Sistem Jaminan Sosial, tanpa membayar iuranadalah metode Rasullah

Beberapa hari belakangan ini, BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) menjadi polemik, dikarenakan fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang menyatakan BPJS masih belum sesuai dengan Syariah.
MUI bukan melarang keberadaan BPJS, sebab keberadan Lembaga Sosial, yang didanai oleh negara, tentu sangat dibutuhkan masyarakat. Pihak MUI hanya memberi nasihat, agar sistem BPJS ditata lagi agar manfaatnya bisa lebih optimal.
jaminan1
Jaminan Sosial di masa Rasulullah

Di masa Rasulullah, yang bertanggung jawab dalam memberi jaminan sosial bagi masyarakat adalah Pemimpin Negara.
Ketika seseorang wafat, dan meninggalkan anak-anak yang lemah (dhuafa), dimana pihak kerabatnya tidak ada yang mampu untuk membantu, maka tanggung jawab diambil alih oleh negara.
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah :
Aku adalah orang yang paling dekat atas kalian semua dalam kitab Allah, maka siapapun dari kalian yang meninggalkan hutang atau anak cucu maka panggillah aku karena aku adalah walinya. Dan siapapun dari kalian yang meninggalkan harta warisan maka hendaklah diwariskan kepada ahli warisnya siapapun dia (Hadits Imam Ahmad Bin Hanbal Nomor 7888, sumber).
jaminan2
Demikian halnya dengan kesehatan, negara yang memberi jaminan secara gratis, tanpa ada bayaran (iuran) dari rakyatnya.
Pernah salah seorang sahabat Rasulullah yang bernama Ubay bin Ka’ab jatuh sakit, dan sebagai kepala negara, Rasulullah mengirimkan tabib (dokter) untuk menyembuhkan penyakitnya.
Seperti hadis dari Jabir ra yang berkata :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengirim seorang tabib kepada Ubay bin Ka’ab. Kemudian tabib tersebut membedah uratnya dan menyundutnya dengan besi panas (Hadits Imam Muslim, buku 39 no.99, sumber)
Untuk jaminan pendidikan, anak-anak kaum muslimin mendapatkannya secara cuma-cuma. Di masa Rasulullah, ketika seorang tawanan perang ingin dibebaskan, salah satu cara menebusnya adalah dengan mengajar kepada sekitar sepuluh orang anak
Dan berdasarkan ijma Sahabat, gaji para pengajar ditanggung oleh Baitul Mal (Kas Negara), dengan demikian dimasa itu, anak-anak muslim bebas biaya ketika menempuh pendidikan.
WaLlahu a’lamu bishshawab

No comments: