Ibnu Syamsuddin, Sufi yang Taklukkan Konstantinopel dengan Doa

Ibnu Syamsuddin, Sufi yang  Taklukkan Konstantinopel dengan Doa Imam As Syaukani dalam Al Badr Ath Thali’ menjuluki ulama ini sebagai “As Syaikh Al Arif Billah”. Beliau berasal dari Damaskus kemudian melakukan perjalanan menuju negeri Ar Rum bersama sang ayah. Di negeri itu ulama yang dikenal sebagai Ibnu Syamsuddin ini menuntut ilmu kepada para ulama’nya.
Berminat pada Tasawwuf
Ketika dipercaya sebagai pengajar di negeri Ar Rum, Ibnu Syamsuddin akhirnya cenderung mempelajari ajaran tashawwuf, sebagaimana disampaikan As Syaukani. Ulama yang memiliki nama Muhammad bin Hamzah Ad Dimasyqi ini kemudian mengabdi kepada Syeikh Biram, kemudian berangkat menuju Halab untuk mengabdi kepada Syeikh Zainuddin Al Khafi. Namun beliau kembali berkhidmat kepada Syeikh yang pertama dan dari syeikh ini, memperoleh ajaran tarekat.
“Jadilah beliau, disamping sebagai dokter hati, juga sebagai dokter badan. Sesungguhnya beliau dikenal, bahwa ada tumbuhan yang menyeru kapada beliau dan mengatakan aku adalah obat bagi penyakit si fulan”, demikian tulis Imam As Syaukani.
Ajakan Berjihad oleh Sultan Al Fatih
Kemasyhuran mengenai keshalihan dan kelebihan yang diberikan Allah kepada Ibnu Syamsuddin ini menyebabkan beliau diminta oleh Sultan Muhammad Al Khan yang kelak bergelar Al Fatih untuk ikut berjihad dalam penaklukan Konstantinopel.
Ibnu Syamsuddin pun menyampaikan kepada Sultan Muhammad bahwasannya umat Islam berhasil memasuki benteng Konstantinopel pada “hari begini”. Namun di saat hari itu tiba sang Sultan Muhammad menderita kecemasan berat, karena belum ada tanda-tanda benteng bisa ditaklukkan.
Akhirnya Sultan Muhammad mendatangi Ibnu Syamsuddin di tenda beliau, dan mendapati ulama shalih itu sedang bersujud di atas tanah dengan kepala tanpa penutup, memohon kapada Allah dengan menangis. Kemudian setelah itu Ibnu Syamsuddin pun bangkit dan mengucapkan takbir seraya mengatakan,”Alhamdulillah, Allah telah menganugerahkan pembukaan benteng!”
Perawi kisah ini menyampaikan,”Kemudian aku pergi menuju benteng, aku menyaksikan umat Islam memasuki benteng tersebut”.
Saat itu Sultan Muhammad bergembira, lalu menyampaikan,”Kegembiraanku bukan karena berhasil ditundukkannya benteng, namun aku gembira karena ada laki-laki seperti ini di zamanku!”
Kepatuhan Sultan kepada Ibnu Syamsuddin
Meski seorang sultan yang cukup disegani, Sultan Muhammad patih kepada nasihat Ibnu Syamsuddin. Sehari setelah peristiwa pembukaan benteng Sultah Muhammad mendatangi Ibnu Syamsuddin. Ketika itu, Ibnu Syamsuddin tidak menyambut sultan dengan berdiri, beliau tetap dalam posisi berbaring. Sultan Muhammad pun mencium tangan Ibnu Syamsuddin. Sultan Muhammad meminta izin untuk ikut berkhalwat bersama Ibnu Syamsuddin, namun beliau menolak permintaan tersebut.
“Ada seorang Turki minta izin kepada Anda untuk berkhalwat dan Anda izinkan, sedangkan aku Anda tolak?” Jawab Sultan dengan marah.
“Sesungguhnya jika engkau berkhalwat, maka engkau akan memperoleh kenikmatan yang menyebabkan urusan dunia jatuh di matamu, dengan demikian maka urusan akan kacau. Padahal khalwat berguna untuk menciptakan keseimbangan”, jawab Syeikh Ibnu Syamsuddin.
Dalam pertemuan itu akhirnya Syeikh Syamsuddin memberi nasihat kepada Sultan Muhammad untuk melakukan beberapa perbuatan.
Penemuan Makam Sahabat
Sultan Muhammad Al Fatih pernah membaca dalam kitab sejarah bahwa makam Abu Ayub terdapat di dekat benteng Konstantinopel. “Mudah-mudahan aku bisa menemukannya”, jawab Ibnu Syamsuddin ketika dimintai petunjuk tentang makam tersebut.
Setelah itu Sultan Muhammad pun mendesak agar Ibnu Syamsuddin menunjukkan makan tersebut,”Aku percaya kepada Anda namun aku ingin mengetahui tanda-tandanya makam itu dengan mata kepala sendiri”.
Akhirnya Ibnu Syamsuddin memerintahkan Sultan Muhammad untuk menggali tanah yang telah ditunjukkannya sedalam dua hasta, seraya berkata, ”nanti engkau menemukan marmer yang tertulis di atasnya”. Ternyata setelah tanah tersebut digali sedalam dua hasta ditemukan marmer dengan tulisan di atasnya. Dari tulisan itu diketahui bahwa itu adalah makam Abu Ayub.
Menyaksikan peristiwa itu, Sultan Muhammad pun hampir roboh karena dominasi perasaan kebingungan.
Karya Syeikh Ibnu Syamsuddin
Tidak hanya dikenal dengan kelebihan karamah-karamahnya, dalam keilmuan Ibnu Syamsuddin meninggalkan beberapa karya, antara lain risalah mengenai tashawuf. Juga risalah pembelaan terhadap serangan pemikiran terhadap para sufi serta risalah mengenai ilmu kedokteran. (Tulisan ini diambil dari Badr At Thali’ karya Imam As Syaukani, 2/168)

No comments: