua. Mereka pun mendapatkan neraka sebagai tempat kembali yang kekal. [mila/islampos]
Sumber: Kerajaan Al-Qur’an/Hudzaifah Ismail/Penerbit: Penerbit Almahira/2012

No comments: