Mengambil Miqat dalam Pesawat, menurut pandangan Sains dan Logika?

Dengan semakin berkembangnya teknologi, menuntut Para Ulama untuk ber-ijtihad dalam menjawab tantangan zaman. Namun terkadang Ijtihad (pendapat) dari seorang ulama, tidak sepenuhnya disetujui oleh ulama lainnya.
Sebagaimana halnya dalam tatacara ibadah haji (manasik haji). Persoalan Miqat (tempat jemaah haji mulai berihram), seringkali menimbulkan polemik sampai sekarang.
pesawat1
Dalam ajaran Islam dikenal 5 tempat miqat, yaitu : Dzulhulaifah, Juhfah, Qarnulmanazil, Yalamlam dan Dzatu Irq. Di kalangan umat muslim Indonesia, ada fatwa yang membolehkan mengambil miqat di dalam pesawat.
Hal tersebut dilatarbelangkangi, pesawat yang ditumpangi jamaah haji Indonesia gelombang ke-2, ketika akan menuju Bandara King Abdul Aziz Jeddah, akan melintasi salah satu miqat.
Benarkah demikian ?
makkah7
Polemik Miqat dalam Pesawat

Dengan memperhatikan kondisi Geografis Indonesia, berkemungkinan pesawat jemaah haji Indonesia akan melewati Qarnulmanazil. Di atas wilayah inilah, beberapa ulama menghimbau para penumpang yang akan ber-haji mengambil miqat dan mulai berpakaian ihram.
Ijtihad ulama tentang miqat dalam pesawat, mendapat kajian dari kalangan cendikiawan. Menurut mereka berdasarkan perhitungan matematis, pesawat jemaah haji Indonesia menuju Jeddah, rutenya tidak akan melintasi Qarnulmanazil (21 37’ N, 40 25’ E). Terkecuali jika pesawat itu, mengambil jalur, Indonesia menuju Bandara Internasional Raja Khalid (Riyadh).
jaminan1
Selain itu, seorang cendikiawan Muslim, Irfan Anshory pernah mengkritisi ijtihad Miqat dalam pesawat ini, terutama kepada yang telah ber-ihram sejak pesawat berangkat dari tanah air.
Menurutnya apa gunanya kita menyiksa diri, membiarkan tubuh kita kedinginan selama 10 jam di pesawat udara. Padahal pesawat udara tidak lewat di atas Qarnulmanazil serta sama sekali tidak melewati Tanah Haram.
Memulai ihram dari pesawat udara tidaklah salah, tetapi janganlah menipu diri sendiri dengan berkhayal mengambil miqat di Qarnulmanazil, apalagi sambil menyalahkan atau menganggap tidak sah yang mengambil miqat di Bandara King Abdul Aziz (Jeddah).
Bandara yang baru dipakai tahun 1979 ini sudah tentu tidak ada dalam hadits, sebagaimana pesawat udara, awang-awang dan langit juga tidak pernah disebutkan dalam hadits untuk menjadi tempat miqat 
Berkenaan Kota Jeddah sebagai tempat Miqat, telah pernah dibahas MUI (Majelis Ulama Indonesia). Dan pada tanggal 29 Maret 1980, Komisi Fatwa MUI membolehkan jemaah haji Indonesia untuk mengambil Miqat disana, sebagaimana tertuang dalam surat keputusan berikut :
miqat4
Sementara mereka yang ingin memulai ihram dalam perjalanan, sering bingung mengenai kapan saat yang tepat untuk itu. Ada yang mengatakan kira-kira seperempat jam sebelum landing, ada yang mengatakan kira-kira 20 menit, atau kira-kira 25 menit, dan ada juga pendapat kira-kira 30 menit sebelum pesawat mendarat di King Abdul Aziz Airport.
Semuanya kira-kira! Dengan kecepatan rata-rata (ground speed) pesawat udara 575 mil atau 920 km per jam, maka dengan selisih waktu semenit saja dapat menyebabkan perbedaan lebih dari 15 km.
Sudah tentu pelaksanaan ibadah haji dengan metode “kira-kira” tidaklah dapat dipertanggungjawabkan, baik secara diniyah maupun secara ilmiah.

WaLlahu a’lamu bishshawab

No comments: