Perang di Bulan Muharram

A "super moon" rises over the Tien Shan mountains and the monument to 18th century military commander Nauryzbai Batyr near the town of Kaskelen
BULAN Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Hijriyah. Bulan ini disebut oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Syahrullah (Bulan Allah). Tentunya, bulan ini memilki keutamaan yang sangat besar.
Di zaman dahulu sebelum datangnya Nabi Muhammad SAW, bulan ini namanya bukan bulan Al-Muharram, tetapi dinamakan bulan Shafar Al-Awwal, sedangkan bulan Shafar dinamakan Shafar Ats-Tsani. Setelah datangnya Islam kemudian Bulan ini dinamakan Al-Muharram. (As-Suyuthi dalam Ad-Dibaj ‘ala Muslim).
Al-Muharram di dalam bahasa Arab artinya adalah waktu yang diharamkan. Untuk apa? Untuk menzalimi diri kita dari berbuat dosa. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu di keempat bulan itu” (QS At-Taubah (9):36).
Diriwayatkan dari Abu Bakrah.ra, bahwa Nabi SAW bersabda:
“Setahun terdiri dari dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram, tiga berurutan, yaitu: Dzul-Qa’dah, Dzul-Hijjah dan Al-Muharram, serta RajabMudhar yang terletak antara Jumada dan Sya’ban,“ (HR. Bukhari 3197 dan Muslim 1679/4383).
Pada ayat di atas Allah SWT berfirman:
“Janganlah kalian menzalimi diri-diri kalian di dalamnya”, karena berbuat dosa pada bulan-bulan haram ini lebih berbahaya daripada di bulan-bulan lainnya.
Qatadah.ra pernah berkata:
“Sesungguhnya berbuat kezaliman pada bulan-bulan haram lebih besar kesalahan dan dosanya daripada berbuat kezaliman di selain bulan-bulan tersebut. Meskipun berbuat zalim pada setiap keadaan bernilai besar, tetapi Allah membesarkan segala urusannya sesuai apa yang dikehendaki-Nya,” (Tafsir ibnu Abi hatim VI/1793)
Ibnu ‘Abbas.ra berkata:
“…Kemudian Allah menjadikannya bulan-bulan haram, membesarkan hal-hal yang diharamkan di dalamnya dan menjadikan perbuatan dosa di dalamnya lebih besar dan menjadikan amalan soleh dan pahala juga lebih besar,” (Tafsir Ibnu Abi Hatim VI/1791).
Berperang pada Bulan-bulan Haram
Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Jumhur ulama memandang bahwa larangan berperang pada bulan-bulan ini telah di-naskh (dihapuskan), karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka Bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka.” (QS At-Taubah (9):5)
Sebagian ulama mengatakan bahwa larangan berperang pada bulan-bulan tersebut, tidak dihapuskan dan sampai sekarang masih berlaku. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa tidak boleh memulai peperangan pada bulan-bulan ini, tetapi jika perang tersebut dimulai sebelum bulan-bulan haram dan masih berlangsung pada bulan-bulan haram, maka hal tersebut diperbolehkan.
Pendapat yang tampaknya lebih kuat adalah pendapat jumhur ulama. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi penduduk Thaif pada bulan Dzul-Qa’dah pada peperangan Hunain. (Tafsir Al-Karim Ar-Rahman hal. 218, tafsir Surat Al-Maidah: 2).

No comments: