Imam Malik berkata : “aku tidak tahu” ?

Seorang utusan dari Maroko pernah sangat kecewa, dari 40 pertanyaan titipan yang diajukan kepada Imam Malik, hanya 8 yang dijawab.
“Tiga bulan perjalanan kutempuh untuk menjumpaimu dengan pertanyaan dari kaumku”, katanya, “Apa yang nanti harus kukatakan pada mereka?”
“Katakan saja”, ujar Sang Imam penuh wibawa, “Bahwa Malik tidak tahu.”
malik1
Imam Malik, Imam Daril Hijrah

Dibanding para Imam Ahlus Sunnah lainnya, barangkali Imam Malik yang paling sedikit melakukan rihlah ‘ilmiyah, beliau mencukupkan diri dengan ilmu dan atsar dari guru-gurunya di Madinah.
Imam Malik nyaris tak pernah keluar dari Madinah sepanjang hidupnya selain untuk berhaji, beliaulah rujukan terpercaya sebagai Imam Daril Hijrah.
Dikatakan bahwa ilmu para sahabat Rasulullah tersebar pada 7 Tabi’in Fuqaha’ Madinah, yaitu ; Al Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakr Ash Shiddiq, Salim ibn ‘Abdillah ibn ‘Umar Al Faruq, ‘Urwah ibn Zubair ibn Al ‘Awwam, Abu Salamah ibn ‘Abdirrahman ibn ‘Auf, Kharijah ibn Zaid ibn Tsabit, Sulaiman ibn Yasar, dan Sa’id ibn Al Musayyib. Dan ilmu ketujuh Tabi’in ini, nantinya berhimpun kembali dalam diri Imam Malik.
Watak fiqih atsari beliau yang tawadhu’ dengan mencukupkan diri dengan riwayat lalu selebihnya berkata, “Aku tidak tahu”, yang ucapan ini disebutnya sepertiga ilmu.
Dialog dengan Imam Muhammad Asy Syaibani
Imam Muhammad ibn Hasan Asy Syaibani, merupakan salah satu murid utama Imam Abu Hanifah datang mengunjungi Imam Malik.
“Bagaimana hukumnya, jika seorang lelaki yang sedang junub mendengar adzan. Tapi dia tak menemukan air untuk mandi, sedangkan dia tahu bahwa di dalam Masjid ada air”, tanya Muhammad ibn Hasan
“Orang junub tidak boleh masuk Masjid”, jawab Imam Malik.
“Tapi dia mendengar adzan dan sudah seharusnya ikut shalat berjama’ah bukan?”, tanya ibn Hasan lagi
“Ya, tapi dia tidak boleh masuk Masjid sebelum bersuci.”, kata Imam Malik
“Jadi apa yang harus dia lakukan?”, desak Imam Muhammad ibn Hasan.
“Aku tidak tahu”, jawab Imam Malik.
Imam Muhammad ibn Hasan lalu berkata, “Seharusnya lelaki itu bersuci dengan tayammum dulu untuk masuk Masjid. Lalu dia mengambil air dari dalam Masjid kemudian keluar untuk mandi. Lalu masuk Masjid lagi untuk shalat.”
“Siapakah engkau ini?”, tanya Imam Malik.
“Saya ‘Abdullah, hamba Allah.”, kata Imam Muhammad
“Dan dari manakah?”, tanya Imam Malik lagi
“Asal saya dari tanah”, jawab Muhammad ibn Hasan lalu mohon diri beranjak pergi.
Seorang murid yang memperhatikan perbincangan keduanya bertanya, “Benarkah Anda tidak mengenal orang itu ya Imam?”
“Siapa dia rupanya?”
“Dialah Muhammad ibn Hasan Asy Syaibani yang termasyhur, sahabat dari Abu Hanifah.”
“Celaka, dia mengatakan namanya ‘Abdullah.”
“Tapi memang benar dia itu hamba Allah?”, kata muridnya
“Aku tetap tidak suka hal semacam itu.”
Meskipun Imam Malik terkadang berselisih pendapat dengan pengikut Imam Abu Hanifah, namun keduanya saling memuji satu dengan lainnya.
Suatu hari di musim dingin Imam Malik berpeluh. Maka bertanyalah Imam penduduk Mesir, Al Laits ibn Sa’d, “Apa yang membuatmu berkeringat?”
“Abu Hanifah”, jawab Imam Malik. “Betapa pandainya orang itu.”
Lalu ketika Al Laits menyampaikan pujian Malik ini pada Abu Hanifah, sembari mengambil nafas berat, Imam Abu Hanifah berkata : “Malik, orang yang mendapatkan bagian terbanyak dari warisan Rasulullah.
WaLlahu a’lamu bishshawab

Sumber : Salim A. Fillah (facebook)

No comments: