Keindahan Paduan Seni Islam dan Romawi di Masjid Umayyah

  Masjid Umayyah di Damaskus, Suriah.
Masjid Umayyah di Damaskus, Suriah.
Masjid Agung Damaskus berdiri megah di jantung Kota Damaskus. Masjid ini menjadi salah satu tempat ibadah umat Islam tertua di dunia. Masjid ini merupakan hasil cipta, karsa dan karya Khalifah al- Walid I yang direalisasikan terhadap sebuah bangunan. Saking megahnya, masjid ini disebut-sebut sebagai bangunan terbesar yang pernah di bangun pada zaman Romawi. 
Setelah lebih dari 1.300 tahun, masjid yang lebih dikenal dengan nama masjid Umayyah ini masih terlihat kokoh dan menakjubkan. Untuk membangunnya, Khalifah al-Walid mengundang para seniman dan arsitektur di wilayah Mesir, Persia, India, Afrika Utara, dan Bizantium yang tersohor di pada masanya untuk membangun masjid ini.
Penyelesaian masjid ini  memakan waktu sembilan tahun dengan menghabiskan dana berkisar 5,6 juta dinar. Uang itu terbagi dalam 400 peti yang setiap petinya berisi uang sebanyak 14 ribu dinar. Namun, lamanya waktu dan banyak biaya yang dikeluarkan tidak menjadi persoalan, setelah melihat bangunan masjid yang begitu mewah dan megah ini.
Bangunan masjid yang dibangun di atas lahan bekas gereja ini  telah memberi pengaruh bagi seni arsitektur masjid di seluruh dunia.  Dari masjid inilah, arsitektur Islam mulai mengenal lengkungan (horseshoe arch), menara segi empat, dan maksurah yang mengikuti  selera Khalifah al- Walid yang mengedepankan sentuhan moderen, namun tetap memperhatikan aspek estetika.


  Masjid Umayyah di Damaskus, Suriah.
Masjid Umayyah

Paduan Gaya dan Bahan Mewah

Jika melihat semua struktur bangunannya, masjid yang dibangun pada abad ke-8 ini merupakan paduan budaya romawi dan Islam. Budaya romawi telihat dari adanya menara dan gambar halus bermotif pohon pada fasad menuju ruang utama masjid. Sementara budaya Islam terlihat dari adanya mihrab, kubah, dan ornamen-ornamen khas Islam seperti tulisan kaligrafi di bagian dalam masjid.
Bahan bangunan Masjid Umayyah menggunakan bahan dasar mewah yang jarang sekali digunakan pada bangunan. Karena pada masa itu bahan dasar bangunan seperti marmer dan batu pualam sangat mahal harganya, sehingga jarang sekali orang menggunakannya untuk bangunan yang akan digunakan banyak orang.
Namun bahan-bahan yang terbilang mahal dan langka ini telah digunakan Khalifah al-Walid menjadi bahan dasar dan utama pembuatan masjid ini. Misalnya bahan marmer dipakai melapisi dinding atas dan lantai bawah ruangan masjid. Sementara batu pualam digunakan untuk menutup kulit pada tiang masjid.
Di antara unsur bangunan, marmer tampak memancarkan keindahannya. Marmer yang digunakan sebagai penutup lantai ini selalu mengkilat ketika terkena pantulan sinar matahari yang menyilaukan setiap mata.
Masjid ini juga memiliki karya seni tinggi. Hal itu terlihat dari banyaknya hiasan yang terdapat pada bagian-bagian masjid. Misalnya pada bagian atas tiang dibentuk ornamen hias motif bunga. Sedangkan bagian bawah tiang masjid menggambarkan hiasan tangkai pepohonan.
Menurut arsitektur barat, K.A.C Creswell dan Strzygowski (1930) dalam bukunya Early Muslim Architecture, mengatakan, Masjid Agung Umayyah adalah murni hasil kerja umat Islam yang terinspirasi oleh gaya Persia.
Komplek Masjid Umayyah awalnya berdiri di atas lahan seluas 157 meter x 100 meter dan memiliki dua bagian utama. Salah satunya merupakan halaman yang menempati hampir separuh area masjid dan dikelilingi serambi yang melengkung. Halaman  Majid Nabawi yang berbentuk persegi empat terbuka menginspirasi halam masjid Umayyah.
Sementara ruang shalat ke tiga sepanjang 160 meter bagian plafon nya dilapisi dengan kayu berukir, di dukung dengan tiang tiang kolom dari reruntuhan bangunan kuil Romawi di sekitar area tersebut termasuk dari gereja Maria di Antiok.
Fasad dari halaman dan arkade nya di tutup dengan warna marbel, mozaik dari kaca dan lapisan emas. Masjid ini mungkin merupakan masjid dengan mozaik berlapis emas terbesar di dunia. Dengan lebih dari 400 meter persegi mozaik berlapis emas.


Menara dan Kubah

Keindahan bangunan Masjid Umayyah ini pun terletak pada kubah dan tiga menara yang menjulang tinggi ke langit Damaskus. Tiga menara yang menemani bangunan masjid yang megah itu terbilang unik. Sebab, biasanya jumlah menara yang ada pada masjid jumlahnya satu, dua, empat, atau tujuh seperti yang terdapat di Al-Haram As-Sharif (Ka'bah).
 Menara pada Masjid Umayyah ini merupakan usaha pembuatan menara pertama pada bangunan masjid. Awalnya, pada bekas bangunan gereja St John Baptist Basilika terdapat dua buah menara yang berfungsi sebagai penunjuk waktu, lonceng pada siang hari dan kerlipan lampu pada malam hari. Menara itu merupakan salah satu ciri khas bangunan Romawi.
 Kedua menara peninggalan bangunan gereja ini terdapat pada sisi barat dan timur. Menara sebelah timur atau yang biasa disebut sebagai Menara Isa diyakini sebagai tempat akan turunnya Nabi Isa AS. Khalifah al-Walid yang memang dikenal memiliki selera dan kepedulian tinggi dalam rancang bangun arsitektur telah memulai tradisi membangun menara sebagai salah satu unsur khas pada masjid.
Khalifah al-Walid mempertahankan kedua menara yang bertengger di bangunan bekas gereja tersebut. Bahkan, untuk mempertegas wibawa dan kemegahan Masjid Umayyah, beliau kemudian membangun lagi sebuah menara di sisi utara pelataran masjid, yakni tepat di atas Gerbang al-Firdaus. Menara itu pun biasa disebut menara utara Masjid Umayyah.
Masjid Agung Damaskus sudah beberapa kali mengalami renovasi dan perbaikan karena kebakaran, tahun 1069, 1401 dan 1893. Panel marbel dari tahun 1893 dianggap telah merusak mozaik awal masjid tersebut. Meskipun demikian beberapa mozaik asli dari abad ke- 8 M ini masih dapat dilihat di masjid ini.
Pada tahun 1340 dan 1488 Khalifah Khalid bin Walid merekonstruksi menara di sudut tenggara masjid yang disebut sebagai menara Isa Almasih. Menara yang dipercaya dan disebutkan dalam sebuah hadis bahwa dari menara itulah Nabi Isa Almasih AS akan turun kembali dunia di ahir zaman untuk menumpas Da’jal Laknatullah.

Masjid Umayyah berdiri di tanah yang dianggap suci selama setidaknya 3.000 tahun. Sekitar 1.000 tahun sebelum Masehi, kaum Aram membangun kuil di lokasi di mana masjid ini berdiri sebagai tempat pemujaan terhadap Hadad, dewa badai dan petir. Sebuah basal orthostat (batu) yang berasal dari periode ini, bergambar sphinx, ditemukan di sudut timur laut masjid.
Pada awal abad pertama Masehi, bangsa Romawi tiba dan membangun sebuah kuil besar untuk Dewa Jupiter atas kuil Aram. Kuil Romawi ini berdiri di atas serambi empat persegi panjang (temenos) yang berukuran sekitar 385 meter 305 meter, dengan menara persegi di tiap sudutnya. Bagian dinding luar temenos masih bertahan, namun hampir tak ada yang tersisa dari kuil itu sendiri.
Pada akhir abad ke-4, kawasan kuil menjadi situs suci Kristen. Kuil Jupiter dihancurkan dan sebuah gereja dibangun di atasnya sebagai persembahan kepada Yohanes Sang Pembaptis. Kaisar Theodosius (330 M) melarang penyembahan dewa-dewa dan mengubah bangunan ini menjadi sebuah gereja katedral dengan nama Gereja St John Baptist Basilika.
Gereja tersebut diyakini sebagai tempat untuk mengabadikan kepala Yohanes, dan menjadi situs paling penting sebagai tujuan ziarah di era Byzantium. Semasa Dinasti Umayyah (661-750 M), Damaskus menjadi ibu kota dunia Islam. Para khalifah Umayyah yang memerintah dari Damaskus menguasai seluruh kawasan, mulai dari Spanyol hingga ke India. Sejarah mencatat, peradaban Islam telah meninggalkan banyak bangunan indah di Damaskus, ibu kota negara Suriah.

No comments: