Ganja: Konspirasi Perusahaan Farmasi Dunia dan Faktanya

ganja

Ganja. Apa yag pertama kali terbayang di benak Anda ketika mendengar nama ini? Tentu saja, hal-hal yang seluruhnya, ya SELURUHNYA, bersifat negatif. Ganja sekarang ini diidentikan dengan salah satu jenis Narkoba. Memiliki ganja atau memakainya adalah sesuatu yang jahat. Dan bahkan, banyak kalangan agamawan dengan yakinnya menegaskan jika ganja itu haram, dengan berbagai alasannya. Benarkah demikian?
Mari kita berhenti sejenak, membuang segala stigmaisasi tentang ganja yang memang diproduksi secara massif dan terstruktur oleh perusahaan-perushaaan farmasi dunia sejak lama, tentu sesuai dengan kepentingannya, dan mulai secara adil menilai dan menempatkan ganja pada tempat sebenarnya. Marikah kita berlaku adil terhadap Cannabis Sativa, nama latin dari tanaman ganja ini. Berikut ulasan yang cukup bagus tentang Ganja yang diambil dari laman indocropcircles.wordpress.com.
FAKTA GANJA

Fakta bukanlah Dunia Khayalan, karena hanya Elite Dunia yang telah merekayasa dan menciptakan semua khayalan itu agar masuk ke dalam otak mereka yang minim ilmu pengetahuan, supaya para Elit Dunia dapat selalu mempertahankan bisnis multi trilyun dollar melalui industri-industri farmasi raksasa milik mereka, agar tetap dapat mengontrol penyakit dan obat yang dikonsumsi oleh tiap insan manusia sejagad.

Tanaman ganja memang sangat unik karena memiliki efek yang berseberangan. Di satu sisi, tanaman tersebut dapat menyedapkan makanan yang dimasak. Tapi di sisi lain juga memberikan efek negatif karena masuk dalam salah satu jenis narkotika.
Keadaan itu sangat kontras dengan konsidi di dunia belahan Barat yang selalu mengedepankan riset atau penelitian. Di sana, masyarakat mengenal ganja sebagai bahan pembunuh sel kanker dan di legalkan alias diperbolehkan. Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih pernah menyatakan pendapatnya mengenai legalisasi ganja ini.
“Bahan apapun kalau dia jadi obat, itu sih boleh. Morphin itu kan enggak legal, tapi kalau dia jadi obat ‘kan boleh. Kalau segala sesuatu jadi obat, ya boleh. Asal bukan dilegalkan untuk hal-hal negatif,” paparnya.
Ganja Hentikan Penyebaran Sel Kanker
Ganja yang penjualan dan pemakaiannya dilarang, terbukti dapat menjadi obat alternatif kanker. Sebuah senyawa dalam ganja yang ditemukan oleh peneliti di California Pasific Medical Centre, San Fransisco, dapat berpotensi mematikan sel-sel kanker. “Butuh waktu sekitar 20 tahun untuk penelitian ini, dan hasilnya sangat menggembirakan” ujat Pierre Despres, seorang peneliti pada Huffington Post.
Desprezm seorang ahli biologi molekuler, menghabiskan waktu tahunan untuk mempelajari gen penyebaran kanker.
Sedangkan, Sean McAllister mempelajari efekCannabidiol, atau CBD, senyawa kimia yang berada dalam ganja.
Akhirnya, pasangan ini pun mencoba memadukan dua penelitian yang telah mereka lakukan. Menggabungkan CBD dengan sel kanker dalam sebuah cawan petri.
“Kami menemukan Cannabidiol memiliki sifat dasar ‘mematikan’, dan ini terjadi pada sel kanker,” sambungnya. Meski telah berhasil pada hewan uji laboratorium. Penelitian ini belum dapat diterapkan pada manusia. Para ahli masih menunggu izin untuk uji klinik pada manusia.
Pengobatan Ganja (Medical Marijuana) Bukanlah Narkotika
Di beberapa negara tumbuhan ini tergolong narkotika, walau tidak terbukti bahwa pemakainya menjadi kecanduan, berbeda dengan obat-obatan terlarang jenis lain yang menggunakan bahan-bahan sintetik atau semi sintetik dan merusak sel-sel otak, yang sudah sangat jelas bahayanya bagi umat manusia.
Di antara pengguna ganja, beragam efek yang dihasilkan, terutama euforia (rasa gembira) yang berlebihan serta hilangnya konsentrasi untuk berpikir di antara para pengguna tertentu.
Efek negatif secara umum adalah pengguna akan menjadi malas dan otak akan lamban dalam berpikir.
Namun, hal ini masih menjadi kontroversi, karena tidak sepenuhnya disepakati oleh beberapa kelompok tertentu yang mendukung medical marijuana dan marijuana pada umumnya.
Untuk itulah maka ganja tak bisa dijadikan obat untuk semua manusia, apalagi yang tak suka mabuk. Maka ilmuwan akan membuat efek mabuk itu menjadi hilang agar semua orang dapat menggunakannya sebagai penyembuh dan pengobatan berbagai penyakit.
Astroglia (Astrocytes)

Para peneliti mempelajari bagaimana reaksi tikus terhadap komponen aktif ganja dan beberapa unsur kimia lain yang mirip. Perhatian difokuskan kepada reseptor pada sel-sel otak yang bereaksi terhadap zat kimia yang bernama cannabinoid, sebuah senyawa yang mirip dengan komponen aktif pada ganja, yaitu Tetrahydrocannabinol (THC). Reseptor otak yang bereaksi terdapat pada neuron (sel syaraf) dan astroglia atau disebut juga astrocytes.
Para peneliti tersebut melakukan rekayasa terhadap tikus untuk melakukan percobaan. Tikus-tikus tersebut dibagi dalam 3 kelompok:
  1. Kelompok pertama tidak mempunyai reseptor cannabinoid di otaknya
  2. Kelompok kedua hanya mempunyai reseptor pada neuron (sel syaraf)
  3. Kelompok terakhir hanya mempunyai reseptor pada astroglia.
Tikus-tikus tersebut diajarkan untuk melewati sebuah labirin. Setelah dianggap menguasai labirin, tikus-tikus tersebut lalu diberikan sejumlah dosis THC atau senyawa lain yang mirip dengan cannabinoid untuk mengetes kemampuan mereka dalam mengingat labirin.
Kelompok tikus yang dengan reseptor cannabinoid pada astroglia (kelompok-1) ternyata bermasalah dalam mengingat arah. Kelompok lain yang hanya memiliki reseptor pada neuron (kelompok-2) tanpa masalah berhasil melewati labirin.
Hal tersebut menunjukkan bahwa THC tidak mempengaruhi memori melalui neuron (sel syaraf), namun melalui astroglia. Para peneliti juga memperhatikan sel-sel astroglialpada bagian potongan otak yang berasal dari hippocampus (bagian otak yang berkaitan dengan pembentukan memori).
Setelah terkena cannabinoid, astroglia melepaskan senyawa yang mengganggu pengiriman sinyal antar neuron. Hal tersebut bisa menjelaskan mengapa ganja bisa memengaruhi memori.
Efek lain dari ganja yang bisa dikatakan bermanfaat adalah dalam mengobati rasa sakit, kejang, dan beberapa penyakit lainnya terjadi melalui neuron.
Jika zat cannabinoid bisa didesain hanya untuk memengaruhi neuron, pengaruh buruk ganja pada memori tentu bisa dihindari dan tentu saja pengobatan menggunakan ganja dimasa depan untuk banyak penyakit akan bisa dilakukan.
Legalize-Regulate-Round_1_

Ilmuwan Israel berhasil menciptakan ganja sintetis yang bentuk, bau, dan rasanya menyerupai daun ganja asli. Satu-satunya yang menjadi yang pembeda adalah, ganja sintetis ini tidak menimbulkan efek memabukkan selayaknya ganja sungguhan. Dan karena memiliki bau, bentuk dan rasa menyerupai ganja asli, produk ini berhasil menipu pasien.
Tikkun Olam, perusahaan yang mengembangkan ganja sintetis ini memang sengaja tidak membuat efek tersebut. Sebab, mereka memang berniat membuat hanya mirip secara bentuk, namun kandungan yang berbeda.
“Setelah mencoba ganja sintetis ini, banyak pasien kami kembali dan mengaku tertipu. Mereka mengira kami memberi semacam plasebo pada mereka,” kata Tzahi Klein, kepala bagian pengembangan Tikkun Olam, seperti dikutipDaily Mail, Jumat 1 Juni 2012.
Efek mati rasa yang biasa didapat seseorang saat mengonsumsi ganja, berasal dari zat THC atautetra-hydro-cannabinol yang terkandung di dalamnya.
Para ilmuwan Israel lebih memilih untuk meningkatkan efek zat yang lebih ringan, yaitu cannabidiol, yang seringkali digunakan untuk meringankan efek gangguan mental. Di Israel, ganja digolongkan ke dalam obat-obatan kelas B.
Di negara ini, ilegal bagi warganya untuk memiliki dan menghisap ganja. Penggunaan daun ini diperbolehkan di Israel untuk tujuan medis. Tikun Olam adalah salah satu perusahaan Israel yang menumbuhkan ganja untuk keperluan ini.
Kanker Pankreas hakim kenamaan asal New York ini berhasil sembuh total berkat ganja
Gustin L. Reichbach, adalah seorang hakim kenamaan dari New York State Supreme Court, yang juga adalah pengidap kanker.
gustin reichbach 3
Gustin Reichbach
Beberapa saat lalu, tulisannya di New York Times tentang pengakuannya menggunakan ganja medis kontan sedikit membuat gempar kota yang konon katanya tak pernah tidur itu.
Kisah ini merasa perlu diangkat sebagai sebuah artikel berdasarkan pertimbangan; penyakit, kelainan dan wabah bisa terjadi kepada siapapun, lintas profesi ataupun usia.
Menyikapi pernyataan-pernyataan yang sang hakim beberkan terkait profesinya juga keterlibatannya dengan tindak kriminal, dalam hal ini penggunaan ganja, harusnya bisa sedikit menghapuskan stigma-stigma buruk tentang pengguna ganja, yang umum diketahui berperilaku buruk dan tidak menyenangkan.
Juga secara lantang (harusnya) membantah undang-undang yang mengklasifikasikan ganja sebagai narkotika berbahaya, tanpa nilai medis sedikitpun.
Pernyataan dari Gustin L. Reichbach ini diutarakannya dalam sebuah artikel di New York Times setelah menerima vonis kanker pankreas 3 setengah tahun lalu, ketika dia baru saja berulang tahun ke-62.
Kanker stadium 3 dinyatakan dokternya bersamaan dengan vonis sisa usia yang maksimal hanya bisa bertahan 6 bulan saja!
Pada 16 Mei 2012, 3 setengah tahun setelah divonis, sang hakim angkat bicara. Bukan tanpa risiko, tentunya.
Dia bisa saja kehilangan pekerjaannya dan mendapatkan masalah dengan hukum yang berlaku, mengingat hukum negara bagiannya dimana segala bentuk penggunaan ganja adalah ilegal.
Menurutnya, tidak ada lagi yang perlu disembunyikan jika faktanya, ganja yang pemerintah federalnya larang sepenuh hati ini, ternyata sangat bermanfaat untuk kanker yang dideritanya.
“My survival has demanded an enormous price, including months of chemotherapy, radiation hell and brutal surgery.”
Segala perawatan yang dia jalani setelah diagnosis bagaimanapun telah memperpanjang usianya.
Meskipun, lanjutnya lagi, biaya yang dikeluarkan, efek samping chemoteraphy, dan puluhan obat-obatan yang hanya bersifat menenangkan sementara dengan efek-efek samping yang tak kalah mengganggu, seperti mual, hilangnya selera makan dan susah tidur.
Setiap obat pabrikan yang dokternya sarankan untuk meringankan satu gejala selalu berujung kepada pengkonsumsian obat-obatan lainnya untuk sekedar meredakan efek samping dari obat tersebut.
Obat penghilang rasa sakit contohnya, selalu berujung kepada hilangnya nafsu makan dan sembelit.
Juga obat anti-mual, ungkapnya, malah mengakibatkan masalah lain seperti melangitnya kadar gula dalam tubuh rentannya.
Begitu seterusnya, dan bisa dibayangkan nominal uang yang harus disediakan untuk sekedar berusaha mempertahankan keberlangsungan hidup belaka.
Selepas setahun perawatan yang menyengsarakan, kanker pankreas Gustin akhirnya hilang, meskipun dia sadar bahwa kanker itu hilang hanya untuk kembali merongrong nyawanya.
Mual dan nyeri adalah kesetiaan yang senantiasa menemani kapanpun selepas perawatan “IV Booster of Chemoteraphy“. Bahkan “makan”, salah satu hal paling menyenangkan dalam hidup, kini baginya adalah peperangan yang menyengsarakan setiap harinya, dimana setiap suapan sendok adalah sebuah kemenangan.
Juga tidur, satu aspek paling vital untuk membantu proses recovery dan hiburan untuk kesengsaraan sehari-harinya, kini menjadi satu hal yang sangat sulit untuk dimiliki.
“This is not a law-and-order issue; it’s a medical and human rights issue.“
“Menghisap ganja adalah satu-satunya cara untukku meredakan mual, meningkatkan nafsu makan dan memudahkan kantuk untuk datang di akhir hari.”
Beruntunglah beberapa temannya, yang tentunya tak tega melihat kesengsaraan sang hakim rela (dengan risiko pribadi) menyediakan akses untuk ketersediaan ganja medisnya.
“Di posisiku yang masih aktif sebagai hakim dan bekerja mengadili kasus-kasus, banyak teman dan relasi yang mempertanyakan keputusanku mengangkat isu ini.
Ini kulakukan karena kesadaran bahwa para penderita kanker sepertiku di luar sana, mungkin tidak punya akses mengungkapkan keadaan buruk masing-masing secara masal.
Sangat menyakitkan rasanya bahwa dalam masalah kanker seperti ini, satu-satunya obat yang dapat menolong tanpa efek-efek samping yang rumit, dalam hal ini yaitu cannabis, masih saja diklasifikasikan sebagai narkotika”, lanjutnya dalam artikel tersebut.
“Aku tidak bakal tinggal diam, karena meng-kriminalisasikan obat paling efektif akan berujung kepada ketidak-adilan sistem administrasi hukum yang berlaku.
Aku merasa berkewajiban baik sebagai hakim atau sebagai penderita kanker, memohon kepada pemerintah negara bagian New York untuk mengikuti langkah 17 negara bagian lainnya yang telah memberikan akses untuk ganja medis.
Karena adalah tidak manusiawi untuk menghalangi kami (penderita kanker) dari sebuah substansi alam yang telah terbukti membantu penderitaan kami”, tutupnya. (Lihat Video Pembahasannya)
(ts)

No comments: