Syirik di Sekitar Kita

Syirik di Sekitar Kita
Ilustrasi.

Keyakinan-keyakinan yang merusak di masyarakat, mengaitkan kesialan yang menimpa dan keberuntungan dengan suatu peristiwa tertentu.

SERINGKALI kita menjumpai seseorang yang sangat takut melanjutkan perjalanannya apabila di tengah-tengah perjalanan menjumpai seekor kucing menyeberang jalan. Kecemasannya itu akan semakin bertambah luar biasa apabila dia menabrak kucing tersebut sampai mati.

Dia sangat diliputi ketakutan, sehingga mungkin saja dia berhenti melanjutkan perjalanannya. Atau dia baru berani melanjutkan perjalanannya setelah mengurus “pemakaman” kucing tersebut.

Contoh lain, seseorang sangat ketakutan apabila melihat seekor burung gagak terbang di atas rumahnya atau bertengger di pohon dekat rumahnya. Dia pun meyakini sebentar lagi akan ada musibah menimpa salah seorang anggota keluarganya. Apabila mendengar suara burung hantu, maka pertanda akan ada pencuri masuk rumah.

Inilah sedikit contoh keyakinan-keyakinan yang merusak di masyarakat kita. Mereka mengaitkan kesialan yang menimpa dan keberuntungan yang diperoleh dengan suatu peristiwa tertentu.

Keyakinan seperti ini dalam agama disebut dengan tathayyur atau thiyarah. Dinamakan demikian karena salah satu yang dijadikan sebagai pertanda kesialan atau keberuntungan tersebut adalah burung (dalam bahasa Arab: thair).

Tathayyur menganggap dirinya akan ditimpa kesialan setelah melihat, mendengar, atau mengetahui sesuatu. Seseorang merasa akan ditimpa sial setelah melihat burung tertentu. Atau, seseorang merasa akan ditimpa sial setelah mendengar ada orang yang mengatakan bahwa dia akan ditimpa kesialan. Dengan mengetahui, contohnya seseorang merasa sial ketika berada di hari, bulan, atau tahun tertentu. Padahal hari, bulan, atau tahun tersebut tidak dapat didengar atau dilihat.

Dapat juga dikatakan tathayyur bila seseorang membatalkan perbuatannya karena takut malapetaka, atau justru meneruskan perbuatannya karena optimis akan beruntung setelah melihat atau mendengar sesuatu yang tidak ada bukti ilmiah bahwa sesuatu tersebut bisa mendatangkan malapetaka atau keberuntungan.

Keyakinan ini kelihatannya sepele, padahal dapat menafikan tauhid serta termasuk di antara bentuk kesyirikan, dan syirik merupakan dosa terbesar. Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

“Barangsiapa yang mengurunghan kepentingannya karena thiyarah, maka dia telah berbuat syirik.” (Riwayat Ahmad).

Dalam hadits yang lain Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

“Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik.” Beliau mengucapkan hal itu sampai tiga kali.

Sedangkan dalam riwayat yang lain, Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Thiyarah termasuk kesyirikan.” (Riwayat Tirmidzi).*/
Seseorang bisa berbuat syirik di antaranya dengan melakukan penyandaran nikmat kepada selain Allah Ta'ala.



DI ANTARA kita mungkin juga sering tanpa sadar mengucapkan kata-kata yang kelihatannya ringan, namun berat timbangannya di sisi Allah Ta’ala. Misalnya, ketika kita mendapatkan suatu kenikmatan atau mendapatkan pertolongan, seringkali kita menyandarkan nikmat tersebut kepada selain Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman, “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, kamu tidaklah dapat menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Ibrahim: 34).

Contohnya adalah perkataan seseorang, “Kalaulah bukan karena pertolonganmu, saya tidak tahu bagaimana nasibku ini.” Atau, “Kalaulah bukan karena tadi ada polisi lewat, mungkin kita sudah babak belur dihajar preman.” Atau, “Kalaulah anjing di rumah kita tidak menggonggong keras, kita tidak akan tahu kalau ada pencuri yang masuk ke dalam rumah kita.”

Ini adalah sedikit contoh tentang beberapa perkataan yang mungkin pernah kita ucapkan tanpa kita sadari. Kelihatannya sepele, namun di dalamnya terkandung penyandaran nikmat kepada selain Allah Ta’ala. Kita justru mengaitkan nikmat tersebut kepada sebabnya, bukan kepada Allah yang menciptakan sebab tersebut.

Allah Ta’ala berfirman, “Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.” (An-Nahl: 83).

Mengenai ayat di atas, ‘Aun bin Abdillah bin ‘Utbah berkata, “(Yaitu) perkataan seseorang, ‘Kalaulah bukan karena fulan, tentu tidak akan begini dan begitu.’ Atau, ‘Kalaulah bukan karena fulan, tentu tidak akan menimpamu yang demikian dan demikian.”

Bahkan, menyandarkan nikmat kepada selain Allah Ta’ala termasuk dalam perbuatan menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah Ta’ala. Ketika menafsirkan firman Allah Ta’ala,

“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah: 22).

Ikrimah rahimahullah berkata, “(Yaitu) perkataan mereka, ‘Kalaulah bukan karena anjing kita ini, maka rumah kita tentu akan dimasuki pencuri.’ ‘Andai bukan karena anjing yang menggonggong di dalam rumah’, atau kalimat-kalimat semacam itu.”

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “(Menjadikan) ‘andaad’ [sekutu-sekutu] adalah berbuat syirik, (dosa) yang lebih samar daripada jejak semut yang merayap di atas batu hitam dalam kegelapan malam. Contohnya adalah perhataan, ‘Demi Allah dan demi hidupmu, wahai Fulan! Dan demi hidupku.’ Atau ucapan, ‘Kalau bukan karena anjing ini, tentu kita akan didatangi pencuri-pencuri itu.’ Atau, ‘Kalau bukan karena angsa di rumah ini, tentu datanglah pencuri-pencuri itu.’ Atau perkataan seseorang kepada temannya, ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu.’ Atau perkataan seseorang, ‘Kalaulah bukan karena Allah dan fulan.’ Janganlah engkau sebutkan di dalamnya, ‘Fulan’, semua ini adalah perbuatan syirik terhadap Allah.”

Demikianlah di antara bentuk perbuatan syirik yang mungkin tidak kita sadari selama ini. Oleh karena itu, hendaklah kita takut terjerumus ke dalam syirik, sebagaimana rasa takut yang ada pada diri Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam. Sampai-sampai beliau berdoa kepada Allah Ta’ala, “Ya Allah, aku berlindung dari berbuat syirik sementara aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampun kepada-Mu dari dosa yang tidak aku sadari.” (Riwayat Bukhari).

Jika seorang tokoh yang bersih tauhidnya saja masih takut terhadap kesyirikan, maka tentunya kita semua ini –yang sangat miskin ilmu dan iman– seharusnya tidak merasa aman dari bahaya syirik. Sangat memungkinkan bagi kita terjerumus ke dalam syirik akbar (syirik besar), apalagi syirik kecil, baik disadari ataupun tidak.*/dr. M. Saifudin Hakim, dari bukunya Saudaraku… Mengapa Engkau Enggan Mengenal Allah?

Rep: Admin Hidcom
Editor: Syaiful Irwan

No comments: