Raden Ajeng Kartini, keturunan ke-12 dari Sunan Giri ?

Raden Adjeng Kartini, lahir di Jepara, Jawa Tengah, pada tanggal 21 April 1879, dan meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 di usia 25 tahun.
R.A. Kartini adalah seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi (sumber : wikipedia.org).
kartini1

Ilustrasi Foto Kartini,
Silsilah Raden Ajeng Kartini
Berdasarkan penyelusuran genealogy R.A.A Kartini Djojohadiningrat, terhitung sebagai keturunan ke-12 Sunan giri, salah satu anggota walisongo, berikut genealogy-nya :
01. R.A.A Kartini Djojohadiningrat binti
02. R.M.A.A Sosroningrat (Bupati Jepara) bin
03. Pangeran Ario Tjondronegoro IV (Bupati Demak) bin
04. Adipati Tjondronegoro III (Bupati Kudus) bin
05. Adipati Tjondronegoro II (Bupati Pati) bin
06. Adipati Tjondronegoro I (Bupati Surabaya) bin
07. Pangeran Onggojoyo bin
08. Lanang Dangiran @ Kyai Ageng Brondong Botoputih bin
09. Kendal Wesi @ Kyai Sholeh bin
10. Pangeran Ujung Pangkah II @ Abdul Haqq bin
11. Pangeran Ujung Pangkah I @ Muhammad Sirrullah bin
12. Sunan Kulon @ Ali Khoirol Fathihin bin
Sunan Giri @ Maulana Muhammad Ainul Yaqin


quran11
Kisah Kartini dan Al Qur’an terjemahan bahasa Jawa


Dalam acara pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat, yang merupakn paman kartini. Ulama terkemuka di masa itu, Kyai Sholeh Darat memberikan ceramah tentang tafsir Al-Fatihah.
Kartini tertegun. Sepanjang pengajian, Kartini dengan tekun menangkap kata demi kata yang disampaikan sang penceramah. Hal ini bisa dipahami, karena saat itu Kartini hanya tahu membaca Al Fatihah, tanpa pernah tahu makna ayat-ayat itu.
Setelah pengajian, Kartini ditemani pamannya menemui Kyai Sholeh Darat. Berikut dialog Kartini-Kyai Sholeh.
“Kyai, perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang ber-ilmu tetapi menyembunyikan ilmunya?” Kartini membuka dialog.
Kyai Sholeh tertegun, Kyai Sholeh balik bertanya, “Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?”
“Kyai, selama hidupku baru kali ini berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah, Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku,” ujar Kartini.
Kartini melanjutkan; “Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al Quran ke dalam Bahasa Jawa. Bukankah Al Quran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”
Dialog ini telah menggugah Kyai Sholeh untuk melakukan pekerjaan besar; yaitu menerjemahkan Alquran ke dalam Bahasa Jawa.
Kyai Sholeh menerjemahkan ayat demi ayat, juz demi juz. Sebanyak 13 juz terjemahan kemudian diberikan sebagai hadiah perkawinan Kartini. Kartini menyebut hadiah ini sebagai kado pernikahan yang tidak bisa dinilai manusia

WaLlahu a’lamu bishshawab

No comments: