Mewarisi Semangat Juang Teuku Umar


TEUKU Umar Johan Pahlawan lahir pada 1854, di Gampong Masjid (sekarang Gampong Belakang), Kecamatan Johan Pahlawan, Meulaboh, Aceh Barat. Ayahnya bernama Teuku Cut Mahmud dan ibunya Tjut Mohani. Selain Teuku Umar, pasangan ini juga dikarunia tiga anak lainnya yang menjadi saudara kandung Teuku Umar sebagai anak ketiga, yaitu Teuku Musa, Tjut Intan, dan Teuku Mansur.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa Teuku Umar sudah memanggul senjata dan bertempur melawan Belanda sejak usia 19 tahun, ketika dimulainya agresi Belanda pertama pada 1873. Teuku Umar seorang yang sangat paham dengan kejiwaan orang Aceh, Beliau mampu menarik pengikutnya dengan sifat dermawan dan riang gembira, dan mampu memperoleh kerjasama mereka dengan mengobarkan perang sabil.

Jabatan yang pernah disandang Teuku Umar antara lain: Pada 1887, Teuku Umar pernah menjabat Keuchik Gampong Darat (sekarang Kecamatan Johan Pahlawan) sekaligus menjadi Panglima Pertahanan Rakyat saat Belanda menyerang Meulaboh pada 1878 bersama dengan Teuku Tjik Abdurahman, putra mahkota Teuku Tjik Ali, uleebalang Meulaboh. Pada 1889, ia diangkat oleh Sultan Aceh sebagai Laksamana/Amirul Bahar atau Panglima Laot untuk Aceh bagian Barat. Ia aktif membantu keuangan Sultan, Teungku Tjik Ditiro dan Panglima Polem lewat uang sabil yang dikirim secara teratur.

Pada 30 Septeber 1893, Teuku Umar dengan politik sandiwaranya untuk memperoleh senjata, diangkat sebagai Panglima Perang Besar Gouvernement Belanda dengan gelar Teuku Umar Johan Pahlawan dan berhasil memperoleh 800 pucuk senjata lengkap dengan amunisinya untuk kepentingan perang Aceh tahap ketiga (1893-1905), yang ditandai dengan diserahkannya Cut Nyak Dhien kepada Belanda. Teuku Umar dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional dengan SK Presiden No.217/1955 dan diperingati untuk pertama kalinya pada 1957.

Sangat disiplin
Sebagai seorang pahlawan, Teuku Umar memiliki sifat-sifat terpuji yang dapat kita teladani yaitu: Pertama, disiplin. Sebagai seorang pimpinan militer setingkat Panglima Besar, Amirul Bahar dan Panglima Perang Aceh, Teuku Umar sangat disiplin, terutama dalam membangun jiwa patriot kepada seluruh pengikutnya dan masyarakat pada umumnya. Teuku Umar dikenal sebagai seorang panglima perang yang paling kuat dalam menanamkan kedisiplinan kepada tentaranya.

Kedua, seorang motivator. Teuku Umar memberikan motivasi kepada seluruh masyarakat di pantai Barat Aceh dan Aceh pada umumnya untuk melakukan perlawanan kepada Belanda. Beliau menggembleng pasukan di sepanjang pesisir Aceh, mulai dari Meulaboh, Uleelheu, Kutaraja sampai ke Pidie. Ketiga, dermawan. Teuku Umar seorang yang sangat dermawan, terutama untuk kepentingan perang baik yang beliau lakukan sendiri maupun memberikan sokongan dana berupa uang sabil kepada Sultan, Teungku Cit Ditiro dan Panglima Polem untuk membiayai pasukan melawan Belanda.

Keempat, sangat memperhatikan bawahan. Teuku Umar juga seorang yang sangat memperhatikan para pengikutnya baik kesejahteraan mereka maupun membangun rasa percaya diri untuk duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan bangsa lain. Kelima, organisator handal. Teuku Umar adalah seorang organisator yang handal. Ini beliau buktikan dengan membagi pengikut dalam 17 panglima daerah dengan satu komando penuh. Beliau juga membentuk satu batalion dengan 250 anggota tentara berseragam militer lengkap dengan kepangkatan resmi dan tinggal di barak layaknya sebuah organisasi ketentaraan.



Keenam, suka belajar dan sangat sopan. Teuku Umar adalah seorang sangat terpelajar dan mau terus belajar. Ini diakui oleh Paul Van Teer dalam bukunya Perang Aceh yang mengatakan Teuku Umar punya hobbi membaca koran-koran Belanda dan Inggris untuk menambah pengetahuannya tentang dunia internasional dan perpolitikan Belanda dalam menjajah Aceh.

Ketujuh, sangat menghargai kaum ulama. Ini dibuktikan dengan fatwa ulama terkenal yaitu Teungku Tjiek Kuta Karang yang menyatakan bahwa perjuangan Teuku Umar harus didukung dan beliau juga sangat mendengar nasehat dari seorang ulama yang bernama Teungku Husin Di Tanoh Abee agar Umar segera kembali mendukung perjuangan rakyat Aceh. Beliau memperoleh dukungan dari kaum ulama dengan memberikan dukungan pendanaan kepada para ulama sebagai sumbangan terhadap Perang Suci. Beliau juga memperoleh dukungan dari Tgk Tjik Ditiro.

Kedelapan, seorang tokoh pendukung gender. Teuku Umar juga dikenal sebagai seorang yang sangat memperhatikan peran kaum perempuan. Ini dibuktikan dengan mendengar nasehat Cut Nyak Dhin agar kembali melawan Belanda secara terbuka. Kesembilan, seorang serius, namun humoris. Teuku Umar adalah seorang yang sangat serius dalam membangun sistem pertahanan dan perlawanan terhadap Belanda, namun beliau juga dikenal sebagai seorang sangat humoris dan santun kepada rakyat Aceh dan pengikutnya.

Kesepuluh, pembangun kesetiaan pengikut. Teuku Umar sangat memperhatikan pengikutnya sehingga pengikutnya sangat menjaga keamanan dan keperluan beliau. Setelah beliau wafat pada 11 Februari 1899, dimana pengikutnya menyembunyikan kuburan dan jasad beliau selama 18 tahun, baru pada 11 November 1917 seorang Belanda baru dapat menyaksikan secara langsung kuburan beliau ini. Kesebelas, seorang bisnisman matang. Teuku Umar juga punya jiwa bisnis dan memiliki imperium bisnis lada dengan dunia internasional baik dari Belanda maupun negara lainnya.

Keduabelas, memiliki jiwa kebangsaan yang kuat. Teuku Umar sangat menjunjung tinggi nilai kebangsaan dimana beliau sangat peka terhadap sikap merendahkan dari Bangsa Belanda dan ini dibuktikan dengan surat yang ditulis kepada Gubernur Jenderal Deijkerhoff. Bahkan Paul Van Teer mengatakan bahwa Teuku Umar adalah bangsawan agung, yang dapat tegak sama tinggi dan duduk sama rendah bergaul dengan para gubernur dan jenderal Belanda tanpa harus merasa inferior menghadapi Belanda yang sangat diskriminatif.

Ketigabelas, ahli strategi dan politik. Teuku Umar mampu meyakinkan orang lain dengan menerangkan visi yang akan dicapai dan misi yang akan dilaksanakan. JJ Smicth mengatakan bahwa Teuku Umar sangat menghormati pemimpin atau uleebalang dan mempengaruhi orang untuk melakukan apa yang ingin beliau capai. Di mata orang Aceh, beliau adalah teladan seorang ahli strategi dan politikus. Keempatbelas, siap berkorban demi membela bangsa. Teuku Umar sudah hidup mapan dengan uang dan rumah serta dunia bisnisnya yang besar, namun itu semua ditinggal demi perjuangan melawan penjajah Belanda.

Menemui ajalnya
Pada 10 Pebruari 1899 di Keudee Lhok Bubon, Teuku Umar bersama pasukannya mengatur rencana penyerangan terhadap Belanda yang berada di Tangsi Meulaboh. Mendengar rencana ini, Jendral Van Heutzs memerintahkan Letnan Ver Brugh dan pasukannya berpatroli ke arah Barat, menyusuri pantai serta melakukan penjagaan di Suak Ujong Kalak, 2 Km dari Meulaboh. Teuku Umar seakan tahu bahwa beliau akan menemui ajalnya. Saat berjalan dari Lhok Bubon, beliau berkata kepada Teungku Nyak Ali: “Besok kita akan minum kopi di Keude Meulaboh atau saya akan mati di Perang Suci.”



Teuku Umar bergerak menyusuri pantai bersama pasukannya dari Lhok Bubon menuju Meulaboh pada malam 11 Pebruari 1899. Sebelum melanjutkan perjalanannya untuk melakukan penyerangan ke Tangsi Meulaboh, pasukan Belanda yang telah lebih dulu bersiaga di seberang Suak Ujong Kalak melepaskan tembakan. Pasukan Teuku Umar terkepung. Teuku Umar terlihat memegang dadanya yang berlumuran darah. Peluru Belanda bersarang di dada kirinya dan usus besar. Seketika kontak tembak terhenti. Suasana menjadi hening dan masing-masing pasukan mengundurkan diri tanpa melepaskan tembakan.

Jenazah Teuku Umar dibawa lari oleh para pengikut setianya ke Pucok Luung pedalaman Suak Raya, dan melalui Reudeup dibawa lagi ke Pasi Meungat Tanjong Meulaboh untuk dikebumikan di dekat makam ibundanya. Enam bulan kemudian, karena khawatir diketahui pihak Belanda, masyarakat membongkar pusara Teuku Umar untuk dikebumikan di Gunong Meulintang (Cot Manyang) Mugo. Setelah 8 bulan, jenazah Teuku Umar dipindahkan ke Gunong Glee Rayeuk Tameeh di Mugo, Kecamatan Kaway XVI, 42 Km dari ibu kota Aceh Barat, Meulaboh.

Perjuangan beliau dilanjut oleh Cut Nyak Dhien, yang bermarkas di bagian utara Meulaboh, tepat di daerah Krueng Manggi seputaran Krueng Meureubo. Pada 1905, dalam keadaaan sakit sakitan dan kondisi mata tidak dapat melihat, Cut Nyak Dhien diserahkan kepada Letnan van Vuuren dan diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat, dan meninggal pada 1908.

Kuburan Teuku Johan Pahlawan mantan Panglima Perang Besar Gubernemen Hindia Belanda baru diketahui langsung oleh orang Belanda pada 1 November 1917 atau 18 tahun setelah ia mangkat. Seorang pegawai purbakala Belanda JJ De Vink melihat kuburan Teuku Umar setelah mendapat izin Teuku Chik Ali Akbar (Uleebalang Kaway XVI) dan Teuku Panyang, Uleebalang Meugo, dengan syarat kuburan tersebut tidak diganggu lagi. Demikian semangat juang Teuku Umar Johan Pahlawan yang perlu terus kita warisi. Semoga!

* Teuku Dadek, PNS pemerhati sejarah, tinggal di Meulaboh, Aceh Barat. Email: tadadek@gmail.com

No comments: