Mengenang Andalusia, Ketika Muslim dan Yahudi Hidup dalam Harmoni

Arsitektur Islam Andalusia.
Arsitektur Islam Andalusia.
Bak sebongkah surga di bumi, Andalusia adalah negeri makmur dengan peradaban adiluhung pada masa pemerintahan dinasti Umayyah II. Ekonomi, budaya, dan ilmu pengetahuan berkembang selama 500 tahun masa kekuasaan Muslim.
Wilayah itu tidak hanya menawan dengan kejayaan peradaban fisik berupa masjid, monumen, atau istana, melainkan juga tatanan sosial masyarakat. Islam, Yahudi, dan Kristen menghidupi Andalusia berbekal gairah keilmuan, kerja sama sosial, serta nilai-nilai luhur yang disepakati bersama.
Narasi dimulai dengan kisah pelarian seorang pangeran Dinasti Umayyah, ‘Abd Al Rahman Ad Dakhil dari Damaskus tahun 750 M. Ia mengarungi gurun Suriah tatkala seluruh anggota keluarganya ditumpas oleh kekhalifahan yang baru. Semenanjung Iberia adalah tujuan akhirnya. Di Andalusia, Ad Dakhil segera membangun aliansi. Ia merebut kekuasaan dari gubernur Andalusia dan meneruskan kekhalifahan Umayyah II.
Mereka membangun taman-taman, universitas, pusat penerjemahan, dan monumen. Cordoba, Toleda, dan Seville, hanya beberapa nama masyhur pada abad 8-10. Islam dianggap sebagai budaya kelas tinggi. Orang-orang Kristen giat mempelajari bahasa Arab, sementara sinagog didirikan dengan pelengkung tapal kuda khas arsitektur Islam.
Spiritualisme berpadu dengan rasionalisme menyuguhkan ketinggian peradaban Andalus. Sayangnya, kegemilangan itu harus diakhiri dengan kejatuhan Granada tahun 1492 M. Suatu kisah pedih yang dikenang dunia lewat sindiran ibunda Boabdil ketika sultan terakhir itu menitikkan air mata mengenang kejayaan Granada.
Buku berjudul asli The Ornament of The World, How Muslim, Jews, and Christians Created a Culture of Tolerance in Medieval Spain ini ditulis Maria Rosa Menocal, seorang peneliti sejarah dan kebudayaan Universitas Pennsylvania. Menocal membagi kisahnya dalam belasan keping memori. Kepingan-kepingan tersebut berisi nama tempat, angka tahun, dan peristiwa yang ia kisahkan. Misalnya, “Taman-Taman Kenangan, Madinah Al Zahra, Selatan Cordoba (1009)” atau “Di Alhambra, Granada (1492)”.
Sebelumnya, pembaca akan mendapatkan pengantar lewat dua bab awal. Pembaca juga dapat melacak referensi-referensi terkait karena Menocal membuat satu bab khusus berisi bahan-bahan bacaan yang dia gunakan. Selain itu, buku ini dilengkapi dengan perbincangan bersama penulis yang dapat memperkaya perspektif.

No comments: