Dakwah Islam di Semarang, pada abad ke-15 dan 16 Masehi ?

Di dalam buku “Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara”, tulisan Slamet Muljana, diceritakan pada tahun 1413 armada Laksamana Sam Po Bo singgah di Semarang selama satu bulan.
Sebagai muslim yang taat, Laksamana Sam Po Bo (Cheng Ho), beserta pembantunya Ma Huan dan Fe Tsin, sering kali terlihat beribadah di Masjid setempat.
sunantembayat
Dakwah Islam di Semarang (Bergota/Pragota)

Pada tahun 1392 Saka (1470 Masehi), Semarang mendapat serangan dari daerah Matahun yang didukung Mataram dan Demak. Akibat serangan ini, Bhatara Katwang Yang Dipertuan Samarang, gugur dan digulingkan dari kekuasaannya
Peristiwa penyerangan ini, kemudian dibalas oleh Adipati Palembang Ario Dillah, dengan mengirimkan sekitar 10.000 balatentara. Dalam waktu singkat, Semarang berhasil dikuasai oleh tentara Palembang yang dibantu pasukan dari Bintara, Terung, Surabaya dan Pengging.
Selanjutnya Adipati Ario Dillah, menikahkan puteranya Raden Sahun dengan puteri Bhatara Katwang, yang bernama Nyai Sekar Kedaton. Sekaligus mengangkat putera sulungnya itu, menjadi Adipati Semarang.
Peran Raden Sahun dalam perkembangan dakwah Islam di Semarang cukup besar. Pada sekitar tahun 1418 Saka (1496 Masehi), ia meresmikan Tirang Amper sebagai pusat kegiatan penyiaran Islam.
Ditunjuk sebagai pimpinan padepokan adalah Maulana Islam (Sunan Semarang) bin Maulana Ishaq
Kedekatan Raden Sahun dengan dakwah Islam bisa dipahami, karena ibunda Raden Sahun, yang bernama Nyimas Sahilan binti Syarif Husein Hidayatullah (Menak Usang Sekampung), berasal dari keluarga ulama Penyebar Islam di Sumatera Selatan.
Serat Kandaning Ringgit Purwa mencatat, bersamaan tahun peresmian Padepokan Tiran Amper (1496 M), Adipati Semarang wafat dan digantikan oleh puteranya Raden Kaji (Sumber : Islamisasi Jawa Bagian Selatan: Studi Masjid Gala Sunan Bayat Klaten, tulisan Retno Kartini Savitaningrum Imansyah [Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Jakarta]).
Kehadiran Padepokan Islam di Tiran Amper, telah berhasil menarik minat penduduk setempat untuk memeluk Islam. Setelah wilayah Tiran Amper, kemudian dibangun juga Pesantren di daerah Pengisikan yang sekarang disebut Bubakan.
Pada abad ke-16, Semarang kedatangan beberapa tokoh penyebar Islam, diantaranya Pangeran Mande Pandan bin Pangeran Madiyo Pandan bin Pangeran Sabrang Lor bin Raden Patah kemudian ada lagi Pangeran Mangkubumi bin Sayyid Hamzah (Pangeran Tumapel) bin Sunan Ampel.
Misteri Susuhunan Tembayat

Sejarah mencatat pada tanggal 2 Mei 1547, di Kota Semarang mengukuhkan seorang Adipati yang baru. Peristiwa ini kemudian menjadi tanggal hari jadi Kota Semarang. Sang Adipati menurut kepercayaan rakyat Semarang kelak dikenal sebagai Sunan Bayat (Susuhunan Tembayat).
Susuhunan Tembayat merupakan ulama terkemuka, di masa menjelang berdirinya Kerajaan Pajang (1568 M), beliau seangkatan dengan Sunan Giri Parapen, Sunan Padusan dan Sunan Geseng
Berbeda dengan Serat Kandaning Ringgit Purwa, sosok yang dianggap sebagai Sunan Bayat adalah Raden Kaji, yang menjabat Adipati Semarang pada periode 1496-1512.
Pendapat ini didukung temuan arkeologis pada Gapura Segara Muncar, yang terdapat di lokasi makam Susuhunan Tembayat, disana tertera candra sengkala dengan tulisan jawa yang berbunyi “Murti Sarira Jleking Ratu” atau tahun 1448 Saka (1526 M)
Tokoh Sunan Bayat (Susuhunan Tembayat atau Sunan Pandanaran), sering kali menjadi polemik di tengah masyarakat, ada yang menyatakan ia adalah putera Maulana Islam (Sunan Semarang), versi lain mengatakan ia keturunan Raden Sahun, ada juga argumen beliau nama lain dari Pangeran Mande Pandan dan pendapat bahwa yang bersangkutan adalah gelar dari Pangeran Mangkubumi bin Sayyid Hamzah.
WaLlahu a’lamu bishshawab

No comments: