Andai Saja Umar Bin Khattab Tahu ada MEA

Bagaimana semua kalangan Indonesia akan mampu bersaing di ranah Internasional, jika seperti halnya masalah pencurian pohon dan pembakaran hutan tidak berlaku seimbang Andai Saja Umar Bin Khattab Tahu ada MEA
Sosok Umar bin Khattab yang digambarkan dalam film Omar
Umar Bin Khathab Pimpin Barisan Pertama Parade Tauhid 616 Hijriyah
DALAM sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Saad bin Abi Waqash, dan ayahnya, dikisahkan suatu hari Umar bin Khattab meminta izin masuk kerumah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam, sedangkan di sekililing Rasulullah terdapat banyak perempuan Quraisy yang berbicara banyak melebihi suara Rasulullah.
“Yaa Rasulullah, izinkanlah aku untuk masuk.”
Mendengar suara Umar meminta izin, maka para perempuan Quraisy tersebut segera berdiri dan berhijab.
“Masuklah, wahai Umar,”
Mendapat izin dari Rasulullah, Umar pun masuk, sedangkan Rasulullah tertawa. Maka Umar pun bertanya “Apakah Allah menjadikan gigimu tertawa, wahai Rasulullah?”
Rasulullah berkata “Aku heran terhadap para perempuan yang berada disekelilingku. Ketika mereka mendengar suaramu, maka mereka segera berdiri dan berhijab.”
“Engkau lebih disegani, wahai Rasulullah.”
Kemudian Umar berkata kepada para perempuan, “Wahai musuh bagi diri mereka sendiri, apakah kalian segan kepadaku dan tidak segan kepada Rasulullah?’’
Mereka, para perempuan Quraisy pun menjawab, ‘’Ya, engkau lebih keras dan lebih kasar dari Rasulullah.’’
Maka Rasulullah bersabda: ‘’Wahai Ibnul Khattab! Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidaklah setan berpapasan denganmu sewaktu menempuh suatu lembah melainkan ia pasti mengambil lembah lain selain yang engkau lewati.’’
Assertiveness of Umar bin Khattab
Sue Hadfield dan Gill Hason (2010) penulis buku How to be Assertive in Any Situation mendefinisakan assertiveness dalam buku mereka sebagai berikut. “Bersikap tegas adalah memberitahu orang lain tentang sesuatu yang Anda inginkan dan tidak Anda inginkan dengan cara yang jujur, lugas, elegan, dan penuh percaya diri. Kemudian, ia siap bertanggung jawab atas apa yang telah ia katakan.”
Orang yang assertif mempunyai prinsip yang kuat, dan tidak bisa dipengaruhi kecuali pengaruh tersebut mengandung perubahan yang menurut para asertif sangat berpengaruh. Sifat asertif bisa kita lihat dalam diri para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam, terkhusus Umar bin Khattab. Seperti hadist di atas, keseganan para perempuan Quraisy kepada Umar bahkan mengalahkan keseganan mereka terhadap Rasulullah.
Asertif cenderung membawa para asertifis ke arah ekstrovert, tidak cemas, dengan keseimbangan pribadi. Dikatakan Skinner dan Watson (Corey, 1988), bahwa yang membentuk karakter adalah obyektifitas lingkungan dan keadaan sekitar. Asertif dalam diri Umar terbangun secara sistematis dalam karakter dan lingkungan Umar, lingkungan di sekitar Rasulullah yang turut andil membangun kematangan neurotiknya.
Sejarah Umar sebelum masuk islam perlu digaris bawahi. Umar merupakan Seorang yang kuat dalam hal fisik maupun psikis. Hal ini membuat Umar memiliki karisma, yang bahkan mengundang doa Rasulullah, agar memilih salah satu Umar dari dua Umar, yakni Umar bin Khattab dan Abu Jahal, untuk menjaga islam.
Karisma ini tetap dipertahankan oleh Umar ketika beliau menjabat menjadi Khalifah. Seperti salah satu kisah yang tersebar umum, hanya dengan sebongkah tulang bertulis alif, Umar mampu merontokkan agresifisme Amr bin Ash dan memasukkan seorang Yahudi ke dalam Islam.
Dalam hal perekonomian dan ekspansi wilayah pun, Umar tidak kalah saing dengan para khalifah sebelum dan sesudahnya. Dalam sebuah hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam bersabda
“Telah ada pada umat-umat terdahulu orang-orang yang terilhami dengan wahyu, maka jika itu dari salah seorang umatku, dia adalah Umar.” [HR. Tirmidzi No.3626].
Asertifitas Umar dalam pembangunan kemakmuran di bidang perekonomian membangun paradigma baru dalam sistem pemerintahan islam. Umar berhasil membangun pemerintahan yang terstruktur, dengan pengembangan keuangan sosial yang berputar di seluruh wilayah yang diduduki Islam, kepada masyarakat islam, dan juga kepada para kafir dzimmi (orang kafir di Negeri Islam). Wahab berkata sifat Umar dalam Kitab Taurat disebutkan bahwa, “Umar adalah tanduk yang terbuat dari besi.” Tanduk dari besi merupakan perumpamaan dari pemimpin yang berani mengayomi dan memiliki ketegasan.
Maka salah satu kunci yang diperlukan oleh pemimpin saat ini adalah: asertif. Asertif merupakan salah satu kunci bagaimana keberlangsungan hak dan kewajiban terpenuhi secara signifikan, bukan hanya sekedar memiliki citra dan bekal leadership.
MEA dan ‘Ekonomi Umar’
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) telah terlewat. Namun hal ini menyisakan satu pertanyaan penting : siapkah Indonesia bersaing di dunia yang lebih luas? Hal ini dikarenakan kemampuan dan sumber daya Indonesia yang masih dipertanyakan. Dengan sistem yang akurat pun, harus ada skill yang membangun dasar yang kuat, untuk menunjang kemajuan dan perkembangan dari sistem tersebut.
MEA bahkan hanya melingkupi perekonomian kaum elit saja, tidak sedikitpun menyentuh ranah ekonomi mikro. Hal ini akan menjadikan Pekerjaan rumah tersendiri bagi Indonesia, khususnya Pemerintah Indonesia. Aktualisasi MEA hanya tersebar di kalangan intelektual dan cendikia, dan hanya sekedar kabar harian bagi masyarakat awam Indonesia. Disinilah peran asertifitas pemerintah teruji. Pemerintah bukan hanya merealisasikan hal ini di kalangan intelektual, namun juga perlu kecermatan untuk membangun kreatifitas dan ketegasan dalam menyeimbangkan peran kepada seluruh kalangan.
Asertifitas ini juga harus terstruktur dalam peran pemerintah mengawal hukum yang berlaku di Indonesia. Bagaimana semua kalangan Indonesia akan mampu bersaing di ranah Internasional, jika seperti halnya masalah pencurian pohon dan pembakaran hutan tidak berlaku seimbang, secara adil, de jure dan de facto?
Melihat kembali kepada masa pemerintahan Umar, siapapun pemerintah tersebut, Islamkah atau non-Islam kah, secara harfiyah dan kesadaran diri harus membangun asertifitas secara personal. Dan bagi masyarakat umum pun tak terlepas untuk membangun asertifitas, karena kunci dari sebuah kepemimpinan adalah realisasi masyarakat yang beradab. Bukankah ini yang dicita-citakan oleh para pemerdeka?
Hanin Lutfiani Dzurrohmah, Prodi Ilmu Hadist di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

No comments: