Radhiyatuddin, Muslimah yang Bebaskan Mamalik dari Keterpurukan

 Radhiyatuddin, Muslimah pertama penguasa Mamalik (ilustrasi)
Radhiyatuddin, Muslimah pertama penguasa Mamalik (ilustrasi)
 Sejarah Islam tak banyak mencatat perempuan yang berhasil memegang posisi tertinggi di kerajaan. Radhiyatuddin at-Tamsy tercatat sebagai Muslimah ke dua memecah rekor tersebut. Dia memegang tampuk kekuasaan di Daulah Mamalik. Berkat kepiawaiannya, daulah ini berhasil terbebas dari krisis akibat pemerintahan yang buruk.

Radhiyatuddin merupakan putri Sultan at-Tamsy. Ayahnya memimpin Daulah Mamalik secara adil dan bijaksana. Ia piawai dalam urusan manajemen dan administrasi negara. Tak heran, pada masanya, daulah ini dapat mencapai puncak kejayaan.

Selama memimpin kerajaan, at-Tamsy sering kali menyerahkan urusan penting kepada Radhiyatuddin. Melihat jiwa kepemimpinan dalam dirinya, sang ayah pernah terpikir menjadikan dia sebagai pengganti. Sikapnya ini justru menimbulkan rasa tidak suka pada orang-orang di sekitar Radhiyatuddin. Mereka tidak senang at-Tamsy lebih menyayangi Radhiyatuddin daripada anak lelakinya.

Dalam garis keturunan at-Tamsy terdapat pula nama Ruknuddin Fairuz. Putra kerajaan inilah yang pada akhirnya menggantikan sang ayah setelah wafat tahun 634 H/1236 M. Dari sinilah awal Daulah Mamalik mendekati masa kehancuran.Fairuz seorang pecinta dunia. Ia sibuk bersenang-senang dan melakukan korupsi.

Ia menghamburkan uang negara untuk berfoya-foya. Kesibukannya mengejar dunia membuat Fairuz lupa pada tanggung jawab dan kewajibannya sebagai pemimpin. Fairuz bahkan menyerahkan semua urusan kerajaan kepada ibunya. Namun, sikap ibunya yang diktator justru memperparah keadaan. Daulah Mamalik dilanda krisis kepemimpinan dan hampir jatuh. Ia dilanda berbagai pemberontakan.

Di tengah kondisi kritis, masyarakat mulai menyadari sifat baik yang dimiliki Radhiyatuddin. Tak hanya kejernihan akal, ia juga dikenal sebagai seorang pemberani dan cerdas. Ia seorang penghafal Alquran dan menguasai ilmu fikih.

Sebagian besar pemimpin wilayah akhirnya membaiat putri kesayangan at-Tamsy ini sebagai ratu. Ia memegang pemerintahan Delhi dari 634-637 H/1236- 1239 M. Dikerahkannya segala upaya agar negara yang dipimpin terlepas dari kebangkrutan. Di tengah krisis yang belum dapat sepenuhnya diatasi, ia sering berbenturan dengan para pemimpin besar yang membentuk dewan bernama al-Arba'in.

Para pejabat negara ini tak terima Delhi dipimpin oleh seorang wanita. Mereka pun melakukan pemberontakan. Radhiyatuddin pantang menyerah. Ia berusaha mempengaruhi para anggota dewan dan meyakinkan mereka jika kepemimpinan seorang wanita tak masalah demi kemaslahatan. Ia berpenampilan gagah seperti laki-laki dan dengan tegas menghukum para pembangkang. Ia juga memimpin sendiri pasukan dengan mengendarai gajah.

Berkat kegigihannya, Radhiyatuddin mampu meredakan pemberontakan para anggota dewan. Kondisi keamanan negara perlahan semakin stabil. Perempuan ini banyak belajar dari ayahnya. Ia memimpin Delhi dengan adil dan bijaksana. Ia mulai mengatur urusan manajemen dan administrasi negara dengan baik. Ia dibantu seorang panglima yang hebat, Saifuddin Aibak.

Kondisi ini tak berlangsung lama. Keberadaan pemimpin perempuan masih menjadi polemik bagi raja-raja Daulah Maliki. Mereka menggunakan isu kepemimpinan perempuan yang, menurut kepercayaan mereka, dilarang dalam Islam."Kalau kalian tidak memiliki seorang pun laki-laki untuk menjadi pemimpin, mintalah kami untuk mengutus seorang," kata seorang khalifah dari Baghdad.

Kebencian para raja kepada Radhiyatuddin makin melangit setelah ia mengangkat Jamaluddin Yaqut, seorang lelaki Prancis, sebagai panglima pasukan berkuda. Para raja memberontak dengan basis kekuatan yang lebih kuat. Radhiyatuddin mencoba menumpas para pemberontak, namun perlawanan makin menjadi dan tak terkendali.

Ia mengalami kekalahan. Masa pemerintahannya berakhir setelah Muslimah ini dibunuh pada 25 Rabiul Awal 637 H/25 Oktober 1239 M. Tampuk kepemimpinan dilanjutkan oleh adiknya, Sultan Muizud- din.
Reporter : Sri Handayani Redaktur : Agung Sasongko

No comments: