Syekh Angkasa Ibrahim Papa, Syekh Jalaluddin dan Dakwah Islam di Sumatera Selatan pada abad ke-14 Masehi ?

Dalam Tambo dari Marga Benakat Sumatera Selatan, yang aslinya ditulis di kulit kayu Karas dengan aksara Ka-Ga-NGa, diceritakan pada sekitar tahun 1312 (1390 Masehi), dua orang pemuda kakak adik yaitu bernama Kamaluddin dan Muhammad Yusuf datang ke Kute Muahe Hening (saat ini bernama Muara Enim, Sumatera Selatan).
Sejarah Islam
Keduanya berasal dari Kute Jumbai (Kota Jambi), dan berjumpa dengan Syekh Jalaluddin, seorang Penyebar Ajaran Islam. Kamaluddin kemudian berguru kepada Syekh Jalaluddin, sementara saudaranya Muhammad Yusuf diperintahkan oleh Syekh Jalaluddin untuk menemui Syekh Angkasa Ibrahim Papa, Ulama Islam di Kute Tanjungan Raman
Jika kita perhatikan, keberadaan Syekh Angkasa Ibrahim Papa dan Syekh Jalaluddin, sebagai Mubaligh Islam di pedalaman Sumatera Selatan, jauh sebelum kedatangan Raden Rahmat (Sunan Ampel) di Palembang tahun 1440 Masehi , yang tercatat berhasil mengislamkan Adipati Palembang.
ziarahkubro6
Siapakah sejatinya sosok dari Syekh Angkasa Ibrahim Papa dan Syekh Jalaluddin ?

Berdasarkan tulisan kuno beraksara paku tentang Sejarah Dusun Tanjung Raman, Syekh Angkasa Ibrahim Papa berasal dari tanah Aceh, merupakan anak dari Raja Ahmad Permala, keturunan Sultan Malikus Shaleh . Syekh Angkasa Ibrahim Papa, kemudian menetap di Dusun Tanjung Raman dan menjadi Dai Penyebar Islam di sekitar daerah tersebut.
Sementara Syekh Jalaluddin berasal dari Makkah, beliau bersama tiga orang temannya yaitu : Ja’far Sidik (Ulama Demak), Syekh Yusuf Ibrahim (Ulama Jambi) dan Ahmad Muhammad (murid Syekh Jalaluddin), menyebarkan dakwah Islam di sekitar wilayah Muahe Hening (Muara Enim, Sumatera Selatan).
Tidak lama mereka berkumpul di Muahe Hening, ketiga teman Syekh Jalaluddin kemudian pergi mengembara sekaligus menyebarkan dakwah Islam. Ketiganya akhirnya berpencar, Akhmad Muhammad ke wilayah Lubai, Ja’far Sadiq menuju ke Bangka dan Yusuf Ibrahim ke daerah Tulang Bawang.
Catatan Penambahan :
1. Masa kehidupan Syekh Angkasa Ibrahim Papa dan Syekh Jalaluddin, bisa diselusuri dari masa cucu dari murid Syekh Jalaluddin, yang bernama Somad Sakti Dalam bin Muhammad Isya Ratu Anom bin Kamaluddin Sakti Alam, yang hidup semasa dengan Raden Cili anak raja Gung Bungkuk (Bengkulu).
Raden Cili merupakan saudara dari Putri Gading Cempaka, berdasarkan buku “Sejarah Bengkulu (1500-1990)” Karya Prof Dr haji Abdullah Sidik, keduanya adalah anak dari Ratu Agung, raja Kerajaan Sungai Serut, memerintah 1550-1570 Masehi
Jika di dalam Tambo Marga Benakat, ditulis masa Somad Sakti Dalam mulai memerintah tahun 1472, tahun tersebut merupakan tahun Saka yang bersamaan dengan tahun 1550 Masehi.
2. Di dalam “Sejarah Dusun Tanjung Raman”, diceritakan tiga serangkai Akhmad Muhammad, Ja’far Sadiq dan Yusuf Ibrahim, saat di Palembang bertemu dengan Raden Rahmat (Sunan Ampel, lahir : 1401 M wafat 1481 M).
Diperkirakan pertemuan ini terjadi pada sekitar tahun 1421 Masehi, sebelum Raden Rahmat pergi ke tanah Jawa  Pada masa ini, Arya Dillah (lahir tahun 1415 Masehi), belum menjadi Adipati Palembang, karena usianya juga masih sangat belia, baru berumur sekitar 6 tahun.
Informasi ini menunjukkan masa kehidupan Syekh Angkasa Ibrahim Papa dan Syekh Jalaluddin, pada sekitar akhir abad ke-14 sampai dengan awal abad ke-15 Masehi, atau kisaran tahun 1350 masehi sampai 1450 masehi.
3. Berdasarkan terjemahan tulisan paku di Tanjung Raman, ada tertulis :
Akhir cerite ade dikate (tidak terbaca) Syekh Angkase Ibrahim Papa adalah anak raje Akhmad Permala (tidak terbaca) ketuhunan uhang Aceh.
Ie ade behanak empat uhang satu Ibrahim Papa, Jalil, Hadung Paria dan Tukia Dara 
Bandingkan data Aceh :
Sejak tahun 1346, kepemimpinan Kesultanan Samudera Pasai di bawah Sultan Malikul Mahmud digantikan oleh anaknya yang bernama Ahmad Permadala Permala.
Setelah dinobatkan sebagai penguasa Kesultanan Samudera Pasai, ia kemudian dianugerahi gelar kehormatan dengan nama Sultan Ahmad Malik Az-Zahir.
Dalam Hikayat Raja Pasai dikisahkan, Sultan Ahmad Malik Az-Zahir dikaruniai lima orang anak, tiga orang laki-laki sementara dua sisanya anak perempuan.
Tiga putra Sultan Ahmad Malik Az-Zahir masing-masing bernama Tun Beraim Bapa, Tun Abdul Jalil, serta Tun Abdul Fadil. Sedangkan dua anak perempuannya diberi nama Tun Medam Peria dan Tun Takiah Dara
Dari perbandingan data diatas, nampaknya sosok Syekh Angkasa Ibrahim Papa indentik dengan Tun Beraim Bapa. Namun dalam Legenda Aceh dikisahkan Tun Beraim Bapa, tewas karena diracun, oleh utusan ayahnya.
Sejarah terkadang tidak terlepas dari unsur politis, sepertinya kisah dari Tanjung Ramang, merupakan bantahan dari Legenda Tanah Aceh. Tun Beraim Bapa (Syekh Angkasa Ibrahim Papa) yang diceritakan tewas di racun, ternyata ada di Sumatera Selatan, sebagai mubaligh penyebar Islam.
Berdasarkan Hikayat Raja Pasai, Nasab dari Syekh Angkasa Ibrahim Papa adalah :
Syekh Angkasa Ibrahim Papa (Tun Beraim Bapa) bin Raja Ahmad Permadala Permala (Sultan Ahmad Malik Az-Zahir) bin Sultan Malikul Mahmud bin Sultan Muhammad Malikul Zahir bin Sultan Malik Al Salih (Pendiri Kerajaan Samudra Pasai).
4. Di dalam Hikayat Raja Pasai, halaman 35 tertulis :
pasai2
Data dalam Hikayat, hampir mirip dengan kisah dari Tanjung Raman.
Di kalangan sejarawan, ada pendapat Hikayat Raja Pasai bukanlah catatan sejarah, melainkan sejenis karya sastra. Ada kemungkinan Kisah Syekh Angkasa Ibrahim Papa (Tanjung Raman), telah dipengaruhi oleh tulisan sastra dari negeri Aceh ini.

WaLlahu a’lamu bishshawab

No comments: