Sejarah Palestina Jadi Tanah yang Dijanjikan

Umat Muslim Palestina menjalankan ibadah Shalat Jumat di pelataran Masjid Al Aqsa, (11/7).
Umat Muslim Palestina menjalankan ibadah Shalat Jumat di pelataran Masjid Al Aqsa, (11/7).
 
Bagi bangsa Israel, Palestina adalah tanah yang dijanjikan Tuhan (The Promised Land) kepada mereka. Klaim sepihak itu, menurut Abdul Wahab Almessiri, seorang intelektual Mesir, merupakan penegasan bahwa tidak ada bangsa lain yang berhak menduduki Palestina kecuali umat pilihan Tuhan.
Israel mengklaim, merekalah umat pilihan Tuhan tersebut. Tidak peduli, apakah sebelum dan sesudah mereka hidup bangsa-bangsa lain di sana. Atas nama Tuhan, tanah Palestina adalah mutlak milik mereka.

Banyak pihak menilai klaim Israel itu berlebihan. Faktanya, memang demikian. Secara historis, jauh sebelum bangsa Israel ada, Palestina yang dahulu dikenal dengan nama Kanaan telah dihuni bangsa-bangsa kuno. Mereka mempunyai kebudayaan yang cukup maju. Penggalian arkeologis di beberapa Kota Kanaan, seperti Megiddo, Hazor, dan Sikhem, menemukan situs-situs, perabotan, keramik, dan permata. Benda-benda itu diperkirakan dibuat sebelum abad ke-17 SM.

Menurut Karen Armstrong dalam bukunya Jerusalem: Satu Kota Tiga Iman menyatakan, tidak banyak informasi tentang negeri Kanaan sebelum abad ke-20 SM. Namun, banyak bukti yang menguatkan pernyataan bahwa Bangsa Kanaan lebih dahulu mendiami Palestina.

Prod Dr Umar Anggara Jenie, kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menyatakan, Kota Jerusalem merupakan bukti yang paling baik dalam kekunoaan permukiman-permukiman bangsa Arab--semistis purba di Palestina--yang telah berada di sana jauh sebelum bangsa-bangsa lainnya datang. Kota ini didirikan oleh suku-suku Jebus, yaitu cabang dari bangsa Kanaan yang hidup sekitar 5000 tahun lalu.

''Yang pertama mendirikan Jerusalem adalah seorang raja bangsa Jebus-Kanaan,'' ujarnya dalam sebuah seminar tengang Yahudi dalam 'Perspektif Alquran dan Realitas Sejarah', beberapa waktu lalu.

Bahkan, setelah abad ke-20 SM, tercatat raja-raja Mesir telah berhasil menguasai Kanaan secara politik dan ekonomi. Salah satu tempat yang menarik perhatian penguasa Mesir adalah Gunung Ophel, karena gunung itu membuka akses ke Padang Pasir Yudea.

Selain punya posisi strategis di bidang ekonomi dan politik, Gunung Ophel menjadi pusat praktik-praktik pemujaan terhadap dewa. Di sebelah selatannya terdapat Gunung Zion, yang beberapa abad kemudian diklaim Bani Israel sebagai tempat suci yang dijanjikan Tuhan. Dengan demikian, kepercayaan tentang kesucian sebuah gunung sudah ada sejak lama di Kanaan, bahkan sebelum Bani Israel tiba di negeri itu.

Penyembah dewa-dewa meyakini gunung-gunung di Kanaan merupakan tempat bersemayamnya para dewa mereka. Gunung Ophel, Zaphon, Hermon, Karmel, dan Tabol, semuanya dianggap suci. Apakah ini berarti bahwa Bani Israel yang menganggap kesucian Gunung Zion terpengaruh oleh keyakinan-keyakinan kuno di Kanaan? Untuk menjawabnya perlu kajian yang lebih mendalam.

Namun, ada sedikit titik terang yang disebutkan oleh Armstrong, yaitu adanya kesamaan beberapa Mazmur Ibrani (kumpulan nyanyian keagamaan dan puji-pujian dari kitab Zabur) dengan himne-himne penduduk Kanaan kuno. Mazmur yang muncul itu berupa pemujaan terhadap Tuhan yang menobatkan Israel di Gunung Zion.

Memang, jelas Armstrong, para penyembah berhala Kanaan kuno punya tradisi mendaki tempat-tempat yang tinggi, untuk dapat merasakan bahwa mereka seolah telah berada di tengah-tengah antara langit dan bumi. Mereka membayangkan bertemu dengan dewa-dewa, seperti dewa Shalem, Baal, dan El.
Yerusalem Timur
Yerusalem Timur
Risalah Nabi Ibrahim AS (1997-1822 SM) di Kanaan bertujuan menyebarkan paham tauhid dan mengikis praktik-praktik pemujaan terhadap dewa-dewa. Dalam buku Sejarah Nabi-nabi Allah, Ahmad Bahjat, mengungkapkan bahwa saat itu Ibrahim AS menghadapi tiga kelompok penganut agama.
Kelompok pertama menyembah patung-patung yang terbuat dari kayu dan batu. Kelompok kedua menyembah benda-benda langit. Dan, kelompok ketiga menyembah raja-raja atau penguasa.

Paham tauhid Ibrahim itu kemudian disebarkan oleh putra-putranya, Nabi Ismail AS (1911-1774 SM) dan Nabi Ishak AS (1897-1717 SM), yang kelak melahirkan agama Yahudi, Kristen, dan Islam. Putra Nabi Ishak, yaitu Nabi Ya'qub (1837-1690 SM) bergelar Israel, yang dalam bahasa Ibrani berarti roh Allah. Dialah yang menjadi nenek moyang Bani Israel.

Nabi Ya'qub dan putra-putranya hidup di Kanaan sebelum datangnya masa paceklik. Disebutkan dalam Kitab Perjanjian Lama, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Al-Maghluts dalam Atlas Sejarah Nabi dan Rasul, Nabi Ya'qub memiliki 12 putra. Kelak mereka menurunkan suku-suku Bani Israel yang menyebar ke seluruh dunia.

Sekitar tahun 1750 SM, ketika Kanaan dilanda paceklik, 12 putra Ya'qub AS bermigrasi ke Mesir. Pada mulanya mereka hidup makmur di Mesir, tapi lambat laun kondisi mereka merosot tajam hingga mereka menjadi budak di negeri Firaun itu.

Pendek cerita, pada tahun 1250 SM, mereka dibawa keluar dari Mesir oleh Nabi Musa AS menuju ke Palestina. Dalam pandangan mereka, Palestina itulah tanah yang dijanjikan Tuhan.

Armstrong menuturkan, Musa meninggal sebelum orang-orang Israel tiba di tanah yang dijanjikan itu. Yosua mengambil alih kepemimpinan dan menyerbu Kanaan, menduduki negeri itu dengan pedang atas nama Tuhan. Dia tidak menyisakan satu orang pun dalam keadaan hidup. Ia pun membagi wilayah Kanaan kepada 12 suku untuk Bani Israel. Peristiwa ini diperkirakan terjadi pada tahun 1200 SM.

Reporter : Syahruddin El-Fikri Redaktur : Agung Sasongko

No comments: