Jejak Muslim Pertama di Amerika

Muslim Amerika Serikat (ilustrasi)
Muslim Amerika Serikat (ilustrasi)
Bagi Muslim, apa yang terjadi pada jasad orang yang telah meninggal tidaklah sepenting apa yang terjadi pada ruhnya. Namun, tak demikian halnya dengan jasad Yarrow Mamout.
Beberapa waktu lalu, para sejarawan dan arkeolog dari berbagai latar belakang berjuang untuk menemukan jasad dan peninggalan Mamout yang telah terkubur selama lebih dari dua abad di Washington DC, Amerika Serikat  (AS).
Para sejarawan dan arkeolog itu berjuang keras tanpa kenal lelah. Mereka menganggap jasad pria itu sangat penting karena hal itu berkaitan dengan sejarah berdirinya AS, khususnya sejarah hadirnya kaum Muslimin ke tanah Amerika.

Seperti dilansir onislam.net, Mamout merupakan salah satu dari ribuan atau mungkin jutaan Muslim yang dibawa ke Amerika pada masa perdagangan budak. Dokumen sejarah menunjukkan, Mamout kemungkinan dimakamkan di lahan pribadinya. Lahan tersebut ia beli setelah ia merdeka dari status budak pada 1797. Lokasi tersebut kini berada di kawasan Kota Tua Georgetown dan harga rumah-rumah di sana telah mencapai jutaan dolar AS.

Lahan yang diduga menjadi lokasi pemakaman Mamout kini dimiliki seorang pengembang real estate, Deyi Awadallah. Pria Muslim Amerika keturunan Palestina ini sama sekali tidak mengetahui tentang Mamout ketika membeli lahan tersebut pada musim semi 2012. Nah, setelah mengetahui hal tersebut, ia memberi kesempatan seluas-luasnya kepada para arkeolog untuk melakukan penelitian.

"Saya berusaha menghormati situasi ini. Saya pikir memang layak (diadakan penelitian)," ujar Awadallah.

Menurut pengacara dan penulis lepas James H Johnston, Mamout mulai menjadi budak saat masih remaja di Senegal pada 1752. Praktik perbudakan yang berlaku pada masa itu kemudian membawanya ke tanah Amerika. 

Johnston menghabiskan waktu delapan tahun untuk menelusuri dan menyusun kisah Mamout. Hasilnya, ia pun meluncurkan buku  berjudul From Slave Ship to Harvard: Yarrow Mamout and the History of an African American Family. "Saat itu ia adalah orang yang cukup terkenal," tutur Johnston.

Johnston menemukan inspirasi untuk melakukan penelitian setelah melihat dua lukisan diri Mamout di Museum Seni Philadelphia. Lukisan itu menggambarkan sosok bangsawan Afrika Amerika pada era perbudakan. Versi lukisan yang lebih populer dibuat oleh seorang seniman Amerika bernama Charles William Peale.  Bagi Johnston, lukisan itu menggambarkan harga diri dan kegigihan semasa fase gelap sejarah Amerika.

"Banyak orang terkesan saat melihat lukisan yang menunjukkan seseorang berkulit hitam yang tampak sejahtera. Terlebih, orang itu menghadapi kondisi perbudakan yang menyeramkan,'' katanya.

Di masa hidupnya, Mamout adalah sosok yang cukup dikenal dan terpandang di Georgetown. Ia adalah asisten pribadi Samuel Beall dan anaknya, Brooke Beall. Keduanya merupakan tokoh penting dan memiliki kedekatan dengan pendiri AS, George Washington. Kala itu, Mamout dikenal sebagai sosok yang ceria dan rajin. Mamout juga sangat berdedikasi pada keyakinannya. Sebagai Muslim, ia selalu menyempatkan diri untuk shalat lima waktu di mana pun berada.

Mamout adalah seorang wirausahawan yang mampu membaca dan menulis. Hal itu dimungkinkan karena para budak di Georgetown diizinkan memiliki bisnis sampingan. Mamout pun berbisnis menjadi pembuat batu bata.

Dari bisnis tersebut ia pun diminta untuk membangun rumah majikannya. Dari uang yang ia kumpulkan, Mamout akhirnya mampu membangun rumah pribadi.
Muslim Amerika
Muslim Amerika
 Direktur Museum Kebudayaan Islam Washington Amir Muhammad menilai kisah Mamout merupakan catatan penting dalam sejarah Amerika.

"Hal ini menunjukkan, Muslim merupakan bagian penting dari sejarah masyarakat Amerika. Ia adalah kepribadian yang nyata, tak hanya dalam lukisan tapi juga dalam pekerjaan dan perilakunya," ujarnya.

Seorang arkeolog dari Washington, Ruth Trocolli, menyatakan, semua jejak peninggalan Mamout membantu masyarakat untuk memahami kondisi para budak, terutama budak Muslim yang hidup pada masa itu.

Namun, usaha untuk menggali peninggalan Mamout menghadapi tantangan. Beberapa tahun lalu, para arkeolog menemukan pemakaman kecil dengan lima kuburan orang Afrika Amerika di dalamnya. Pemakaman itu terletak di dekat lahan milik Mamout. Sayangnya, tidak ada jasad yang cocok dengan deskripsi fisik Mamout.

Rumah Mamout sudah hancur tak kurang dari seabad lampau. Area kolam renang dari rumah yang saat ini berdiri di area tersebut menjadi salah satu kemungkinan lokasi penggalian. Trocolli berharap, ia bisa menemukan barang-barang seperti sumur, jamban, gudang bawah tanah, atau bahkan makam Mamout.

"Kisah Mamout sangat penting. Itu adalah kisah tentang orang yang berhasil bertahan. Ia adalah budak yang berhasil membeli kemerdekaannya sendiri," ujar Trocolli.

Sedangkan Awadallah, yang menjadi pemilik lahan tersebut saat ini, mengaku lebih tertarik pada bisnis real estate ketimbang sejarah. Namun, sebagai Muslim Amerika keturunan Palestina, ia menilai, proses penelitian ini sangat penting.

"Saya tahu ada budak-budak Afrika yang merupakan Muslim. Yang saya tidak tahu dan kemudian terkejut, mereka justru sangat dekat dengan rumah saya," ujarnya.

Sekretaris Komisi Seni Rupa Dewan Kota Tua Georgetown Thomas Luebke, seperti dikutip the Washington Post, menyatakan bakal meninjau ulang setiap upaya untuk mendirikan bangunan di atas lahan milik Mamout. Ya, karena lahan itu memiliki potensi arkeologi yang sangat penting dan bermanfaat bagi sejarah AS.

Reporter : c71 Redaktur : Agung Sasongko

No comments: