Etimologi Nama Gampong di Aceh

Penulisan ‘asal-usul’ nama desa ini merupakan ringkasandari sejumlah makalah mahasiswasemester V yang mengikuti mata kuliah sejarah Daerah Aceh yang saya asuh di FKIP Unsyiah. Selama bertahuntahun, tugas para mahasiswaitu hanya saya simpan saja.

Tak pernah pula batin saya tergetar dan bergerak untiik mengolah kembali “pusaka terpendam “ itu, Barulah setelah berlangsung“Seminar Napak Tilas Sultan Iskandar Muda” di Meureudu, Pidie, semangat menulis saya terpancing, Dalam seminaritu, asal-usul nama desa kedai Meureudu telah didiskusikan.

(Serambi Indonesia, 29 Maret 1995 halaman 2). Tulisan ini adalah sebagiankecil yang saya cuplik dari tulisan yang sama yang pernah dimuat di Rubrik “Jendela”, Majalah PANCA, Kanwil Transmigrasi Aceh, September – Oktober 1995 halaman 27 – 28). Berikut sedikit cuplikan yang dimaksud

Alue Leuhob
Desa Alue Leuhob merupakan sebuah desa di kawasan Transmigrasi Buket Hagu Cot Girek Aceh Utara. Desa ini termasuk dalam Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara. Sejak tahun 1984, desa Alue Leuhob sudah termasuk desa mandiri atau lepas dari pengelolaan Departemen Transmigrasi.

Dengan demikian Alue Leuhob merupakan Desa ke -100 di Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara.Di saat orang pertama kali mendengar sebutan nama desa “Alue Leuhob”, mungkin saja yang dibayangkan “bau amis”, semberaut, tak terurus dan tak berprestasi apaapa. Sebaliknya, di balik nama yang terkesan ‘kotor’ desa ini memiliki nilai lebih.

Diantaranya, 4 kali juara Lomba Desa Teladan dan kebersihan di Kecamatan Lhoksukon tahun 1989-1992. Di sampmg itu,sejak tahun 1990 dijadikan Induk dan Pusat Koperasi Transmigrasi dan Perkebunan Kelapa Sawit Wilayah Cot Girek. Prestasi yang lebih khusus di bidang pendidikan juga diraih, pernah mengharumkan nama desa Alue Leuhob.



Salah seorang putra kelahiran desaini, telah lulus ujian Sarjana dengan nilai “Cumlaude” atau tertinggi (baca : “Anak Transmigrasi yang Lulus Cumlaude” Majalah PANCA No. 25 Tahun V halaman 39). Nama Alue Leuhob berasal dari dua kata, yaitu “Alue” dan “Leuhob”. Alue, artinya sungai kecil, sedangkan Leuhob berarti lumpur. Secara sederhana Alue Leuhob berarti “Sungai Kecil yang berlumpur”. Sebenarnya, letak rawa-rawa yang berlumpur ± 2 km di sebelah barat sebelum sampai ke desa ini. Apa boleh buat, masyarakat telah terlanjur menamakannya Alue Leuhob. Padahal desa ini “amat bersih” dari jebakan lumpur

Lama Inong
Pada zaman dulukala, Teuku Karim dari desa Ujong Rimba, Pidie, bersama dua orang temannya berangkat merantauke Aceh Barat. Pada mulanya mereka menetap di daerah Nagan (Jeuram) dan mulai membuka “seuneubok” lada, tempat bercocok tanam lada keumeukok (lada berekor). Ketiga anak muda itu memiliki bakat pergaulan yang baik. Di siang hari mereka bekerja di kebun lada, sedang pada malam hari mengajar anakanak mengaji Al-Qur’an dan mengajar Kitab-kitab kepada orang dewasa.

Pengaruhnya semakin besar di kalangan rakyat daerah Seunagan Melihat gelagat yang kurang menguntungkan dirinya, raja Jeuram mulai gelisah. Di carilah cara-cara agar ketiga anak muda itu mau pindah ke tempat lain. Akhirnya, raja berhasil membujuk mereka berangkat e Aceh Selatan, karena di sanalah yang paling cocok untuk membuka Seuneubok lada. Setelah diberi perbekalan oleh raja, berangkatlah Teuku Karim bersama dua kawannya ke Aceh Selatan (yang waktu itu masih disebut Aceh Barat Leupah)Ketika berada di Aceh Selatan, mereka menumpang tinggal di rumah seorang perempuan di suatu desa yang belum punya nama.

Dengan diantar perempuan tua itu sebagai penunjuk jalan, berangkatlah mereka menjumpai raja Teuku Sarullah ke daerah “Kuala Batee”. Kedatangan ketiga pemuda asal Pidie ini disambut baik oleh raja Teuku Sarullah. Kemudian, ketiganya menjadi tokoh-tokoh penggerak kemajuan rakyat di kerajaan “Kuala Batee”. Teuku Karim, Sesudah jadi tokoh masyarakat bergelar Teuku Syik Karim.

Peristiwa menumpangnya tiga pemuda perantau di rumah seorang perempuan tua itu, akhirnya menjadi “sejarah “ yang dikenang oleh rakyat kerajaan Kuala Batee. Sebabnya, ketiga anak muda tersebut telah mengukir “sejarah” yang indah bagi masyarakat di daerah itu. Mungkin untuk mengenang peristiwa itu, maka daerah tempat menginap/ menumpang beberapa hari pemuda perantau itu, diberi nama “Lama lnong”, arti-nya perempuan lama atau perempuan tua.

Setelah kerajaan “Kuala Batee” runtuh, maka pusat kegiatan rakyat berpindah ke “Lama Inong”. Dalam ucapan sehari-hari, sebutan “Lama Inong” kadangkala terdengar terucap “Lamoi Inong”.
T.A. Sakti, Peminat sejarah dan sastra Aceh

No comments: