Sejarah Membuktikan: Ada Masjid Ada Kampung...!

Muslim memakai surban di zaman kerajaan.
Muslim memakai surban di zaman kerajaan.
Benarkah masjid itu tiba berdiri dengan begitu saja? Benarkah masjid itu hadir atau ada bersama-sama dengan munculnya komunitas Islam?

Kedua pertanyaan ini mengemuka ketika ingin melihat eksistensi sebuah masjid pada komunitas Islam di dalam bingkai sejarah Indonesia.

Dan, ketika soal tersebut ditanyakan kepaada Guru Besar Sejarah Politik Islam Universitas Sebelas Maret (UNS), Hermanu Joebagio, dia menjawab bahwa dalam fakta sejarah sudah jelas menyatakan bahwa masjid itu ada dan tumbuh bersama komunitas atau warga kampungnya. Tanpa komunitas masjid itu tak pernah ada atau eksis hingga sekarang.

''Masjid itu selalu di dekat komunitas. Seorang kiai sebagai 'kultural broker' akan mendirikan masjid bersama-sama warga kampungnya. Itulah kenyataan yang terjadi dalam penyebaran Islam di Nusantara dari dulu hingga sekarang,'' kata Hermanu, kepada Republika.co.id, Ahad (17/4).

Kenyataan ini dapat dilihat ketika memahami posisi sejarah masjid pada sebuah kampung. Pembangunan masjid tumbuh bersama masyarakat yang hidup disekitarnya.

''Misalnya ketika Islam mulai tersebar di pedesaan, maka semenjak itulah pendirian masjid terjadi,'' katanya.
Muslim memakai surban di zaman kerajaan.
Muslim di pedalaman Jawa 1920-an.

Masjid Penanda Keberadaan Komunitas Islam

Menurut Hermanu pada sisi lain, pendirian masjid itu juga terkait pada soal tarik menarik penguasa dengan para kiai.

''Pada suatu kurun tertentu, kiai itu dekat dengan penguasa. Namun pada suatu ketika, yakni ketika penguasa tidak lagi pro rakyat, maka dia kemudian menjadi kekuatan  oposisi seiring dengan makin eksisnya peran yang lain, yakni kiai sebagai 'agen perubahan budaya' (cultural broker) dari komunitasnya yang hidup bersamanya,'' ujarnya.

Maka lanjut Hermanu, kiai kemudian memposisikan peran dirinya sebagai pemimpin komunitas sekaligus menjadi elite agama. Dua peran ini dilaksanakan sekaligus dengan tujuan melindungi komunitas atau warga yang hidup bersamanya. Dan pada waktu yang bersamaan masjid menjadi tempat atau wadah dari pertemuan 'dua arus' itu.

''Jadi bila ada komunitas atau kampung Islam di situ pasti ada masjid. Sebaliknya, bila ada masjid di situ pasti ada komunitas Islam. Keduanya saling menyatu,tumbuh, dan 'hidup secara bersama-sama','' katanya.
Muslim memakai surban di zaman kerajaan.
Masjid Kauman Yogyakarta tahun 1880.

Bercermin Pada Masjid Demak dan Kauman

Lalu apa contohnya bila masjid itu selalu berada dan bersama komunitas Muslim? Kalau di Jawa misalnya, terlihat sangat jelas pada keberadaan masjid-masjid tua yang berada di tengah perkampungan. Semua tampak jelas dan bisa dilihat hinga sekarang.

''Lihat saja apa yang terdi di Masjid Demak. Dan bisa juga dilihat pada Masjid Kauman di samping Kraton Yogyakarta, atau masjid tua yang dijuluki 'masjid pathok nagari'. Pihak kerajaan sengaja membuat masjid bersama komunitasnya. Itulah fakta atau bukti bila semua masjid jelas berada di tengah sebuah perkampungan,'' tegasnya.

No comments: