Temuan Masjid Berusia Satu Abad: Bukti Islam Telah jadi Bagian Amerika

Penemuan masjid itu terjadi setelah Islam baru-baru ini menjadi topik utama dalam kampanye calon presiden 2016 Temuan Masjid Berusia Satu Abad: Bukti Islam Telah jadi Bagian Amerika  [1]
MEE
Sebuah masjid di Rector Street: Islam di AS sudah berusia satu abad
Sebuah masjid berumur satu abad di tengah-tengah kota New York menjadi bukti baru bahwa Muslim telah lama menjadi bagian dari sejarah Amerika Serikat (AS).
Kota New York dikenal memiliki penduduk dari berbagai etnik, seperti tempat wisata bernama Little Italy atau Chinatown. Namun terdapat sebuah pemukiman kecil yang orang setempat sebut-sebut sebagai “Little Syria” (Suriah Kecil), meskipun tidak banyak orang yang tahu.
Dari abad 19 hingga awal abad 20, terdapat kantong ekonomi dan pusat kebudayaan dari warga Arab di AS; itu sebelum dihancurkan yang bertujuan untuk membangun terowongan dan kemudian pada tahun 60-an dibangun menjadi World Trade Centre (WTC).
Beberapa blok itu dulunya rumah bagi sejumlah besar imigran yang berasal dari tempat yang nantinya dikenal sebagai “Greater Syria” (Biladis Syam), sebuah wilayah yang dikuasai oleh Kekaisaran Ottoman (Kekhalifahan Ustmaniyah) yang sekarang termasuk Suriah serta Lebanon (Libanon), Jordania, Israel, dan Palestina dan sebagian wilayah selatan Turki.
Asosiasi sipil seperti Washington Street Historical Society selama bertahun-tahun telah mendukung upaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang sebagian luas kawasan yang tidak diketahui dan melestarikan beberapa bangunan yang tersisa, seperti Gereja Katolik Suriah St. George, yang berlokasi di jalan Washington.
Selama bertahun-tahun pemukiman itu dianggap hanya pernah dihuni oleh Kristen. Sejak tidak adanya jejak dari tempat ibadah agama lain, wilayah itu dianggap tidak pernah ditempati oleh orang beragama lain.
Barulah beberapa bulan yang lalu, seorang professor dari Universitas Colorado Denver melakukan penelitian tentang Islam di AS dan mengeluarkan hasilnya di sebuah artikel berjudul “Mohammedans now have a place of worship here”.
Mereka yang Beriman pada Allah dan Muhammad
Tanggal 25 Februari 1912, ceritanya, ditampilkan di The New York Sun, mengkisahkan sebuah “gereja Turki” bagi “mereka yang meyakini Allah dan Muhammad” bertempat di sebuah bangunan berlantai tiga di pusat kota Manhattan.
“Meskipun suara muadzin yang menyeru untuk melakukan ibadah tidak pernah terdengar di New York, tetapi bentuk ibadah dari kaum Muhammad dilakukan di sini,” tulis artikel itu. “Jika kamu tidak mengetahui lokasi dari mesjed (atau masjid), kamu tidak akan pernah menemukan lokasi itu, karena itu tersembunyi dengan baik.”
Di bayang-bayang Wall Street dan sepanjang Sungai Hudson, tampak bahwa Kekaisaran Ottoman telah mendirikan sebuah masjid di kota New York pada awal 1910.
“Tidak hanya di sana ada masjid, tetapi itu dulunya adalah masjid, satu-satunya masjid di negara ini,” ujar Todd Fine, Ketua Washington Street Historical Society, pada Middle East Eye.
Menurut Linda K. Jacobs, penulis dari buku Strangers in the West: The Syrian Colony of New York City, 1880-1900, meski “banyak cerita di abad ke 19 tentang sebuah masjid yang telah didirikan,” hubungannya masih misterius karena hanya artikel tersebut sumber dari informasi tentang keberadaannya.
Penemuan masjid itu terjadi setelah Islam baru-baru ini menjadi topik utama dalam kampanye calon presiden 2016, kandidat utama dari Partai Republik Donald Trump menginginkan pelaranganan bagi semua warga Muslim non-Amerika untuk memasuki Amerika Serikat sebagai respon dari penembakan San Bernardino.
Penembakan, yang menewaskan 14 orang, dilakukan oleh pasangan Muslim yang dipercayai FBI telah menjadi radikal “dalam beberapa waktu”.
Bagi Todd Fine, yang asosiasinya secara kukuh mendukung pemahaman yang lebih baik bagi masa lalu Little Syria, “memperburuk citra Muslim dan Arab hanya bisa berhasil selama orang tidak menyadari lamanya sejarah kelompok-kelompok itu di Amerika Serikat.
Little Syria mengajarkan orang Arab maupun Amerika sebuah pelajaran tentang koeksistensi, toleransi, dan kesatuan politik”, dia menambahkan.
Masjid itu yang sekarang telah lama menghilang, tetapi seseorang pasti bertanya-tanya bagaimana tempat ibadah itu dapat bernasib seperti sekarang ini. Seperti yang penemuan tunjukkan, kebencian, ketidaksimpatian, sepertinya menjadi karasteristik dari sentimen yang tumbuh terhadap Muslim dan tempat ibadah mereka.*

 Sejarah Muslim di Amerika, setua Masjid di Rector Street. Sebelum AS didirikan, awal abad 17 budak-budak Afrika yang berlabuh, kebanyakan Muslim
Pada 17 Desember, Dewan Hubungan Islam-Amerika (CAIR), sebuah kelompok advokasi Muslim yang bermarkas di Capitol Hill Washington, merilis sebuah temuan pada tahun lalu yang menyatakan bahwa hate crime (kejahatan berbasis kebencian, red) telah menarget masjid-masjid di Amerika.
Menurut lembaga NGO, lebih banyak “masjid yang terkena insiden” pada tahun 2015 daripada tahun-tahun setelah tahun 2009. CAIR percaya bahwa perhitungan itu dapat lebih besar jika insiden-insiden seperti vandalisme dan intimidasi termasuk dalam temuan itu.
Sebuah reaksi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
November 2015 menjadi lonjakan paling signifikan, dengan total 17 masjid menjadi korban, dari semua serangan itu dua dari insiden terjadi sesudah serangan teror Paris 13 November. Lonjakan tertinggi terjadi setelah penembakan Charlie Hebdo dan serangan pada pasar makanan Yahudi di Paris, dengan lima insiden terjadi pada bulan itu.
CAIR melaporkan insiden terjadi di berbagai lokasi di Amerika, dari New York, di mana sebuah kepala babi diletakkan di masjid yang masih dalam pembangunan, hingga Mississippi, dimana beberapa tembakan dimuntahkan ke arah Islamic Centre.
Sebuah analisis yang dilakukan oleh kelompok penelitian California State University dikutip oleh New York Times memperkuat penemuan CAIR, menyebutkan bahwa hate crime terhadap Muslim Amerika dan masjid-masjid bertambah tiga kali lipat sejak serangan teroris.
“Sayangnya, mengingat retorika dan komentar kebencian yang ditujukan pada komunitas Muslim oleh Trump dan yang lainnya, tidak mengejutkan serangan dan sikap buruk pada masjid-masjid serta individual meningkat,” Roula Allouch, ketua dewan nasional CAIR, mengatakan pada MEE.
Jumlah insiden, disebutkan CAIR, mencapai jumlah tertinggi yang belum pernah dilihat sejak 2010, ketika kontroversi terhadap Pusat Kebudayaan Islam Taman 51(Park 51) menjadi isu dalam kampanye pemilihan presiden.
Taman 51, yang kadang disebut “Masjid Ground Zero,” memicu kontroversi nasional ketika para penentang menolak pembangunan dari Pusat Kebudayaan Islam ini yang berjarak dua blok dari Ground Zero akan dijadikan sebagai tuan rumah bagi Muslim untuk beribadah.
“Bukankah itu akan menarik jika seseorang mengatakan bahwa sebenarnya ribuan tahun yang lau terdapat sebuah masjid yang juga hanya berjarak dua blok dari bekas World Trade Centre?” Todd Fine bertanya sambil tersenyum.
Bagi CAIR, fakta bahwa insiden yang menarget masjid-masjid tidak pernah lebih tinggi dari yang terjadi pada putaran pemilihan presiden memberi tambahan pada argumen yang menyatakan bahwa sentimen anti-Muslim mengikuti tren di dalam politik domestik AS daripada aksi teror yang dilakukan oleh ekstrimis.

Temuan Masjid tua di Amerika - The_Sun_Sun__Feb_25__1912-00
Temuan masjid tua di Amerika: setua Amerika [The Sun]
Kebanyakan orang, kata Roula Allouch, tidak mau tahu “sejauh mana Muslim kembali hadir di Amerika Serikat, termasuk banyak individu yang dibawa masuk melalui perbudakan Utara Atlantik. Banyak dari mereka yang beragama Islam, dan tetap menjaga keyakinan mereka ketika mereka tiba di Amerika Serikat.”
Sejarah Muslim di Amerika, yang mungkin setua Masjid di Rector Street, kembali ke awal abad 17 ketika kapal pertama yang mengangkut budak-budak Afrika berlabuh, bahkan sebelum Amerika Serikat didirikan. Dipercaya bahwa sekitar 20 persen dari budak Afrika adalah Muslim.
Islam yang telah hadir sejak lama di AS patut dikenang pada saat Muslim Amerika lebih dianggap sebagai orang asing daripada sebagai tetangga.
Bagi Todd Fine, “penemuan dari masjid yang berada di jantung pusat kota Manhattan menyatakan bahwa kita hanya baru saja memulai mempelajari sejarah Muslim di Amerika.”*
Nashirul Haq AR

No comments: