Cikal Bakal Hukum Zihar dalam Alquran

Ilustrasi pasangan suami istri
Ilustrasi pasangan suami istri
 Nama lengkapnya adalah Khaulah binti Tsalabah bin Ashram bin Fahar bin Tslabah Ghanam bin Auf. Khaulah, seperti yang ditulis dalam 100 Muslim Terhebat Sepanjang Masa, adalah wanita yang fasih berbicara dan pandai.

Khaulah dinikahi oleh Aus bin Shanit bin Qais, saudara dari Ubadaha bin Shamit RA. Dengan Aus inilah Khaulah dikaruniai anak laki-laki bernama Rabi. Khaulah selalu hadir dalam peperangan besar, yaitu Perang Badar dan Perang Uhud. Khaulah tercatat dalam sejarah mengikuti seluruh peperangan yang disertai Rasulullah SAW.

Suatu ketika, Khaulah mendapatkan masalah dengan suaminya. Aus pada suatu ketika marah dan tidak sengaja mengatakan Khaulah seperti ibunya. “Bagiku engkau (kaulah) seperti punggung ibuku.”

Setelah mengatakan hal itu, kemudian Aus keluar dan duduk bersama orang-orang. Lalu, setelah beberapa waktu Aus masuk rumah dan menginginkan berkumpul dengan Khaulah. Akan tetapi, kesadaran hati dan kehalusan perasaan Khaulah membuatnya menolak permintaan Aus sebelum jelas hukum Allah terhadap kejadian yang baru pertama kali terjadi dalam sejarah Islam itu.

Khaulah berkata, “Tidak, jangan! Demi yang jiwa Khaulah berada di tangan-Nya, engkau tidak boleh menjamahku karena engkau telah mengatakan sesuatu kepadaku, hingga Allah dan Rasul-Nya memutuskan hukum tentang peristiwa yang menimpa kita.”

Ketaatan terhadap aturan Islam itu yang memutuskan Khaulah menolak perintah suaminya untuk bergaul. Karena tidak ingin berlarut dalam masalah itu, Khaulah langsung menemui Rasulullah SAW dan menceritakan peristiwa yang menimpanya. Kedatangan Khaulah kepada Rasulullah ingin meminta fatwa dan berdialog tentang masalahnya itu.

Rasulullah SAW ketika itu sedikit kaget mendengar apa yang diceritakan Khaulah. “Kami belum pernah mendapatkan perintah berkenaan dengan urusan tersebut,” kata Rasulullah.

Dengan kebijakannya, Rasulullah memberikan keputusan untuk membuat Khaulah tenang. Rasulullah lalu bersabda, “Aku tidak melihat (kejadian apa yang diceritakan Khaulah) melainkan engkau sudah haram baginya (Aus).”

Setelah diberikan hukum oleh Rasulullah bahwa dia sudah haram untuk digauli oleh suaminya, Khaulah lalu pulang dan senantiasa mengangkat kedua tangannya ke langit, sedangkan di hatinya tersimpan banyak kesedihan dan kesusahan.

Khaulah menghadap kepada Yang Maha Pengasih dengan mengadukan permasalahan dan meminta penyelesaian. Alangkah bagusnya seorang wanita Muslimah seperti Khaulah. Ia bediri di hadapan Rasulullah SAW dan berdialog untuk meminta fatwa. Tindakannya adalah bentuk kecintaan terhadap ilmu dan mencintai sunah Nabi SAW
Ilustrasi pasangan suami istri
Ilustrasi pasangan suami istri
Khaulah binti Tsalabah menghadap kepada Yang Maha Pengasih dengan mengadukan permasalahan dan meminta penyelesaian. Alangkah bagusnya seorang wanita Muslimah seperti Khaulah. Ia bediri di hadapan Rasulullah SAW dan berdialog untuk meminta fatwa. Tindakannya adalah bentuk kecintaan terhadap ilmu dan mencintai sunah Nabi SAW.

Adapun doa yang ia panjatkan kepada Allah SWT tiap malam adalah bentuk kejernihan iman dan tauhid. Tiada henti-hentinya Khaulah berdoa dan mengadukan masalah yang dialaminya kepada Allah SWT.

Sampai suatu hari, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Khaulah, sungguh Allah telah menurunkan Alquran tentang dirimu dan suamimu.” Kemudian Rasulullah membaca firman Allah SWT seperti dalam QS al-Mujaadilah ayat 1-4.

“Sesungguhnya, Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan, Allah mendengarkan soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya, Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

“Orang-orang yang menzihar istrinya di antara kamu (menganggap istinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan, sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”

“Orang-orang yang menzihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu dan Allah mahamengetahui apa yang kamu kerjakan.”

“Barang siapa yang tidak mendapatkan (budak) maka wajib atasnya berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka, siapa yang tidak kuasa wajiblah atasnya memberikan makan enam puluh orang miskin. Demikian supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan, itulah hukum Allah dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.”

Kemudian, Rasulullah SAW menjelaskan kepada Khaulah tentang kafarat zihar. Rasulullah SAW bersabda, “Perintahkan kepadanya (suami Khaulah) untuk memerdekakan seorang budak.” Khaulah lalu menjawab, “Ya Rasulullah, ia tidak memiliki seorang budak yang bisa ia merdekakan.”

Rasulullah SAW kemudian berkata, “Jika demikian, perintahkan kepadanya untuk puasa dua bulan berturut-turut.” Khaulah menjawab lagi, “Demi Allah, dirinya adalah laki-laki yang tidak kuat melakukan puasa.”

Lalu Rasulullah SAW berkata lagi, “Perintahkan kepadanya memberi kurma ke 60 orang miskin.” Khaulah menjawab, “Demi Allah, ya Rasulullah, ia tidak memilikinya.”

Rasulullah SAW membalas, “Aku membantu dengan separuhnya.” Khaulah menjawab lagi, “Aku bantu separuhnya yang lain wahai Rasulullah.”

Rasulullah SAW akhirnya berkata, “Engkau benar dan baik. Maka, pergilah dan sedekahkanlah kurma itu sebagai kafarat baginya.”

Sifat Khaulah yang berani mengadukan masalahnya kepada Rasulullah adalah salah satu dasar diturunkannya ayat Alquran. Di dalamnya terhadap sebuah kaidah fikih tentang zihar. Betapa kehati-hatian Khaulah telah melahirkan ilmu nan agung bagi umat.
Redaktur : Agung Sasongko

No comments: