Khalifah Terakhir dan Kekuatan Medsos

Semoga menjadi i'tibar bagi muslim terkini, untuk tidak meremehkan perang media sosial, hal yang membuat hitam jadi putih dan putih jadi hitam (dajjal) Khalifah Terakhir dan Kekuatan Medsos
Sultan Abdul Hamid II

KHALIFAH terakhir umat Islam jatuh bukan karena kepungan tentara musuh, bukan karena bombardir dan perang senjata, tapi ia lenyap karena kekuatan media sosial (medsos).
Sultan (khalifah) Abdul Hamid II berhasil dilengserkan Mustafa Kemal pada tahun 1908 dan dihapuskannya khalifah pada 1924 karena kekuatan opini medsos yang ia mainkan selama beberapa tahun dengan black campaign terhadap kepemimpinan khalifah.
Abdul_Hamid_II
Potret Sultan Abdul Hamid II
Mustafa Kemal memperoleh kredibilitas kepemimpinannya paska Perang Dunia I dalam peperangan mengusir Inggris dari daratan Turki. Dengan dukungan Yahudi dan Eropa yang jengah dengan khalifah Islam, Musfata menggalang kekuatan opini masyarakat di seluruh Turki untuk menjatuhkan khalifah.
Melalui gerakan-gerakan organisasi yang terstruktur, penyebaran berita koran, selebaran, pamflet (kira-kira sekarang salah satu bentuknya Facebook-twitter), Mustafa berhasil meraih dukungan yang tidak sedikit sampai akhirnya militer dan opini masyarakat berada di belakang Kemal. Tidak banyak rakyat yang berdiri di belakang sultan.
Gerakan Turki Muda dan Gerakan Persatuan Pembangunan yang didukung Perancis, Inggris dan Zionis, mereka menjual atas nama agama untuk memfitnah dan menyerang khilafah dan simbol-simbol Islam. (atau kira-kira mirip ‘infliltrasi’ yang dilakukan sekuler-Syiah dalam tubuh NU-Muhammadiyah sejak beberapa dekade lalu).
Hilangnya banyak wilayah Turki karena kekalahan perang melawan Tsar (Rusia) dan Perang Dunia 1 sehingga Turki digelari The Sick Old Man, negara sakit.
Meremehkan kendali atas media sosial hingga akhirnya Kekhalifahan Utsmaniyah yang telah berusia 450 tahun sejak masa Sulaiman al-Qanuni, ambruk tanpa letusan peluru. Sultan Hamid II diasingkan ke Salonika, Yunani, sebagaimana Raja terakhir Granada diasingkan selamanya.
Semoga menjadi i’tibar bagi muslim terkini, untuk tidak meremehkan perang media sosial, hal yang membuat hitam jadi putih dan putih jadi hitam (dajjal) hingga nasib umat Islam Indonesia kini pun masih belum keluar dari zona krisis.
Ada jutaan pengguna media sosial dunia maya yang terbawa arus sistematik dari musuh-musuh Islam, sementara kita merespon underestimate dan tidak terstruktur.
Bukan saatnya lagi ustadz gagap teknologi, dengan alasan bekerja (dakwah) dunia nyata lebih penting, bahwa medsos tak terukur. Faktanya pemimpin zalim berhasil dan terukur menduduki kursi kepemimpinan melalui pasukan medsos yang digaji seperti sebuah perusahaan komersil.*
Abu Fatah Grania penulis buku Panglima Syurga. Twitter @nugrazee

No comments: