Ada Konspirasi Pengusiran Pengungsi Palestina Dari Lebanon

anakpalestina

Krisis di kalangan pengungsi Palestina kembali terjadi menyusul pengurangan layanan kesehatan yang dilakukan Badan Bantuan dan Pemberdayaan Pengungsi Palestina (UNRWA) di Libanon. Sejumlah aksi protes di Libanon dari lembaga sipil yang konsen dengan masalah pengungsi terhadap UNRWA. Pendekat resmi dari faksi-faksi Palestina menekan UNRWA agar membatalkan keputusannya juga sudah dilakukan.
Alasan menurunnya anggaran selalu menjadi alasan UNRWA untuk mengurangi layanan bantuan. Seakan alasan musiman. Tahun ajaran pendidikan 2015-2016 UNRWA pernah mau menutup semua sekolahnya yang terdiri 480 ribu pelajar Palestina di Jalur Gaza, Tepi Barat, Suriah dan Yordania, dan Libanon dengan alasan tidak ada dana. Di Libanon sendiri ada 32 ribu murid pengungsi Palestina di 68 sekolah milik UNRWA.
Belakangan krisis kurangnya anggaran semakin parah belakangan ini. Ditambah lagi dengan perang di Suriah, Iran dan Yaman serta makin kalutnya politik dan keamanan di Timur Tengah yang mengakibatkan gelombang pengungsian terbesar sejak perang dunia II. Timing UNRWA mengurangi layanan bantauan kemanusiaan di semua tempat pengungsi Palestina secara umum dan di Libanon secara khusus.
Melihat masalah pengungsi Palestina (pencari suaka) di Libanon dan situasi yang meliputinya, berikut sejumlah catatan;
Pertama, negara Libanon melarang pengungsi Palestina (di wilayah Libanon) untuk bekerja di 70 profesi.
Kedua, negara Libanon melarang pengungsi Palestina untuk memiliki hak terhadap property meski hanya untuk tempat tinggal.
Ketiga, kondisi kamp pengungsi Palestina di Libanon sangat sulit dan buruk. Kualitas layanan umum dan kepadatan penduduk sangat tinggi, tempat tinggal tidak layak untuk manusia, infra struktur yang tua, kekacauan sosial.
Keempat, realita negara Libanon sendiri yang mengalami ketegangan keamanan, politik tidak stabil karena imbas krisis Suriah, dan intervensi militer Hezbollah untuk kepentingan rezim Suriah.
Kelima, kondisi ekonomi di Libanon secara umum sangat buruk. Pariwisata mandeg selama 5 tahun terakhir. Investasi lari ke luar negeri. Lembaga-lembaga negara konstitusi tidak berjalan dan terjadi vacuum kepemimpinan. Tidak ada pemiliihan parlemen legislative baru. Pemerintah lumpuh.
Jadi, kita dihadapkan situasi dan iklim dalam negeri dan regional yang tidak bersahabat yang tidak menciptakan perasaan aman dan stabil. Ditambah lagi UNRWA yang mengurangi layanan atau menghentikannya secara total. Ini sama saja dengan”seruan” terang-terangan kepada pengungsi Palestina yang mengandalkan bantuan UNRWA atau pekerjanya untuk berfikir mencari opsi-opsi lain di luar Libanon, di antaranya mencari suaka ke Eropa, Australia dan Kanada dan lainnya. Ini yang sudah terjadi di kalangan pengungsi. Mereka mengantre panjang di gerbang kedutaan asing dan juga mulai imigrasi melalui Libanon utara melalui laut ke Turki dan Yunani.
Jika pengungsi Palestina dari Suriah keluar karena perang yang menghancurkan binatang dan manusia, maka pengungsi Palestina di Libanon dipaksa secara sistematis ingin diusir. Tujuannya mengosongkan geografi politik negara di sekitar Palestina untuk mengawal penghapusan hak kembali pengungsi Palestina ke tanah air mereka.
Tidak mungkin – secara politik – pengurangan layanan UNRWA atau penghentian total hanyalah sekadara krisis keuangan. Sebab pengendali urusan UNRWA adalah politik dan langsung menyentuh persoalan Palestina; pengungsi, hak kembali mereka ke Palestina yang sudah ditetapkan oleh resolusi Majlis Umum PBB no 194 tahun 1948.
Jika PBB sebagai rujukan tertinggi UNRWA sudah mundur dari perannya menyelesaikan krisis internasional, dan kini imbasnya lebih terasa di banding sebelumnya, ambisi dan politik negara-negara anggota tetap di PBB masih berpihak kepada Israel, maka di sini politik UNRWA perlu dicurigai terhadap hak pengungsi Palestina.
Maka, masyarakat internasional terutama Uni Eropa dan Amerika bertanggungjawab atas keteledorannya dan konspirasinya terhadap hak Palestina kembali ke tanah air mereka. Mereka bertanggungjawab karena mendukung negara Israel yang melakukan pelanggaran kemanusiaan dan politik terhadap Palestina.
Tugas PLO, Fatah, Hamas dan Jihad Islami bukan sekadar mengecam terhadap apa yang terjadi dengan pengungsi Palestina. Itu juga bagian dari tanggungjawab mereka.
*Ahmad Al-Heelah, Kolumnis dan pengamat politik Palestina
(ts/infopalestina)

No comments: