Dominasi Yahudi atas Media Massa Internasional

Foto: thecommentator.com
Foto: thecommentator.com
DALAM catatan sejarah, di mana pun dan kapan pun, orang-orang Yahudi menjadi objek kebencian karena mereka dikenal piawai memonopoli sumber-sumber ekonomi terpenting.
Sejak dahulu, kepribadian bangsa Yahudi memuakkan, tidak lebih merupakan simbol segala kesialan di kalangan mayoritas masyarakat Eropa.
Para sastrawan selalu “meminjam” objek seorang Yahudi dalam karyanya untuk melukiskan kebencian. Bahkan, William Shakespeare, seorang pujangga Inggris, dalam salah sebuah puisinya menampilkan Scheiloc sebagai tokoh Yahudi tulen yang rakus, licik, busuk, dan pendendam.
Lalu, bagaimana bangsa Yahudi berhasil mencuci otak masyarakat internasional, khususnya bangsa Amerika dan Eropa, hingga gambaran dekil orang Yahudi yang kikir, jelek, busuk, haus darah, egois, dan pengecut dapat berubah menjadi sosok yang cerdas, pemberani, jenius, tekun, kreatif, pakar, dan penuh cita-cita? Itulah kondisi yang harus diwaspadai setiap orang.
Pada dasarnya, keberhasilan bangsa Yahudi tidaklah datang tiba-tiba, tetapi lebih merupakan hasil perjuangan panjang dan kerja keras, setelah melalui perencanaan matang. Lagi pula mereka tahu benar bahwa satu-satunya jalan untuk memperbaiki citra di hadapan masyarakat internasional adalah dengan mendominasi media massa internasional.
Pada tahun 1869, seorang rabi Yahudi, Rashoron, dalam suatu khutbahnya di kota Braga mengungkapkan betapa pentingnya media massa tersebut hingga dia mengatakan, “Jika emas merupakan kekuatan pertama kita untuk mendominasi dunia, maka dunia jurnalistik merupakan kekuatan kedua bagi kita.”
Konferensi Zionis pertamal di Swiss pada tahun 1897 yang dipimpin oleh Theodor Herzl merupakan titik awal perubahan terpenting. Dalam kesempatan itu, masyarakat Yahudi mendiskusikan bahwa cita-cita mendirikan negara Israel Raya tidak akan terwujud tanpa pengubahan atas media massa. Realisasinya, rencana-rencana bidang publisistik, mereka tuangkan dalam Rencana Kerja Pemimpin-pemimpin Zionis nomor 12 berikut ini.
Pertama, menguasai dunia pers dan mengendalikannya.
Kedua, tidak memberi kesempatan kepada media massa non-Yahudi yang memuat gagasan-gagasan anti-Yahudi.
Ketiga, melakukan sensor ketat sebelum berita disiarkan.
Keempat, menerbitkan berbagai macam media massa untuk mendukung kelompok masyarakat aristokrat, republikan, revolusioner, hingga kelompok anarki.
Kelima, mempengaruhi opini pubhk saat diperlukan sekaligus meredam gejolak yang timbul.


KEENAM, memberikan dorongan kepada orang-orang jenius untuk mengendalikan media massa yang beroplah besar, khususnya pers anti-Yahudi. Jika suatu saat orang-orang tersebut menunjukkan gejala-gejala tidak setia, skandal-skandalnya akan dibongkar. Hal itu sekaligus merupakan pelajaran bagi yang lainnya.

Hanya beberapa tahun setelah terbitnya rencana-rencana tersebut, para pengusaha Yahudi telah berhasil menguasai sebagian besar media massa Eropa dan Amerika, bahkan hampir di semua negara. Maka, mulailah mereka mengubah citra buruk melalui pengubahan persepsi publik Eropa dan Amerika khususnya, serta masyarakat internasional pada umumnya.

Kerja keras Yahudi belum menghasilkan target yang diinginkan, terutama pada dekade 40 tahun pertama abad dua puluh. Citra buruk Yahudi sangat sulit dihapus.

Namun, ada juga hal yang menandai keberhasilan mereka ketika Nazi Jerman atas prakarsa Hitler mengadakan propaganda besar-besaran untuk mengusir kaum Yahudi. Akibatnya, media massa yang didominasi Yahudi segera mengekspos berbagai versi pembantaian massal atas kaum Yahudi.

Mereka segera menyebarluaskan foto-foto wanita dan anak-anak dalam ekspresi gelisah dan takut guna menarik simpati dunia.’ Selain itu, mereka pun menuding Hitler sebagai antiSemit.
Laporkan iklan?

Di satu sisi, provokasi yang digelindingkan Hitler menciptakan penderitaan bagi Yahudi. Namun, di sisi lain, dengan berubahnya opini dunia, mereka mengeruk keuntungan yang sangat besar. Mereka berhasil menarik simpati dunia, khususnya masyarakat Eropa dan Amerika, agar menaruh iba dan dihantui perasaan bersalah akibat pembantaian tersebut.

Perasaan simpati tersebut mereka manfaatkan untuk kepentingan proyek-proyek pemukiman Yahudi di Palestina walaupun mereka masih harus menghormati hak-hak warga

Palestina keturunan Arab. Selanjutnya, mereka berhasil mengubah perasaan iba dan kasihan menjadi simpati dan dukungan sepenuhnya terhadap orang-orang Yahudi tanpa menghargai sedikit pun hak-hak warga Palestina. Jelasnya, propaganda Yahudi senantiasa disertai upaya men jatuhkan citra bangsa Arab di hadapan masyarakat dunia.

Mereka ingin menekankan bahwa dalam catatan sejarah, bangsa Arab adalah musuh besar peradaban Nasrani. Lewat itulah, dengan mudah mereka menggiring masyarakat Eropa dan Amerika untuk turut memusuhi bangsa Arab.

Dengan demikian, mereka berhasil “mencuci otak” masyarakat dunia, terutama bangsa Eropa dan Amerika. Bangsa Yahudi tidak lagi dipandang sebagai sosok yang rakus, pengkhianat, dan pengecut, tetapi merupakan sosok teladan, tekun, kreatif, pakar, dan pemberani. Melalui dominasi media massa internasional yang mereka cetuskan dalam konferensi internasional di Swiss, mereka telah berhasil mewujudkan sebagian impiannya.
Sumber: Yahudi dalam Informasi dan Organisasi / Penulis: Fuad bin Sayyid Abdurrahman Arrifa’i / Cet. 1. / Penerbit: Gema Insani Press, 1995, Jakarta

No comments: